34. Selamat Datang Kebahagiaan.

5.9K 420 38
                                    

"Mas hari ini aku mau lahiran.."

"Kamu gamau lihat anak kita?"

"Bangun Mas.." Prilly memposisikan tangan berurat Ali yang di infus itu diperutnya. Hampir sebulan Ali koma tapi belum juga ada perkembangan sama sekali.

Hari ini Prilly akan melakukan operasi sesar karena perutnya yang sangat besar membuat Dokter sedikit khawatir jika Prilly melahirkan dalam keadaan normal. Prilly menangis membawa tangan dingin Ali itu ke pipinya. Sesekali ia ciumi dengan berurai air mata. Hanya keajaiban Tuhan yang bisa Prilly harapkan untuk saat ini. Dokter pun mulai lelah karena Ali betah dalam keadaan kritis itu tidak ada perkembangan sama sekali.

"Sayang, nanti kita ketemu Papa lagi ya." Ujar Prilly membawa tangan Ali ke perutnya lagi. Bayi yang ada dalam perutnya menendang seakan tak sabar ingin keluar melihat dunia. Telunjuk Ali bergerak membuat Prilly sedikit kaget dan menatap kearah perutnya.

Ternyata itu hanya sekedar halusinasi nya. Tangan itu hanya kaku seperti biasanya. Prilly mencium kening Ali dengan hangat sebagai salam perpisahan sebelum ia masuk keruang operasi. Prilly di bantu oleh perawat dengan kursi dorong meninggalkan ruangan ICU. Sudah tiba waktunya ia akan menjalani operasi sesar. Sebelum memasuki ke ruangan operasi Prilly memeluk Hena.

"Maa, Prilly minta maaf ya kalau ada salah." Hena tidak dapat berkata-kata hanya dapat mengangguk dalam pelukan itu karena ia sudah menangis sedari tadi. Betapa sedihnya perasaan Hena ketika menantunya akan melahirkan sedangkan anaknya sedang dalam kritis yang seharusnya harus menemani menantunya itu lahiran. Hampir sebulan mereka bolak-balik dari rumah ke rumah sakit. Kadang mereka bergantian menjaga Ali.

"Prill.." Ujar Sanan lembut Prilly menoleh dengan senyuman. Dipeluknya adik ipar sekaligus teman baiknya itu.

"Lo wanita kuat Prill, pasti bisa." Prilly hanya mengangguk dalam senyuman. Sekarang beralih kepada Adam mertua yang sudah ia anggap sebagai ayah kandungnya sendiri itu.

"Papa salut sama kamu Prill.." Adam mengelus kepala Prilly dengan tatapan haru. Prilly tersenyum, Adam selalu memperlakukannya dengan baik.

"Zhefran, aku boleh minta tolong?"

"Iya Prilly?"

"Tolong jaga Mas Ali selama aku ada dalam ruang operasi."

"Pasti.." Zhefran mengangguk haru menatap kakak iparnya itu.

Prilly menoleh kepada perawat yang memberikan kode bahwa dirinya siap memasuku ruangan operasi. Prilly melambaikan tangannya ketika perawat itu mendorong kursi rodanya memasuki ruangan. Semuanya sangat sedih, tak tahan menahan tangisan. Hari ini seorang anak bertambah ke dalam keluarganya. Tentu saja mereka bahagia, tetapi kebahagian itu tidak terlalu nampak karena Ali dalam masa kritis.

~Sepuluh Bulan~

Sebulan kemudian, seorang wanita sedang menyusui bayinya dengan senyuman penuh bahagia. Sekali-kali bayi itu menggeliat membuat Prilly gemas tak tahan menciuminya berulang kali. Ketika bayi itu sudah cukup terlelap ia perlahan-lahan menaruh kembali bayi itu ke dalam box bayi. Ketika ingin keluar dari kamar matanya malah tertuju kepada sebuah foto lelaki tak berekspresi. Di usapnya foto lelaki itu dengan tangisan. Mengingat betapa ia mencintai lelaki itu. Sekarang sudah hampir sebulan ia melahirkan. Ia terima dengan ikhlas semua yang telah ia lalui ini. Walaupun lika-liku hidupnya tak pernah habis, ia tetap bersyukur.

"Sayang, Alana rewel. Dia sepertinya ingin susu." Lelaki itu mebawa bayi perempuan yang cantik dalam gendongannya. Bayi itu menangis, karena kehausan.

Prilly yang mendengar suara lelaki itu masuk ke kamar tiba-tiba segera menyeka air matanya. Lelaki itu mulai khawatir. Kenapa istrinya itu menangis? Apakah ia ada berbuat salah? Melukai perasaan istrinya sehingga menangis seperti itu? Pandangannya beralih ke sebuah foto yang membuat Prilly segera mengantung ke dinding kembali. Tak ingin bayi perempuannya itu menangis lebih lama ia ambil alih dari gendongan lelaki itu membawa ke ranjang untuk disusukan.

"Kenapa sayang? Kenapa menangis? Apa saya berbuat salah?" Prilly menatap lelaki itu malas menepuk-nepuk pantat anaknya pelan. Lelaki itu sangat cerewet sangat beda dengan dirinya dahulu.

"Iya kamu salah, kan udah aku bilang. Jangan panggil saya, panggil aku." Lelaki itu tersenyum manis mendekati istrinya itu.

"Saya masih butuh waktu untuk itu." Tidak ada lagi wajah tanpa ekspresi yang dapat Prilly lihat saat ini. Buktinya lelaki itu sedang tersenyum manis kepadanya. Semenjak Ali bangun dari koma. Ali sangat berubah, dia lebih cerewet dan mudah tersenyum. Hanya saja, bahasa formalnya tidak dapat diubah.

"Apa kamu tidak merasa nyaman karena bahasa yang saya gunakan?" Prilly menggeleng dengan senyuman manis. Tentu saja tidak, ia mencintai Ali apa adanya. Hanya saja kepala Prilly sedikit pusing dengan bahasa yang Ali gunakan. Namun Prilly tidak terlalu mempermasalahkan. Ia sudah mulai terbiasa. Toh, itu tidak bisa dijadikan tolak ukur untuk mencintai seseorang. Ali menatap ke arah dada Prilly yang sedikit terbuka karena sedang menyusukan Alana.

"Apa liat-liat?!" Canda Prilly menutupi dadanya itu dengan sebelah tangannya.

"Apa tidak boleh? Itu milikku!" Prilly melengkungkan senyumannya kebawah seakan mengejek Ali. Membuat Ali gemas dan mencium pipi Prilly sekilas.

"Ih kebiasaan deh!" Prilly memukul bahu Ali pelan.

"Aduuh, sakit. Jangan kasar," Ali berdrama seolah kesakitan membuat Prilly sedikit cemas takut jika Ali jatuh sakir lagi.

"Ya ampun Mas, maaf. Aku pukulnya tadi pelan kok." Ali malah cemberut membuat Prilly menepuk bibir suaminya itu.

Oeekk oeekk

Ali sontak kaget karena tangisan anaknya itu yang ada di dalam box bayi. Anaknya itu seakan tau mereka sedang berkumpul bersama dan seakan tak terima jika dirinya hanya di biarkan di dalam box bayi itu.

"My baby boy, Zehanalan. Kenapa menangis sayang?" Tanya Ali dengan gemas membawa bayi lelaki itu dalam gendongannya. Bayi itu tidak berhenti menangis padahal Ali berusaha menggoyangkan sedikit tubuhnya agar bayi itu merasa nyaman dan tidur kembali.

"Alan, mau mimik Nak? Tadi kan udah, sabar ya, Kak Alana lagi mimik sayang.." Ujar Prilly pada anaknya dengan bahasa yang menggemaskan. Namun Alan tak juga berhenti menangis. Membuat Prilly menoleh padaAlana untung saja bayi itu sudah tertidur. Lalu ditaruhnya bayi itu di ranjang. Dan membawa Alan dalam gendongannya memberinya asi. Ali bernafas lega.

Ternyata sangat melelahkan mempunyai anak kembar. Tetapi mereka sangat bahagia. Ali tak berhenti menatap Prilly dengan senyuman bahagia. Ia tidak menyangka, bahwa dirinya mengalami koma hampir sebulan. Terakhir kali yang ia ingat sedang menyetir pergi ke kampung. Ali tidak bisa membayangkan betap sedihnya keluarganya merawatnya selama sedang masa kritis. Terlebih Prilly, istrinya itu. Ia tidur dengan lelap sementara istrinya membutuhkan dirinya.

Keluarganya mengira ia tidak akan pernah kembali karena tidak ada harapan sama sekali yang membuat mereka pasrah, jika Ali pergi. Namun ternyata Tuhan berkata lain. Tepat saat Prilly masuk ke dalam ruang operasi itu ia sadar dari masa komanya. Keajaibaan itu membuat keduanya tak henti-hentinya bersyukur. Ia sangat beruntung memiliki Prilly, wanita itu adalah anugerah bagi dirinya. Wanita itu ternyata ibu yang baik bagi anak-anaknya, Prilly mengajak Alan berbicara dengan gemas. Membuat Ali bepikir seperti sedang mimpi melihat pemandangan ini. Tak pernah terbayangkan oleh Ali dulu, ia akan mendapatkan semua ini.



~Sepuluh Bulan~



Next part, let's see baby Alan dan Alan!


Diwajibkan untuk komen dan vote agar penulis senang!

Jika tidak senang maka penulis akan bermalas-malasan untuk update part selanjutnya.

Sepuluh BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang