Unsteady 31

37.5K 5.4K 650
                                    

"Satu..." kata Aira dengan ragu sambil memegang kedua bola basket itu, ia menatap ring sekali lagi, dengan bibir berkedut cemas. Ia menurunkan bolanya, memeluk bola itu, lalu menatap guru olahraga itu dengan memelas. "Pak, saya gak pandai main basket, saya takut."

Guru olahraga itu bersedekap dada. "Percayalah, kita hanya boleh takut pada Tuhan, Nak."

"Pak! Saya serius!" Aira mendelik dengan bibir sedikit terbuka karena kesal. "Saya ngerjain tugas aja ya Pak," katanya dengan nada merayu.

"Tidak."

"Pak..."

"Lempar bolanya, biar saya nilai." Kata Guru olahraga itu dengan mata melotot. Dia sudah bersiap untuk memegang pulpen dan daftar nilai.

Ares menggelengkan kepalanya sambil tersenyum tipis. Laki-laki itu tengah duduk beberapa meter dari lapangan basket sambil memperhatikan Aira dari jauh. Disampingnya, Rafi dan Agung tengah bermain game.

Anak laki-laki bermain basket di tempat yang terpisah, namun karena guru olahraga itu tengah sibuk memperhatikan siswi perempuan, maka mereka hanya duduk di pinggir lapangan. Dua siswa tengah asik mendribble dan memperebutkan bola. Beberapa duduk berkumpul bermain game.

Setelah bersandar pada Agung selama hampir 15 menit, Rafi akhirnya duduk tegak dan memperhatikan anak cewek yang tengah praktek olahraga.

"Gue heran, ini cewek-cewek di kelas kenapa lemah banget sih kalau disuruh main basket?" komentar Rafi sambil mematikan handphonenya.

"Hm?" Ares mengangkat sebelah alisnya.

"Iya, contohnya si Aira. Liat," Rafi menunjuk Aira dengan tatapan menilai. "Nih cewek lemah banget."

"Berisik lo." Balas Ares sambil menurunkan tangan Rafi yang tengah menunjuk Aira.

"Anjir, cewek lo ngelempar bola aja gak tamat. Gila, woi, kepala Pak Wawan kena lemparan maut Aira."

Ares tertawa kecil melihat kejadian itu, laki-laki itu menggelengkan kepalanya. Rafi heboh memfoto kejadian itu sedangkan Agung dan tergelak.

Aira terlihat tengah kelimpungan mengambil bola dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ares tersenyum tipis ketika tatapan mereka bertemu, apalagi ketika pipi gadis itu bersemu merah karena malu.

"Apasih yang lo lihat dari dia Res?" Rafi menoleh, membuka kaos olahraganya dan menyisakan kaos oblong berwarna hitam.

Ares mengangkat kedua bahunya. "Ngga tau."

"Ah gak ada poin plusnya berarti!"

Sama halnya dengan Eza, pertanyaan Rafi membuat Ares mengerutkan kening. Dua detik di perhatikannya dari jauh gadis yang tengah berusaha melempar bola basket itu masuk ke dalam ring namun gagal untuk ke sekian kalinya. Belum lagi wajah lucunya ketika guru olahraga itu memarahinya.

Lalu Ares menoleh, melihat Rafi yang tengah memperhatikan anak perempuan itu.

"She just stood there and laughed and i didn't know how, that time every colour in my world turned bright."

***

"Gue tuh kesel tau gak!" Aira membanting pakaian olahraganya di atas meja. Ares yang tengah membaca buku langsung mendongak, mengangkat sebelah alisnya.

"Lo kenapa?" tanya Ares sambil menutup bukunya, ia mengambil baju yang Aira banting tadi dan meletakkannya di laci. "Lo cabut tadi ya?"

"Hm," Aira duduk disamping Ares, menghela napas keras-keras. "Iya. Gue diajakin sama Tasya, nah itu mereka,"

Unsteady Where stories live. Discover now