48 - Lyra Or Irina?

13.7K 1K 111
                                    

I F T H I S W A S A M O V I E
Flashback to the night when you said to me, "Nothing's gonna change, not for me and you." Not before I knew how much I had to lose.
- Taylor Swift -

XXXXVIII CHAPTER XXXXVIII

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

XXXXVIII CHAPTER XXXXVIII

Aku membuka mataku yang terasa berat. Pandanganku mengabur dan aku mengerjapkan mataku selama beberapa saat. Setelah aku menarik paksa kalungku, kepalaku terasa berdenyut cepat. Seolah pembuluh darahku akan pecah dan kemudian... aku tak ingat apa pun.

Begitu aku menyadari pelukkan pada tubuhku, aku segera menoleh. Tubuh di hadapanku ini... aku mendongak dan melihat Damian berbaring di sampingku seraya memelukku. Ia tertidur dengan lelap dan... benar-benar tampan.

"Kadang sebagai Lyra, aku ingin sekali memelukmu dan menatap wajahmu seperti biasanya. Aku merindukanmu," bisikku. "Tetapi sebagai Irina... aku membencimu. Jika saja aku terlahir sebagai Lyra, aku akan tetap di sini. Aku takkan lakukan semua ini."

Aku memejamkan mataku, menahan air mata yang nyaris meleleh dari pelupuk mataku. Kulepaskan pelukannya dari tubuhku dengan pelan dan beranjak untuk duduk di sofa.

Ia pasti benar-benar lelah karena diriku. Ia bahkan tak terjaga ketika aku melepaskan diriku darinya.

Aku menatap ke sekitarku dan menyadari bahwa aku masih berada di Sud. Kemudian aku mengalihkan tatapanku padanya lagi dan selama beberapa saat, aku hanya menatapnya. Terus menatapnya.

Memikirkan segala kemungkinan-kemungkinan yang mungkin terjadi jika aku adalah gadis beruntung itu.

Ketika Damian terjaga, aku bertanya tanpa ekspresi sedikitpun, "Mengapa kau tetap di sini?"

Damian tak mengatakan apa pun, ia hanya menatapku. Dan entah bagaimana, tatapannya mengingatkanku soal kalung itu. Bukankah aku sudah melepaskannya?

Aku menyentuh leherku dan menyadari bahwa aku tak menggunakan kalung itu lagi. Dan aku... aku sudah ingat semuanya. Semua ini sudah pasti ulah Damian.

Aku mendengus, "Bahkan kau mengembalikan ingatanku? Mengapa? Kau sendiri yang menghapusnya. Lalu mengapa?" tanyaku. "Untuk apa?"

Damian tetap tak ingin bicara.

"Untuk apa, Damian?? Untuk apa aku mengingatnya lagi??" Aku mengepalkan tanganku dengan marah.

Percuma.

Percuma kau bicara, Irina. Lelaki ini takkan mengubah ekspresinya. Ia takkan memberikan penjelasan ataupun secuil jawaban. Kau begitu bodoh jika kau berpikir semua ini ada gunanya.

Semua kemarahanmu ini, sia-sia.

"Aku perlu bicara dengan," aku berbicara dengan bibir terkatup, berusaha menahan getaran dalam suaraku. Tidak, aku tidak boleh menangis di hadapannya lagi. "Jangan diam saja! Bisakah kau lakukan itu?!" Teriakku. "Jawab aku! Jawab aku, Damian!"

A Knight In Shining ArmorWhere stories live. Discover now