Unsteady 3

63K 6.6K 840
                                    

"Fi, Gung,"

Kedua laki-laki itu menoleh, yang satu sedang makan dan yang satunya sedang menyalin PR milik Ares.

"Apaan Bro?" tanya Rafi, tangannya tidak berhenti menulis.

"Nanti malam lo berdua nginep di rumah gue ya."

Gerakan Rafi terhenti begitupun sendok Agung yang terhenti di udara. Keduanya mengernyitkan alisnya. Biasanya kalau Agung dan Rafi menumpang, Ares selalu mengusirnya tanpa perasaan.

"Kenapa lo?" tanya Rafi, mengetukkan pulpennya ke kening Ares "Rusak otak lo?"

Suasana kelas yang sedang hening membuat keduanya menunggu jawaban. Ares menepis tangan Rafi.

"Gue dapet pesanan melukis. Jadi, kayak biasa lo berdua harus nginep."

"Oh iya, gue lupa kalau lo melukis harus di temenin cogan kayak gue," Agung memasukkan sendok itu ke dalam mulutnya.

"Pesanan dari siapa Res? Lo kan kalau pasang tarif mahal amat."

Ares membuka botol minumannya dan menengguk hingga setengah. "Dari Antariksa, kakak kelas dulu."

"Dia minta dilukis gitu mukanya?"

"Bukan, dia minta wajah ceweknya dilukis. Namanya Aurora. Dia ulang tahun soalnya."

"Ah, gue ingat Antariksa yang matanya kayak mau keluar itu kan? Beuh. Si galak itu bisa romantis rupanya."

"ARES!"

Seseorang berteriak masuk ke dalam kelasnya. Ares menutup botol minumnya dan mengerutkan keningnya. Gadis pengganggu ini hobi sekali berteriak.

"Nih anak kalau jadu adik gue, gue lelepin dalam bak. Berisik amat." Kesal Agung sambil menatap Aira dengan mata menyipit.

Aira yang mendengarnya langsung melotot. Duduk disamping Ares dan mengambil sosis yang terletak di tempat makan Agung.

"Cabut lo berdua."

"Ih, siapa lo?" tanya Rafi masih menyalin PR geografi Ares.

"Gue?" Aira tertawa sambil mengibaskan rambutnya, membuat Ares menghindar "gue murid Ares. Ya kan Ares?"

Ares mengerutkan keningnya, membuka bukunya dan memilih diam.

"Ares! Gue manggil! Woi Ares!" Aira menggoyangkan tangannya.

"Gak. Gue berubah pikiran. Gue gak mau ngajarin lo." Kata Ares begitu tenang, matanya memperhatikan murid-murid yang mulai memasuki kelas.

"APUA?" tanya Aira kaget, Rafi dan Agung merasa geli sendiri dengan ekspresi itu.

Rafi menutup buku Ares dan menyerahkannya pada laki-laki yang duduk di depannya. Agung sudah selesai makan dan menutup tempat makannya.

"RES, LO SERIUS? 9 HARI LAGI RES! 9 HARI LAGI GUE WAR! WOI!" Aira kembali menggoyangkan lengan Ares dengan panik, yang ditanggapi dengan datar oleh laki-laki itu.

"Mulut lo, berisik."

"Res! Demi apa!"

"Demi sempak putri duyung, lo bisa gak goyangin tangan gue?!" seru Ares dengan kesal, menarik tangannya. "Duduk manis kek, susah amat!"

Aira tidak mendengar kapan bel berbunyi, ia hanya bisa bungkam ketika guru Bahasa Indonesia masuk. Ares bersikap biasa saja, tidak berperasaan membantalkannya secara sepihak padah ia sudah berjanji.

Jadi, ia mendendang tulang kering Ares dari samping. Dan yang membuatnya kesal, Ares bukannya mengaduh malah mengangkat sebelah alisnya.

"Lo nendang atau ngelus kaki gue?"

Unsteady Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang