3 - Merajut Asa di Tanah Papua

2.1K 289 49
                                    

Hari ini adalah hari keberangkatan. Indah akan mulai benar-benar bersentuhan langsung dengan dunia arkeologi yang sesungguhnya. Gadis penggemar warna hijau itu sangat bersemangat.

Tim ekspedisi yang ditemani keluarga masing-masing terlebih dahulu berkumpul di kampus, kemudian bersama-sama berangkat ke bandara menggunakan bus. Indah hanya ditemani Mama, Farel dan Rina. Sepagi ini, Sasha punya kesibukan di kantor yang tidak bisa ditunda. Ya, jauh lebih penting ketimbang melepas kepergian sang adik. Tidak heran, karena sejak awal ia memang tidak pernah setuju dengan keputusan Indah.

Seperti biasa, hiruk-pikuk khas menyambut mereka setibanya di Bandara Soekarno-Hatta. Sebentar lagi pesawat mereka akan take off. Semua anggota tim memanfaatkan waktu yang tersisa untuk berpamitan dengan kerabat masing-masing, termasuk Indah.

"Ma, Indah berangkat, ya!" Indah memeluk Mama. Tak banyak yang bisa diucapkannya.

"Jaga dirimu baik-baik, ya, Sayang!" Suara Ranti bergetar. Ia berusaha keras agar air matanya tidak jatuh.

Indah mengangguk disertai senyum yang ia harap bisa menegaskan, bahwa ia akan baik-baik saja.

"Jangan lama-lama, ya, di sana! Nanti nebeng sama siapa kalau mobil gue masuk bengkel lagi?" Rina meraih dan menggenggam tangan sahabatnya.

"Lo ada-ada aja, deh!" Indah tertawa kecil sambil menyeka air matanya.

Saat menoleh ke Farel, rambut Indah langsung diacak di bagian pucuk kepala, hal yang memang selalu lelaki itu lakukan padanya. Waktu kecil Indah sangat menyukainya, tapi setelah mengerti bahwa perlakuan itu bentuk kasih sayang seorang kakak kepada adiknya, Indah tak lagi menyukainya. Ia benci menerima kenyataan, bahwa posisinya di sisi Farel selama ini tak lebih dari seorang adik.

"Di sana jangan nakal, ya!"

"Siap!" Indah mengacungkan kedua jempolnya. Meski tersenyum lebar, suasana hatinya berbanding terbalik. Jika boleh memilih, lebih baik Farel tidak usah turut mengantarnya. Ia khawatir usaha penerimaannya lebih payah setelah ini.

Dari sudut lain, tingkah akrab Indah dan Farel secara tidak sengaja disaksikan oleh Kevin. Lelaki berwajah oriental itu seolah punya indera keenam yang bisa menembus ruang hati Indah. Sebagai seseorang yang pernah sangat dekat dengan Indah, tak heran jika Kevin tahu banyak seluk-beluk perasaan Indah ke Farel. Bagaimana tidak, di setiap kesempatan, pembahasan Indah ketika mereka bersama tidak jauh-jauh dari lelaki yang kini jadi calon suami kakaknya.

Sama Kevin, tidak ada yang Indah tutup-tutupi. Sejak kapan ia menyukai Farel, bagaimana ia menjaga perasaan yang tak pernah tersampaikan itu, semuanya diceritakan. Pun patah hatinya kemudian, setelah mendapati perasaannya bertepuk sebelah tangan dan Farel malah melabuhkan hati ke kakaknya.

Setiap kali mendengar Indah memaparkan kekagumannya kepada Farel, hati Kevin seperti ditaburi bibit luka. Bukan tanpa disadari, tapi Kevin selalu punya cara untuk mematikannya sebelum bibit itu berkembang.

Namun pada akhirnya Kevin mengakhirinya. Bukan tidak kuat lagi. ia hanya tidak ingin bernasib sama seperti Indah, merasakan kehilangan sebelum melakukan apa-apa untuk mendapatkan. Karena itu, Kevin mengutarakan perasaannya, meski tahu betul konsekuensinya.

Imbauan agar segera naik ke pesawat sudah menggema. Lekas, Indah mendekap mamanya sekali lagi.

"Mama jangan terlalu khawatir. Indah akan baik-baik saja!"

Upaya menahan tangis membuat Ranti tak mampu berucap. Ia hanya mengangguk.

Sambil berjalan menjauh, Indah menoleh dan melambai. Senyumnya mengembang sempurna. Sekali lagi berusaha menegaskan, bahwa ia akan baik-baik saja.

Belahan Jiwa dari Dunia LainWhere stories live. Discover now