21. Kekeliruan.

3K 334 13
                                    

"Kak, tolong jaga anak aku. Sayangi dia layaknya anak kakak sendiri." Pinta seorang wanita yang terbaring lemas di brankar rumah sakit itu. Air mata Hena tak hentinya luruh sedari tadi. Adik satu-satunya menitipkan amanat agar manjaga anak yang baru dilahirkannya itu.

"Iya Nina kakak janji bakalan jagain anak kamu. Kakak akan sayangi dia.." Hena menatap bayi yang di samping pelukan adiknya itu. Nina pun tersenyum menutup matanya perlahan. Nina pergi dengan tenang menghembuskan nafas terakhirnya. Hena menangis sejadi-jadinya ketika ia rasa adiknya itu sudah pergi. Diambil alihnya bayi yang dibedung itu dari pelukan Nina yang telah melonggar. Hena mencium Nina dan bayi itu berulang kali. Hena merasa kasihan pada anak yang ada ditangannya ini. Baru lahir sudah menjadi yatim piatu.

Setelah kepergian Nina adik kandung Hena. Hena memberi nama bayi itu Zhefranichol Shafwan yang di setujui oleh suaminya. Awalnya Adam peduli dan sangat menyayang keponakan yang telah menjadi anaknya itu. Tetapi ketika melihat Hena telah mengalihkan seluruh kasih sayangnya dari Ali kepada Zhefran membuat Adam marah karena anak kandungnya sendiri diabaikan Hena karena terlalu menyayangi Zhefran. Membuat Adam mengabaikan Zhefran sebagaimana Hena mengabaikan Ali anaknya.

"Mama! Zehan mau susu.."

"Minta sama Bik Lastri ya nak, Mama lagi ngurusin adek."

"Gamau, Zehan mau Mama yang bikin!" Ali masih bersih keras dengan menggoyangkan tangan Hena berulang kali agar Hena mau membuatkannya susu yang membuat Hena hampir saja menjatuhkan bayi Zhefran. Hena menatap Ali dengan ganas.

"Kamu kok bandel sekarang ya! Hampir aja Zhefran jatuh." Hena menjauhkan tangan mungil Ali dengan kasar dari lengannya. Membuat Ali yang masih berumur 7 tahun itu terkejut dan mencibir.

"Bik! Bik Lastri!" Hena berteriak memanggil Lastri. Meninggalkan anak sulungnya yang hampir menangis.

"Mama jahat!" Ali menjatuhkan air matanya berlari ke kamarnya. Ali merasa semenjak kedatangan bayi yang disebut-sebut adiknya itu ia merasa tidak diperdulikan lagi. Selama hampir tiga tahun Ali diperlakukan seperti itu. Sehingga Ali meminta kepada sang ayah, Adam agar dirinya bisa belajar di luar negeri setelah ia berumur 10 tahun melanjutkan pendidikannya disana.

"Engga Zehan, kamu masih kecil. Mana bisa Papa biarin kamu disana sendiri."

"Pa, Zehan mohon. Zehan mau mandiri, Zehan mau jadi orang pintar." Hampir seminggu Zehan menangis dikamar agar permintaannya itu dikabulkan membuat Adam pasrah mengiyakan permintaan anak sulungnya itu. Namun dengan syarat Adam akan mengunjungi anaknya itu sebulan sekali. Sebenarnya Adam tau, bukan itu alasan Ali sebenarnya. Alasan Ali pergi dari rumah ini karena dia merasa tidak diperdulikan. Lagi pula, ada baiknya juga anak sulungnya belajar diluar negeri agar bisa memimpin perusahaannya nanti.

"Kamu gila ya Mas?! Ngirim anak umur sepuluh tahun ke Singapora sendirian!"

"Kamu yang gila!" Suara Adam tak kalah tinggi dari Hena.

"A-ku?"

"Itu semua karena kamu! Karena kamu Zehan mau meninggalkan rumah ini."

"Apa maksud kamu?"

"Anak itu!" Tunjuk Adam pada balita berumur 3 tahun itu yang berada di ranjang menatap mereka memegang mainannya dan sesekali mengigitnya.

"Gara anak itu, kamu melupakan anak sendiri! Membuat Zehan merasa sedih."

"Kalau kamu gamau Zehan pergi dari rumah ini, buang anak itu sekarang juga!"

Plaak

Hena menampar pipi suaminya itu. Tamparan Hena sangat kuat membuat Adam merasa pipinya sangat panas. Adam menatap Hena nanar meninggalkan wanita itu karena tidak ingin ia akan tersulut emosi lebih dan akan main tangan. Zhefran yang masih berumur 3 tahun itu mulai menangis seakan tau dua orang dewasa di hadapannya itu bertengkar karena dirinya. Hena terdiam beberapa detik di tempatnya setelah apa yang ia perbuat kepada suaminya. Sehingga tangisan Zhefran menjadi kuat membuat Hena tersadar dan memeluk balita itu. Hena menangis mencium pucuk kepala Zhefran berulang kali. Ia akan merelakan anaknya pergi dari rumah untuk Zhefran. Lagi pula Ali mengatakan ia ingin belajar agar menjadi mandiri bukan? Bukan karena dirinya sepenuhnya. Mana bisa Hena membuang anak yang berada di pelukannya ini.

Sepuluh BulanWhere stories live. Discover now