25. Kehidupan Baru.

3K 352 24
                                    

"Untung saja kandungan anda baik-baik saja."

"Apa maksud Dokter?" Tanya Prilly tidak mengerti.

"Apa anda tidak tahu jika sedang hamil?"

Prilly menggelengkan kepalanya.

"Emang sih saya telat datang bulan tapi ga saya hiraukan, soalnya memang biasanya seperti itu." Dokter wanita itu tersenyum menggelengkan kepalanya mendengar pernyataan dari pasiennya. Prilly sangat syok tidak pernah menyangka bahwa dirinya hamil. Serasa mimpi tapi ini nyata.

"Kandungan Buk Prilly hampir menginjak dua bulan." Prilly mengusap perutnya seraya tersenyum. Ternyata ada kehidupan disana, pantas saja perutnya terasa sakit ketika ia terhenyak ke lantai saat di dorong oleh Ali tadi. Sebelum sampai ke rumah Lastri ia memilih untuk ke klinik sebentar karena perutnya terasa sangat sakit. Baru saja melangkahkan kaki dari rumah Ali.

Sekarang? Apa yang harus Prilly lakukan? Prilly tidak akan kembali kesana! Prilly sakit hati karena ucapan Ali masih terngiang di kepalanya. Dan perlakuan kasarnya hampir saja menghilangkan buah hati nya yang tidak bersalah. Prilly tidak akan pernah memaafkan lelaki itu jika ia kehilangan penyemangat hidupnya ini. Prilly akan memilih membesarkan anak ini sendiri. Menyembunyikannya dari Ali dan keluarga Ali. Iya Prilly rasa itu lebih baik. Lagi pun Ali juga mengatakan jika dirinya tidak pantas menjadi istrinya bukan? Menjadi istrinya tidak pantas apalagi menjadi ibu dari anak-anaknya bukan?

"Sayang sehat-sehat disana ya."

"Mama akan jaga kamu dengan baik." Prilly mengusap perutnya yang belum membuncit itu. Disatu sisi Prilly bahagia. Namun disisi lain Prilly merasa sedih karena anak ini ketika lahir tidak mempunyai seorang ayah. Prilly menggelengkan kepalanya, ia yakin. Ia bisa menjadi ibu dan seorang ayah untuk anaknya. Prilly akan mempertaruhkan nyawanya demi anaknya karena hanya ia lah penyemangat untuk Prilly hidup. Hari mulai malam, rumah Lastri mulai nampak oleh Prilly dari dalam mobil. Prilly mengambil beberapa lembaran uang berwarna merah muda itu memberikannya kepada supir taksi setelah mobil itu tepat berhenti di halaman rumah Lastri.

"Kebanyakan Mbak."

"Gapapa Pak, rejeki Bapak. Makasih udah ngantarin saya jauh-jauh kesini."

"Makasih banyak Mbak." Prilly tersenyum kemudian menenteng tas yang berisi uang itu. Apakah malam ini ia akan mengganti pakaian dengan uang saja? Prilly nyaris saja tertawa memikirkan leluconnya sendiri. Prilly menarik nafasnya lalu menaiki tangga kayu itu dengan sangat hati-hati. Lastri mengintip dari jendela dengan wajah yang kaget. Lastri membuka pintu rumahnya mendapati anak gadis yang ia temui tadi di kota sudah berada di pintu rumahnya.

"Buk.." Prilly memeluk Lastri dengan dada yang sesak.

"Kenapa Nak? Ada apa? Mana Tuan Zehan? Kamu sendirian kesini?" Tanya Lastri bertubi membuat Prilly susah untuk menjawabnya. Ia bingung harus menceritakan dari mana.

"Oke Prilly bakalan cerita sama Ibuk. Tapi Prilly duduk ya, Prilly haus mau minum." Lastri pun mengiyakan permintaan Prilly mengajaknya masuk menutup pintunya memberikan Prilly segelas air putih Prilly menonohnya habis tak bersisa. Lastri menatap Prilly penuh tanda tanya.

Ketika Prilly rasa ia sudah cukup tenang ditariknya tangan Lastri untuk duduk di dekatnya. Prilly mengenggam tangan Lastri menceritakan setiap inci apa yang ia alami siang hari tadi. Beberapa kali Lastri terlihat membuka mulutnya syang ditutupinya dengan tangannya karena tidak menyangka dengan apa yang ia dengar. Prilly mulai menangis kembali, membuat Lastri tak tega memeluk gadis itu.

"Kamu yang sabar ya Nak. Allah ga akan kasih ujian diluar batas kemampuan kamu."

"Iya Buk.." Prilly menunduk terdiam beberapa detik.

Sepuluh BulanWhere stories live. Discover now