19. Mas Zehan?

3.3K 339 17
                                    

"Ali."

"Hmm,"

"Ihh kalau istrinya bicara itu liatin dong!" Kesal Prilly pada suaminya itu yang sibuk menatap layar televisi di hadapannya. Sekarang Prilly berada di rangkulan Ali yang hangat dan nyaman. Hari ini Ali akan libur agar bisa bermanja-manja dengan istrinya. Toh, yang punya perusahaan itu adalah dirinya.

"Apakah kamu hanya memanggil saya dengan nama? Bukankah itu tidak sopan untuk seorang istri kepada suaminya? Hmm?" Tanya Ali menatap Prilly lamat-lamat.

"Hehe, terus panggil apa?"

"Sayang? Honey? Baby?

"Emm kayaknya engga deh, malu banget kalau Papa atau Mama yang dengar." Jawab Prilly atas pertanyaannya sendiri.

"Gimana kalau Kak Ali?"

"Memangnya kamu adikku?"

Prilly menggeleng gemas kemudian terlihat berpikir sejenak.  Lelaki itu malah asik menyelilpkan rambut yang terurai menutupi pipi istrinya ke belakang daun telinga.

"Mas Zehan?"

Ali pun menghadiahi Prilly dengan senyuman yang dapat Prilly artikan lelaki itu setuju dengan apa yang ia sarankan. Prilly terdiam lagi seperti memikirkan sesuatu yang membuat Ali menautkan alisnya yang tebal.

"Ada apa?"

"Hmm aku boleh nanya ga?"

"Tentu,"

"Seingat aku, kamu bilang panggilan 'Ali' itu untuk orang asing. Mama manggil kamu dengan panggilan Ali, emangnya Mama orang asing?" Wajah Ali yang damai tadi malah berubah dingin kembali. Prilly malah ketakutan takut Ali akan marah karena pertanyaannya.

"Li, aku emang orang asing dihidup kamu."

"Tidak, kamu istriku."

"Dan Mama?"

Ali malah terdiam kembali, Prilly menghela napasnya dalam kemudian mengenggam kedua tangan suaminya.

"Aku gatau masalah apa yang kamu alamin, masalah apa yang kamu punya sama Mama."

"Tapi gimana pun itu Mama kamu Li, Mama yang ngelahirin kamu." Prilly berusaha berbicara selembut mungkin agar suaminya itu mengerti.

"Mas Ali.."

"Aku panggil kamu dengan sebutan itu. Aku gamau Mama ngerasa aku lebih dekat sama kamu daripada ibu kandungnya sendiri."

"Jadi panggilan Ali itu untuk dua wanita yang kamu sayangi. Bukan untuk orang asing." Prilly mengklaim pikiran Ali dengan panggilan namanya itu. Ali masih tidak bersuara membuat Prilly mulai lelah. Jika masukan dari Prilly tidak bisa diterima oleh Ali, Prilly akan memakluminya. Tetapi Prilly akan berusaha mengetuk pintu suaminya itu perlahan agar ia sadar bahwa Hena juga menyayanginya layaknya Zhefran. Prilly beranjak dari sofa memasuki kamar meninggalkan Ali yang masih diam tak berkutik. Sehingga sudah sepuluh menit Prilly di kamar ia keluar membawa sebuah koper. Ali menatap Prilly tak percaya. Apakah Prilly akan kabur?

"Kemana?"

"Ke rumah Mama,"

"Kenapa?" Tanya Ali yang membuat Prilly menghela nafasnya.

"Kok kenapa? Semenjak kita nikah aku belum pernah main ke rumah Mama Papa dalam waktu lama."

"Yok kita nginap Mas!" Ajak Prilly dengan semangat.

"Tidak." Prilly menatap Ali malas. Lelakinya itu susah sekali diajak berkompromi. Prilly masih kuat dengan pendiriannya membawa keluar kopernya menuju pintu. Ali masih betah duduk di sofa.

Sepuluh BulanWhere stories live. Discover now