1. Dibuang.

7.4K 392 10
                                    

Seorang gadis berjalan gontai tidak tau arah kemana tujuan ia akan pergi menelusuri setiap sudut jalanan sepi itu. Tatapannya kosong dengan koper besar yang di iringinya sejak dari tadi. Hampir empat jam ia melewati jalanan tanpa alas kaki, mulai menjauh dari kediaman yang sudah lama dia tempati .

Pakaian kumuh yang ia kenakan pun masih dipakainya. Tidak ada niatan ia menggantinnya sama sekali. Tidak ada apapun yang ia bawa selain pakaian yang ada di koper. Tidak ada uang, makanan, bahkan handphone untuk menghubungi temannya. Bukannya dia tidak tau alamat rumah temannya. Tapi ia tidak ingin menganggu temannya dengan kehidupan yang ia jalani saat ini.

Lelah menghampiri gadis itu yang membuatnya berhenti sekejap di sebuah halte bus yang sepi. Dilihatnya arloji bundar yang terletak di tangan kanannya itu. Ternyata sedari tadi dia berjalan memang benar-benar larut. Gadis itu menarik nafasnya dalam lalu mengeluarkannya perlahan. Berusaha menenangkan diri dan berteman lagi dengan dirinya sekarang.

Meongg meoongg

Gadis itu menoleh ke arah sumber suara. Ternyata hewan berbulu itu sedang menggodanya untuk menghampirinya segera. Seulas senyuman terukir di wajahnya yang mulai memerah menahan dinginnya dini pagi hari.

"Kamu kenapa disini?" Tanya gadis itu sambil mengelus hewan berbulu berwarna abu-abu putih itu. Tampaknya kucing itu menyukai sentuhan darinya.

"Kamu juga dicampakkan?" Mati-matian ia menahan air itu tidak jatuh. Akhirnya dia menangis jua. Dirangkulnya kucing kecil itu dengan hangat.

"Gapapa. Kamu persis seperti ku."Sekarang gadis itu seperti menenangkan kucing itu. Dan juga dirinya. Disekanya air mata yang membasahi wajahnya. Hidung dan mata nya benar-benar memerah, bibir merahnya bergetar menahan kedinginan dan kesedihannya.

Meoong meoong

Kucing itu seperti menghiburnya dengan tingkah lucunya. Gadis itu pun berdiri, karna sedari tadi ia jongkok di tepi selokan halte. Dibawanya kucing itu duduk di kursi halte bus.

"Dek, ngapain disini malam-malam?" Tanya seorang wanita yang sudah berumur itu. Prilly tidak tau harus menjawab apa. Wanita paruh baya itu mendekatinya karna melihat Prilly seperti habis menangis.

"Saya bukan orang jahat." Prilly pun menoleh menatap wanita itu yang sedari tadi menunduk malu agar air mata nya tak terlihat.

"Kalau kamu butuh pertolongan kasih tau ibuk ya." Senyum wanita itu dengan tulus.

"Tolong rawat saya. Saya butuh tempat bernaung." Prilly mengenggam tangan wanita itu dengan harap.

"Memangnya keluarga kamu kemana?" Prilly menggeleng dan menunduk lagi.

"Yasudah ikut saya." Karna iba wanita itu mengiyakan permintaan Prilly. Prilly pun tersenyum bahagia bukan main. Dia sangat bersyukur masih ada orang baik di sekelilingnya. Prilly mengikuti wanita paru baya itu ke sebuah apartemen tak lupa dia membawa kucing yang ia temui tadi.

"Nama kamu siapa?"

"Prilly.."

"Kenalin nama ibuk Lastri. Ibuk bekerja sebagai pembantu di sini." Prilly hanya merespon dengan anggukan karna merasa canggung.

"Apa majikan Ibuk ga marah. Bawa orang asing ke apartemennya?" Tanya Prilly sedikit takut. Ibuk itu tersenyum lalu menggeleng cepat.

"Itu nanti pandai-pandai ibuk aja ngomongnya. Lagian dia jarang pulang."

Ting!

Pintu lift terbuka lalu mereka menuju apartemen yang dituju.

"Majikan Ibuk lagi diluar kota besok dia pulang." Jelas Lastri lalu membuka pintu apartemen itu. Prilly tercengang karna apartemen nya begitu luas. Pasti majikan Buk Lastri adalah orang kaya pikir Prilly. Prilly di ajak ke kamar Lastri.

Sepuluh BulanWhere stories live. Discover now