10. Sepuluh Bulan Pertama.

2.9K 315 7
                                    

Prilly meraba kasur di sampingnya. Tidak ada? Ah dia lupa jika Lastri sudah pulang kampung. Hari ini dua hari setelah mereka melakukan pesta pernikahan di hotel. Saat Prilly tidur di hotel kemaren Ali tentu saja tidak tidur dengannya. Ali tidur di sofa yang ada di kamar hotel. Begitu pun juga dengan hari ini dia tidak akan tidur bersama lelaki es itu layaknya suami istri pada umumnya.

Hey! Ingatlah mereka menikah karena pekerjaan bukan atas nama cinta. Prilly pun memutuskan untuk membersihkan kasur lalu mencuci muka menyiapkan sarapan untuk dirinya dan Ali. Membuatkan sarapan atas kemanusian bukan yang lain. Jika Ali sakit pun dirinya yang akan direpotkan.

"Udah bangun ga sih tu anak?" Prilly bertanya pada dirinya seraya mengoleskan selai coklat pada roti yang baru meloncat dari pemanggang roti. Karena penasaran Ali sudah bangun atau tidak ia memutuskan untuk mengintip saja. Prilly membungkukkan badannya mengintip dari lubang kunci pintu kamar Ali.

Ceklek

Mampus Prilly mendadak membeku dengan posisinya. Lelaki itu membuka pintu. Dia ketangkap basah.

"Apa yang sedang kamu lakukan?"

"Hehe.."

Prilly cengengesan seraya berdiri meluruskan badannya dari posisi menunduk.

"Kamu mengintip saya?"

"Iya!"

"Ah anu, maksudnya aku ngintip buat mastiin udah bangun atau ga bernafas lagi."

"Hehe."

Prilly menggaruk kulit kepalanya yang tak gatal. Ali menatapnya tanpa ekspresi seperti biasanya. Gadis yang baru dinikahinya ini benar-benar meresahkan. Mulai dari malam hari di hotel itu, sebenarnya Ali menahan nafsunya mati-matian. Hey! Dia lelaki normal. Jadi wajar saja dirinya merasa ingin menerkam Prilly saat itu namun Ali lelaki yang tepat janji. Dia tidak akan menyentuh Prilly, karen tujuannya bukan itu. Tetapi demi perusahaanya.

"Sarapan yuk!"

"Tidak, saya banyak kerjaan di kantor."

"Terus gimana sama sarapan yang aku bikin?"

"Memangnya kamu membuat apa?"

"Roti panggang pakai selai coklat hehe."

Ali menghela napasnya itu hanya roti panggang saja.

"Kasian mubazir, yuk."

Prilly memegang lengan Ali yang sudah dibaluti oleh kemeja tosca muda itu.

"Jangan sentuh saya."

Peringat Ali Prilly buru-buru melepasnya.

"Ga sampai setengah jam kok."

"Ayokk Li! Temenin. Sepi tau gada Buk Lastri." Rengek Prilly yang membuat Ali jengkel sekaligus gemas. Tidak banyak bicara Ali pun menuju meja makan. Yang di ikuti oleh Prilly dengan riang bahagia.

"Ih itu susu aku!"

Protes Prilly karena Ali meminum susu yang dibuat Prilly untuk dirinya sendiri.

"Kamu bisa membuatnya lagi kan?"

Prilly memanyunkan bibirnya dan menghentak-hentakkan kakinya karena terpaksa membuat susu untuk dirinya lagi.

"Udah dibuatin kopi juga. Malah minum susu. Ga cocok tau," Cerewet Prilly sambil menuangkan susu fresh milk ke gelasnya. Ali tidak menghiraukannya asik memakan roti panggang yang di olesi Prilly tadi. Saat Prilly ingin balik ke meja makan Ali malah berdiri.

"Kemana? Kok cepat amat sih! Itu rotinya langsung di telan apa gimana?"

"Saya ingin ke kamar kecil. Kenapa? Kamu mau ikut? Ayo!" Perkataan Ali membuat Prilly menggeleng cepat.

Sepuluh BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang