Unsteady 39

35.5K 5.3K 1.1K
                                    

"Argh, sialan, ulangan mulu. Stres gue."

Aira mengeluh, memasukkan buku-bukunya ke dalam tas berwarna hitamnya. Lalu menarik buku geografi dan meletakkannya di atas meja.

Ares melirik Aira, mengacak pelan rambut gadis itu lalu kembali berfokus pada pensilnya. Tadi pelajaran terakhir adalah sejarah, namun gurunya itu keluar dari ruangan 15 menit sebelum bel pergantian pelajaran berbunyi.

"Res pinjem penghapus, pensil, pulpen sama correction pen dong." Ucap Rafi dari meja sebrang. Ares mengerutkan keningnya.

"Minjem atau merampok?" sela Aira dengan ketus.

Rafi menyipitkan matanya. "Yee, apaan sih lo ikut campur aja sama hubungan pertemanan kita. Berisik lo ah."

Aira mendengus.

Ares menarik tasnya dari belakang dan memberikannya pada Rafi. "Cari aja sendiri di tas gue."

Tanpa mengucapkan apapun lagi, Rafi menerima tas itu dan kembali duduk di mejanya. Tangannya sibuk mencari benda-benda yang di butuhkan.

"Ngomong-ngomong Res, sekarang lo tinggal dimana?" tanya Aira tanpa menoleh.

"Di rumah Aga," laki-laki itu terdiam sebentar, lalu melanjutkan. "tapi gak tau sampe kapan."

Aira mengangguk mengerti. Setidaknya ia tahu kemana harus mencari Ares jika ada sesuatu yang darurat, entah tiba-tiba dia rindu atau semacamnya.

"Res, kok ada remot sih di tas lo?" tanya Rafi sambil mengangkat tangan kanannya yang menggenggam sebuah remot TV. Keningnya berkerut dengan mata menyipit.

Refleks Ares terkekeh. "Ah itu, Eza akhir-akhir ini sering nonton film yang membuat otaknya semakin berkembang dengan pesan. Gila gak sih bocah umur segitu mengomentari perkembangan dunia setelah dia nonton film National Geographic?"

"What? Tonton bocah ember itu National Geographic?" Agung menyela dengan mata melebar. "Adek gue udah SMP tontonannya Ipin-Upin."

"Upin-Ipin kali, Gung."

"Lo bertiga tau gak film Intersteller?" tanya Ares dengan serius.

Ketiganya mengangguk serentak.

"Nah Eza lagi sibuk sekarang meneliti dimensi 5 waktu."

"Anjay ini bocah titisan Albert Einsten." Komentar Rafi dengan geleng-geleng takjub.

Ares terkekeh. "Dan dia juga mengubungkan dimensi 5 waktu itu dengan teori relativitas Albert Einstein."

"Gila?"

"What-"

"Eza kalau di jual di pasar gelap laku gak ya?" tanya Aira sambil berpikir.

Ares terkekeh. "Makanya sekarang gue pegang remot TV biar dia gak nonton film yang membuat otaknya itu terlalu dewasa. Yang bikin gue males liat Eza, dia selalu minta gue ajarin dia."

"Lah emang kenapa?" Agung bertanya, biasanya Ares selalu antusias jika ditanya oleh Eza. Mereka kan sama-sama pintar.

"Kan gue anak IPS."

"Ah iya, gue lupa. Ngakak dah gue sama tuh bocah."

Rafi mengembalikan tas Ares lagi setelah mendapatkan barang-barang yang ia butuhkan.

"Ckckck," Aira berdecak. "Makin beringas aja pemikiran bocah ini." Komentarnya sambil menggelengkan kepalanya.

Ares tertawa kecil

***

Sore hari ketika pulang sekolah, Ares mendapati Eza tengah tertidur di sofa. Laki-laki itu melirik ke arah meja kaca yang berserakan oleh buku-buku Eza. Tidak ingin membangunkan, Ares bergegas ke kamar dan berganti baju.

Unsteady Where stories live. Discover now