Unsteady 41

28.1K 4.8K 347
                                    

Dua hari ini, Ares tidak tahu apa yang salah dengan dirinya. Marahnya belum padam, kecewanya belum selesai dan emosinya masih bermain. Selama itu pula ia mengurung diri di kamar dalam diam. Tidak tahu harus berbuat apa.

Suara ketukan pelan itu membuat laki-laki yang tengah duduk di pinggir tempat tidurnya menoleh, melihat handle pintu yang memang sengaja tidak ia kunci tiba-tiba bergerak. Lalu kemudian pintu terbuka, seorang perempuan dengan senyum manisnya yang mengingatkan Ares pada Mama tiba-tiba saja masuk, menutup pintu dan berjalan ke arahnya.

Tangan halus perempuan itu mengusap pipi Ares, menatapnya dengan sorot mata mengerti , ia kemudian duduk di sebelah Ares mengusap tangan laki-laki itu.

"Kenapa gak kasih tau Tante kalau Aga itu udah pake narkoba?" tanyanya pelan dengan nada tidak memaksa.

"Aku pikir aku bisa jaga dia." Ares menunduk.

"Tante gak bisa bayangin seberapa kecewa Papa kamu, Res, kalau dia tau Aga pakai itu,"

Ares mengangguk pelan, ia pun tidak bisa membayangkan betapa Papa kecewa padanya yang gagal menjaga adiknya.

"Tapi itu bukan salah kamu juga." Perempuan itu mengusap bahu Ares, "Itu bukan salah siapa-siapa. Kamu Cuma remaja yang berusaha jaga adik kamu, Res. Tante tau kamu menjaganya, kemarin Tante dengar dari Agung kamu juga masukkan dia ke tempat rehab kan? Itu artinya kamu udah berusaha. Kalau masalah dia suicidal, itu emang keputusan dia."

Suasana malam itu begitu hening, membungkus Ares dalam sepi yang dipecahkan oleh Tantenya,

"Tante bakalan pindah ke sini, Tante bakalan rawat kamu,"

"Om Ir-"

"Tante udah cerai," kata perempuan itu tersenyum tipis. "Kamu istirahat ya, Res. Kamu capek 'kan?"

Ares mengangguk kaku. Perempuan itu berdiri, sekali lagi mengusap pipi Ares. Rasanya mirip sekali dengan Mama.

Ketika perempuan itu akan membuka pintu, suara Ares menghentikkannya.

"Tante pindah kemari?" tanyanya dengan tatapan yang dalam.

"Iya, Res." Lalu setelahnya perempuan itu lagi-lagi tersenyum.

"Gimana kalau Ares aja yang pindah ke tempat Tante?"

***

Saat Ares menjejakkan kakinya di lantai, laki-laki itu tertegun melihat orang-orang yang di kenalnya tengah berada persis di depan TV dengan karpet tergelar. Ares memasukkan tangannya ke dalam jaket, lalu bergerak lambat ke sana.

Ada Rafi dan Agung yang terlentang di karpet dengan Eza yang berbaring ditengah, lalu Aira yang berbaring di sofa dengan selimut yang jatuh sampai ke perut. Semuanya tertidur nyenyak, nampak tidak terganggu.

Televisi masih hidup menampilkan film Geo Storm, Ares mengambil remot yang terletak di atas meja kaca itu dan mematikan Tv. Laki-laki itu menghela napas, memperbaiki selimut Aira lalu memperhatikan ketiga temannya yang tertidur di karpet.

"Bang Raf, Eza liat Bang Ares." Suara itu membuat Ares tertawa kecil melihat Eza yang tengah mengigau dan menepuk-nepuk bahu Rafi.

"Berisik!" balas Rafi setengah sadar.

Lalu kemudian hening.

Ares tidak tahu kalau semua temannya menginap dirumahnya. Entahlah, rasanya aneh melihat mereka semua disini. Seolah mengingatkan Ares bahwa laki-laki itu tidak sendirian. Ares memasukkan kedua tangannya ke dalam saku, lalu kemudian melangkah.

"Ares?"

Ares menoleh, melihat Aira dengan wajah ngantuknya tengah bergelung dalam selimut sambil tersenyum.

Unsteady Where stories live. Discover now