Wiro Sableng atau Pendekar 212, adalah nama tokoh fiksi dalam seri buku yang ditulis oleh Bastian Tito. Wiro terlahir dengan nama Wira Saksana yang sejak bayi telah digembleng oleh gurunya yang terkenal di dunia persilatan dengan nama Sinto Gendeng...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SATU
LENYAP dicurinya Pedang Naga Suci dari tempat kediamannya di dasar telaga di puncak Gunung Gede membuat Kiai Gede Tapa Pamungkas bertindak turun gunung.
Orang tua sakti yang dianggap setengah Dewa ini berhasil menemukan si pencuri pedang yaitu bukan lain adalah Luhrembulan, gadis cantik dari alam 1200 tahun silam.
Sebenarnya yang mengambil pedang sakti itu bukan Luhrembulan, tapi Nyai Tumbal Jiwo yang dalam beberapa waktu belakangan ini menampilkan diri sebagai gadis cantik bernama Nyi Wulas Pikan.
Namun begitu berhasil mendapatkan pedang sakti, Nyi Wulas Pikan tidak memampu memegang senjata itu. Tangannya terkelupas melepuh kepanasan. Pedang yang kemudian dilempat oleh Nyi Wlas Pikan disambar lalu dibawah kabur oleh Luhrembulan.
Ketika Luhrembulan bertarung dengan Purnama yang sama-sama mahluk dari Latanahsilam, Wiro berusaha mencegah. Dalam kalapnya Luhrembulan bukan saja menyerang Purnama tetapi juga menyerbu Wiro. Tidak ada jalan lain, murid Sinto Gendeng terpaksa mengeluarkan Kapak Maut Naga Geni 212.
Celakanya tanpa bisa dicegah kapak sakti itu dirampas oleh Purnama lalu dipakai untuk menyerang Luhrembulan. Purnama berhasil membunuh Luhrembulan dengan kapak sakti sementara Nyi Wulas Pikan alias Nyai Tumbal Jiwo yang penasaran atas lenyapnya pedang sakti itu berusaha mengejar dan mendapatkan Pedang Naga Suci 212 kembali. Di bagian sungai yang dangkal dia bertemu dengan seorang pemuda gendut yang telah lebih dulu menemukan Pedang Naga Suci 212.
Walau senjata sakti itu beberapa kali menyerang dirinya pemuda ini dengan mempergunakan sebuah kipas kertas berhasil menjinakkan dan memegang pedang. Hal ini membuat kagum Nyi Wulas Pikan. Segera saja dia keluar dari tempat persembunyiannya menemui pemuda gendut berpenampilan dogol yang sebenarnya adalah salah satu tokoh rimba persilatan dikenal dengan nama Bujang Gila Tapak Sakti, keponakan Dewa Ketawa dan sobat karib Pendekar 212 Wiro Sableng.
Begitu berhadapan dengan si gendut Nyi Wulas Pikan kenalkan diri dan memuji.
"Hebat! Kau mampu menjinakan Pedang Naga Suci Dua satu Dua! Bagamana kau melakukannya? Mantera apa yang kau baca?"
Bujang Gila Tapak Sakti yang tertarik akan kecantikan dan kesintalan tubuh molek si gadis berpakaian hijau kedap-kedipkan mata dan menjawab.
"He ... he. Aku tidak membaca mantera apa apa. Kipas ini yang menolongku."
"Hebat! Kipasmu itu pasti sama saktinya dengan Pedang Naga Suci Dua Satu Dua"
"He ... he. Kipasku cuma kipas jelek." Si gendut merendah lalu bertanya.
"Bagaimana kau tahu kalau pedang ini bernama Pedang Naga Suci Dua Satu Dua?"
"Aku hanya menduga. Tidakkah kau melihat ada guratan angka dua satu dua pada dua sisi pedang?"Atas pertanyaan Nyi Wulas Pikan, si gendut memberi tabu, nama. Tak lupa mengatakan babwa dia berusia 20 tahun walau sebenarnya sudah 80 tahun. Tahu kalau Bujang Gila Tapak Sakti tertarik pada kecantikan wajah dan kemolekan tubuhnya Nyi Wulas Pikan mulai menggoda dan merayu. Gadis ini mengatakan mau dikawini si pemuda asal diajarkan bagaimana caranya agar bisa memegang Pedang Naga Suci 212 tanpa tangan menderita panas dan luka melepuh. Bujang Gila Tapak Sakti memberi tahu bahwa sebenarnya dia juga merasa panas memegang pedang tersebut namun tangannya tidak sampai melepuh. Ini disebabkan karena dia memiliki kekuatan berupa hawa dingin dalam tubuhnya.