16. Sepuluh Bulan Terakhir.

3.2K 333 12
                                    

Setelah kejadian di kampus itu. Ali dan Prilly tidak sapaan selama seminggu. Lebih tepatnya Prilly yang menghindarkan dirinya dari Ali. Tidur lebih awal ketika Ali lembur bekerja. Dan berangkat kuliah lebih awal karena tidak ingin bertatap muka dengan lelaki itu. Prilly sebenarnya hanya tidak mengerti dengan Ali dan ingin menyindiri terlebih dahulu.

Sebenarnya bukan mereka tidak mengerti satu sama lain. Melainkan mereka tidak mengerti dengan diri sendiri. Sedangkan Ali sebenarnya ingin bertemu dengan Prilly tetapi wanita itu selalu menghindar. Ali tidak pernah melihat wanita manja itu akan mendiaminya selama seminggu. Bersusah payah Ali untuk menyesuaikan jadwal kerjanya agar bisa bertemu dengan Prilly. Tetapi wanita itu pandai untuk mengelak. Sekarang Ali bangun pagi buta menunggu di depan pintu kamar Prilly. Tetapi kenapa wanita itu tidak kunjung keluar? Apakah dia tidak pulang? Ali mulai khawatir lalu membuka pintu kamar Prilly tanpa permisi. Dilihatnya Prilly meringkuk memegangi perut.

"Ada apa denganmu?"

Prilly hanya menggeleng.

"Kamu sakit?"

Prilly lagi-lagi menggeleng. Membuat Ali frustasi, sudah jelas wanita itu seperti menahan sesuatu sambil memegangi perutnya.

"Jangan diami saya, saya tidak suka."

"Berisik!" Ujar Prilly seperti harimau ganas.

"Kamu masih marah sama saya?" Prilly pun berdiri mendorong Ali keluar karena Ali sangat menganggu dirinya.

"Prilly! Buka pintunya!"

"Pergi!"

Teriak Prilly dalam kamar membuat Ali untuk menyerah terlebih dahulu memberi Prilly sedikit waktu. Karena Ali berniatan untuk meminta maaf hari ini dengan Prilly ia meminta Nadia untuk mengurus beberapa pekerjaannya agar ia tidak masuk kantor hari ini.

Hari sudah menunjukkan jam 8 pagi tetapi Prilly belum keluar. Sedangkan Ali sudah sarapan menunggu di meja makan agar Prilly keluar. Tak lama kemudian Prilly keluar tanpa melihat Ali kemudian memasuki kamar kecil.

"Ali!"

Belum sampai dua menit Prilly di kamar kecil nama Ali sudah dipanggil. Ali pun menyusul Prilly bertanya kenapa wanita itu memanggil dirinya.

"Kenapa?" Tanya Ali tepat di luar pintu kamar kecil.

"Emm-"

"Boleh minta tolong ga?"

Ali tidak menjawab.

"Boleh ga nih?" Tanya Prilly nyolot dari dalam kamar mandi.

"Iya apa?"

"Belikan aku pembalut,"

"Apa?!"

"Kamu gila! Menyuruh saya membeli pembalut?!"

"Saya tidak mau!"

"Tolong dong Li, ga mungkin aku keluar ke swalayan. Nanti tembus,"

Jelas Prilly yang membuat Ali berpikir sebentar. Wanita ini apa sedang mengerjainya atau tidak? Kenapa harus membeli pembalut? Harga dirinya bisa jatuh kalau begini. Tetapi jika tidak dibelikan ia tidak ingin Prilly membelinya keluar sendiri dan menjadi pusat perhatian ditambah lagi mungkin Prilly akan bertambah marah dan mengutuk dirinya.

"Hmm baiklah." Ujar Ali pasrah yang membuat Prilly tersenyum lega.

"Cepetan ya! Aku tunggu disini." Pesan Prilly.

Ali pun dengan berat hati melangkahkan kaki keluar dari apartemen menuju swalayan yang berada di seberang gedung apartemennya. Ali memasuki deretan rak yang dipenuhi pembalut dan pempers itu. Ali terlihat bingung harus memilih yang mana karena ia lupa menanyakan apa yang biasa Prilly pakai. Ali tidak ingin berlama-lama karena beberapa orang yang lewat melihat dirinya seperti berbisik seraya menertawai Ali. Ali ambil semua merek dan jenis pembalut itu ke dalam keranjangnya. Membawa ke kasir sambil menahan malu namun berusaha tetap cool.

Sepuluh BulanWhere stories live. Discover now