Unsteady 13

37.2K 4.7K 218
                                    

Sebenarnya, semenjak harum masakan Ares memenuhi dapur, anak laki-laki yang tengah duduk sambil mengetuk-ngetukkan pensilnya ke dagu sudah tidak berkonsentrasi lagi. Membayangkan sup udang itu membuat perut kecilnya bergetar, pertanda bahwa ia harus mengisi bahan bakar untuk tubuhnya.

Ares membuka kulkas, mengambil botol berisi air dingin dan meminumnya. Matanya memandang ke arah Eza yang tengah melihat uap yang berasal dari sup yang sedang dimasak.

"Kenapa kamu?" Ares mematikan kompor, menuangkan sup itu ke mangkuk kaca.

"Aku laper lah,"

Ares hanya tertawa kecil lalu meletakkan mangkuk kaca itu dengan hati-hati. Matanya melirik buku gambar Eza, "Kamu lagi gambar Eca?"

Eza mengangguk ragu, "I'm just missing her sometimes."

"Emangnya dia kemana?" Ares mengambil nasi dari rice cooker dan meletakkannya di atas meja.

"Ke tempat Nenek. Dia lagi sakit soalnya, jadi Eca merengek mau nemenin," Eza menatap sceetch book miliknya.

Setelah meletakkan nasi, Ares berdiri di belakang Eza, sedikit menundukkan kepalanya agar lebih jelas melihat gambar Eza. "Ba-" Ares mengerutkan keningnya ketika mendengar suara ketukan pintu rumahnya.

Siapa yang mengetuk pintu ketika ada bel persis disamping pintu?!

Dan ketukan itu makin lama makin kuat, seolah ada rentenir yang siap mendrobak pintu dengan tak sabar. Ares memejamkan matanya, ia menepuk bahu Eza sebentar. "Sebentar."

Ares segera berdiri, melangkahkan kakinya menuju pintu, dan semakin jengkel ketika suara gedoran itu menjadi dobrakan. Ia memutar kunci pintu, dan menarik handle dan berjingkat saatu ada sebuah kepala tiba-tiba menyembul.

"Halo Ares," ucap Aira dengan senyum cerahnya.

Ares menatapnya geram. "Kayak hantu lo!"

"Bodo." Perempuan itu akhirnya berdiri tegak dan Ares membuka pintu semakin lebar.

Di luar hujan deras dan perempuan di depannya sedikit kehujanan. Bajunya yang berwarna biru dongker sedikit basah begitupun rambutnya. Ares mengangkat sebelah alisnya sambil bersandar pada pintu.

Belum sempat Ares bertanya, Aira membuka tas ranselnya dan mengeluarkan sebuah buku lalu menyodorkannya pada Ares. "Buku lo ketinggalan."

Ares ingin mengambilnya namun Aira malah menyembunyikannya di balik punggungnya. Tangan kanan gadis itu mengelus perut ratanya dan menatap Ares dengan sendu.

"Sudikan Ares yang baik hati membagi sedikit makanannya pada bidadari yang cantik ini?" Aira mengedipkan matanya dengan polos.

Ares menatapnya tidak percaya.

"Bidadari ini sudah tidak makan selama dua bulan, kasihanilah, Res. Bidadari ini tidak banyak makan, cukup dua gelas teh hanget dan astaga!" Mata Aira melotot, hidupnya bergerak-gerak "Sama semangkuk sup dan nasi!"

Ares menggelengkan kepalanya, "Standar kecantikan bidadari zaman sekarang menurun drastis."

"Aduh perut gue sakit!!!" Aira refleks membungkuk, memegang perutnya "Aduh, aduh, aduh," katanya lagi menarik perhatian Ares.

Laki-laki itu masih terdiam, "Bidadari bisa kelaparan ternyata." Kali ini Ares menyingkir dari ambang pintu dan memberi jalan Aira untuk masuk.

Dan baru saja selangkah Aira masuk ke dalam rumah Ares, seseorang membuatnya melotot. Aira menjilati bibirnya dengan marah.

"Wow, ada fetus." Decak bocah laki-laki yang tiba-tiba datang dan berdiri di depan Aira.

"EMPAT PULUH RIBU GUE BELUM LO BALIKIN!"

Unsteady Where stories live. Discover now