10

31.2K 2.1K 16
                                    


Voment please!!!

Happy reading,

Didalam kamar Dave tersenyum mengingat kejadian barusan, ia gemas melihat Vella cemberut dan spontan menciumnya. Apa yang terjadi padanya? Kenapa ia begitu berani mencium Vella? Apa ia jatuh hati padanya? Entahlah! Hanya saja Dave merasa nyaman setiap berdekatan dengan Vella, dadanya berdentam keras ketika mata mereka beradu pandang, merasa gelisah jika sebentar saja tak melihat gadis itu. Apa itu tanda-tanda jatuh cinta? Bagaimana dengan Vella, apa ia juga punya perasaan yang sama? Atau jangan-jangan Vella sudah punya kekasih.

Tidak tidak, Vella tak boleh punya kekasih! Vella hanya miliknya!

"Arman!!!"

Dave tergeragap, orang yang sedang mengisi lamunannya memanggilnya, mengetuk pintu kamarnya dan dan saat ini tengah berdiri didepan daun pintu yang tertutup.

"Y...Ya, sebentar!!" Dave menekan rasa gugup yang tiba-tiba menyerangnya, setelah menenangkan diri ia memutar kenop pintu dan membukanya, mendapati Vella yang berdiri kaku, "ada apa Vel?"

Vella tak menjawab, ia mendorong kursi roda Dave menuju dapur dan membuka pintu membawa Dave kebagian dibelakang rumah. Dave ternganga, pemandangan indah terpampang dihadapannya. Halamannya sangat luas dan ditumbuhi rumput-rumput halus yang lembut, ada pagar bambu yang membatasi dengan sungai jernih dibagian bawahnya. Gemericik air sungai yang beradu dengan batu-batu besar bertebaran dipermukaan menggema seperti irama musik. Disebelah sungai menjulang sebuah bukit kecil ditumbuhi pohon pinus. Hijaunya daun pinus berpadu dengan warna coklat buahnya yang telah tua membius mata yang melihatnya. Pantas Vella suka berdiam diri ditempat ini, disini sungguh menenangkan.

Vella membantu Dave bangkit dari kursi roda dan menuntunnya mendekati pagar bambu, "kau bisa berlatih berjalan disini." Vella berjongkok membuka sandal jepit yang terpasang dikaki Dave, membiarkan telapak kaki pria itu bersentuhan dengan rumput lembut dibawah kakinya.

Dave menurut, ia menggerakkan kakinya perlahan menyusuri pagar bambu yang tertancap kokoh. Ia seperti bayi yang baru belajar berjalan, bergerak perlahan dengan berpegangan pada pagar. Nafasnya tersengal dan keringat mengucur membasahi keningnya. Bagi orang lain mungkin terlihat gampang, tapi bagi Dave ia harus mengerahkan tenaganya untuk mengangkat sebelah kakinya dan beralih mengangkat kaki yang satunya.

Vella mendekat, "Capek?" Dave mengangguk, "istrirahat dulu."

Dave duduk berselonjor dan menyandarkan tubuhnya dipagar bambu, telinganya menikmati gemericik air sungai dibelakangnya ditingkahi gemerisik daun pinus dan suara binatang hutan. Vella duduk bersila didekat kaki Dave dan memijat kakinya perlahan.Sejenak tubuh Dave menegang, merasakan getaran aneh yang menjalar dari jemari lentik yang menyentuh kulit kakinya. Detik berikutnya Dave berusaha santai dan menikmati nyamannya pijatan Vella namun matanya tak beralih dari wajah Vella yang serius dengan kegiatannya.

"Sudah enakan?" Vella mendongak lalu mengangkat tubuh dan pindah duduk kesebelah Dave.

Dave kembali mengangguk, "thanks," ucapnya pendek dan merebahkan diri dipangkuan Vella. Gadis itu terkejut, matanya membulat dan mulut ternganga dengan tingkah Dave. Sang pelaku hanya cuek dan menggerakkan kepala mencari posisi nyaman, ia menekuk kakinya dan tangan menyilang didada kemudian memejamkan mata, "suasana tenang begini membuatku mengantuk." Dave membuka mata perlahan dan mengangkat tubuh mengecup bibir Vella kemudian kembali tidur.

Dada Vella berdegup kencang dan darahnya berdesir, dua kali Dave mencuri ciumannya, ada rasa aneh yang menjalar disekujur tubuhnya dan tanpa sadar ia menahan nafas. Vella memejamkan mata menetralisir detak jantungnya yang memompa terlalu kuat. Setelah tenang Vella membuka dan menghembuskan udara perlahan. Ia menunduk menatap wajah super tampan yang saat ini terbaring dipangkuannya.

Sekeras apapun Vella menolak ia luluh juga, pesona Dave terlalu kuat untuk diabaikan. Alisnya tebal dan lentik mirip perempuan dengan mata tajam mempesona, rahangnya tegas, hidung mancung dan bibir tipis kemerahan mungkin karena Dave tak merokok dan minum alkohol. Jika dinovelnya Vella sering menggambarkan sosok pria tampan bak Adonis, didunia nyata semua itu ditemukan pada sosok Dave.

Bagai sebuah fila yang diputar Vella mengingat semua tindak tanduk Dave selama bersamanya. Dave yang mempesona, Dave yang sering tersenyum dan tertawa, Dave yang suka mengerling jahil kearahnya dan akhir-akhir ini sering menggodanya sampai ia merona. Dave yang merajuk jika permintaannya tak dipenuhi, Dave yang suka memuji setiap menyantap masakan Vella. Dave yang menciumnya tiba-tiba.

Vella berharap ini takkan pernah berakhir, tak bisa dipungkiri ia bahagia dengan keadaan ini.Namun ia menyadari semua ini ada batas waktunya, semua akan berakhir ketika Dave bisa mengingat kembali.Vella menghela nafas berat, salahkah jika ia berharap Dave begini selamanya? Berdosakah jika ia memohon Dave tak bisa mengingat masa lalunya? Berdosakah jika ia meminta hati Dave hanya untuk dirinya?

"Vella!"

"Hm," Vella menunduk menatap Dave yang masih terpejam, "Jika ingatanku pulih nanti, masih bisakah kita seperti ini?" Mata Dave perlahan terbuka, mutiara berkilau itu beradu pandang dengan manik coklat Vella, sejenak mereka bertahan memaku tatapan sebelum Vella mengalah dan mengalihkan arah matanya.

"Kurasa tidak," sahut Vella pendek dengan suara bergetar, menahan air mata yang tiba-tiba lancang hendak turun.

Tiba-tiba pembicaraannya dengan Toni ditelpon tadi pagi melintas diingatan Vella, "kondisi perusahaan kian mengkhawatirkan Vella, Claudia dan Diki tak cakap mengurus perusahaan sebesar itu. Kuharap ingatan Pak Dave pulih secepatnya, perusahaan butuh dia."

Harapan Toni itu kian memupuskan asa Vella.

***

GIVE ME YOUR HEARTWhere stories live. Discover now