Unsteady 44 - Akhir [Ending]

53.7K 5.5K 1.4K
                                    

And at some point,
everything need to be left alone,
even your past, even your pain.

***

Ada alasan mengapa Ares sering menutup matanya ketika sedang sedih ataupun emosi. Dan alasan itu adalah karena ia takut menghadapi masalah yang entah bisa ia selesaikan atau tidak dan juga ia takut tidak bisa mengontrol emosi yang meledak-ledak dalam dirinya.

Satu hal yang harus kau tahu, orang pendiam adalah orang yang mempunyai emosi yang paling mengerikan. Kau tahu kenapa? Karena emosinya tak terlihat. Kau tidak tahu kapan itu akan meledak.

Laki-laki itu meraba dada kirinya, menikmati deguban jantung itu dengan mata terpejam, mengikuti kecepatannya dalam diam ditengah keriuhan orang-orang asing ini.

"Capek?" suara perempuan yang lebut itu membuat mata Ares terbuka. Perempuan paruh baya itu tersenyum, menyodorkan cup kopi.

Ares menerimanya dalam diam.

"Kamu masih mau disini?" tanyanya sambil menyesap kopi itu. Tante Rima melirik Ares.

Ares mengalihkan pandangannya, menatap orang-orang yang sibuk. "It's hard to say that i dont wanna go. Like, something hold me. But, stay here and remember all the memories about me... make me... sick."

"Tante sebenarnya gak punya tujuan hidup." Perempuan itu menoleh sekilas sambil tertawa kecil. "Semenjak cerai, ya, tujuan hidup Tante sih Cuma bekerja. Tapi, sekarang, Tante mau Ares bahagia. Gimana pun keputusan kamu, entah kamu tiba-tiba berubah pikiran atau sesuatu mengganggu kamu, just tell me okey?"

Ares menampilkan segaris senyum tulus sambil mengangguk.

"Tante ke toilet dulu ya? Gak lama-lama, tenang aja."

Lalu selepas kepergian wanita itu, Ares termenung sambil menatap manusia-manusia asing yang berlalu lalang. Ares memasukkan kedua tangannya ke dalam saku dan tangan kanannya menggenggam handphone yang ada di sakunya.

Ares ragu, namun perlahan, ia mengeluarkan benda pipih itu.

Bolehkah Ares mengharapkan sesuatu yang sebenarnya amat berbeda dengan fakta yang ada?

Berharap misalnya tiba-tiba Aga menonjoknya di bandara dan mengatakan Lo mau kemana?

Atau..

Aira tiba-tiba berlarian, memeluknya.

Tapi apa tujuannya? Bukankah Ares yang memutuskan semua ini. Agar ia dan Aira putus. Agar mereka tidak saling menganggu lagi?

Bagaimana dengan sahabatnya? Bagaimana tiba-tiba kalau saja Agung dan Rafi marah padanya?

Dua menit termenung, Ares menghidupkan ponselnya. Mencari kontak seseorang dan mengetikkan sesuatu.

Ares : r u there?

Ares : Seandainya lo masih mau memperbaiki hubungan lo sama gue, datang ke bandara, keberangkatan gue 30 menit lagi.

Ares : Gue gak memaksa. Apapun itu, semua keputusan lo.

Ares : Karena setelah ini gue pergi dari sini, lo gak akan pernah bisa hubungi gue lagi.

Ares : You know, sometimes i'm tired of this. Disaat semua kenangan menyakitkan itu berputar tanpa henti menganggu dan mengusik hingga gue muak. Lalu, tiba-tiba aja kenangan itu mengambil alih diri gue secara perlahan tanpa gue sadari. Dan sampai akhir itu tiba, gue sadar.

Ares : Gue bukan diri gue lagi setelah apa yang terjadi.

Ares : Dan itu sebabnya gue memutuskan untuk pergi. Mencari hal baru yang membuat gue lupa akan masa lalu.

Unsteady Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang