Unsteady 6

51.2K 6.2K 452
                                    

Sebenarnya, sejak satu jam setengah tadi, Ares ingin sekali melihat apa isi kepala gadis yang sedang melihat ulang soal yang Ares beri. Wajahnya terlihat takut-takut untuk menatap Ares yang sedang memperhatikannya dengan tajam.

Mereka berdua sedang berada di rumah Aira, menepati janjinya untuk mengajari cewek itu agar bisa mengikuti olimpiade ekonomi yang tinggal satu minggu lagi. Ares sedikit ragu apakah Aira bisa atau tidak, apalagi melihat gadis itu yang tidak tahu apa-apa.

Ares bisa saja mengajarkan semua yang ia tahu pada gadis itu, semua, tanpa terkecuali. Hanya satu masalahnya, apakah Aira bisa menangkapnya atau tidak. Itu saja.

Ruang TV itu lenggang dan hanya terdengar helaan napas kasar Ares. Perempuan yang sedang duduk di lantai keramin dengan kedua tangan terlipat di meja kaca itu terlihat gelagapan.

"Kurva Lorenz menjauhi garis horizontal," katanya buru-buru.

Ares memejamkan matanya sejenak, mengambil bantal sofa dan menutupi wajahnya dengan bantal.

"Ih, Ares. Gue bener kan?" tanya Aira dengan bingung karena melihat respon Ares.

Ares meletakkan bantal sofa itu ke sampingnya dan menarik kertas itu. Laki-laki itu menggambar sesuatu menggunakan pensilnya.

"Ini garis diagonal," ucap Ares dengan sabar, "Ibarat sebuah garis yang menjadi patokan distribusi pemerataan penduduk yang semakin merata. Dan kalau gue gambarkan kurva yang mendekat ke garis ini, maka garis akan menunjukkan apa?"

Aira terus menatap pensil yang Ares gunakan untuk mempertebal garis kurva yang ia gambar, perempuan itu mengerutkan keningnya dan beralih melihat Ares.

"Ya menunjukkan apa?" tanyanya begitu polos.

Rasanya, ingin sekali Ares berkata kasar.

"Garis diagonal itu garis yang ibaratnya kayak garis yang menunjukkan distribusi pendapatan pada masyarakat suatu negara yang merata. Dan kurva ini," Ares mengambil pensil itu lagi dan mempertebal garis kurva itu. "Semakin garis kurva mendekat ke garis diagonal maka semakin merata lah distribusi pendapatan masyarakat pada negara itu. Dan kalau garis kurva ini digambarkan menjauh maka menandakan ketidakmerataan pendapatan masyarakat."

Mata Aira berkedip beberapa kali. Kalau dilihat-lihat, Ares ini begitu pintar, cocok jadi guru, tapi sayangnya ia sama sekali tidak sabar. Cepat sekali ingin marah kalau Aira tidak mengerti.

"Gatel ya garis kurvanya suka dekat-dekat sama garis diagonal." cengir Aira.

Ares menggebrak meja, "Ngerti gak, lo?!" tanyanya dengan kesabaran yang sudah menipis.

"Iya. Ngerti. Kalau garis kurvanya dekat sama diagonal berarti distribusi pendapatan semakin meratakan kan?" tanya Aira ragu-ragu. Takut kalau laki-laki itu kembali mengamuk.

Ares mengangguk kecil. "Iya."

"Udah dong Res, gue gak ngerti, puyeng nih gue. Liat nih Res," kata Aira sambil menunjuk kepalanya "Otak gue kebakar dengar omongan lo."

Ares melirik jam tangannya, mengangkat sebelah alisnya. "Lima belas menit lagi sebelum sampai jam 5."

Perempuan dengan rambut sebahu itu langsung meletakkan kepalanya di atas meja. Menghela napas panjang sambil memperhatikan cowok yang menulis sesuatu di kertas soal-soal tersebut.

"Lo tau gak cara menghitung GDP?" tanya Ares tanpa mengalihkan pandangannya dari kertas yang ia pegang.

"Gak. Gue cuma bisa menghitung uang kas bulanan gue." Jawab Aira dengan cuek. Ia sedikit heran mengapa Ares nampak sedikit memaksanya untuk mengerti apa yang cowok itu ajarkan.

Unsteady Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang