20

34.3K 2K 9
                                    


"Masuk!"

Dave mendongak mengalihkan pandangan dari dokument yang dibacanya dan mendapati Toni meloloskan tubuhnya dari pintu, "Ada apa Toni?"

"Maaf pak, hasil tes DNAnya sudah keluar dan saya sudah mengambilnya dari rumah sakit," Toni menghempaskan bokongnya dikursi berhadapan dengan sang bos.

"Bagaimana hasilnya?"

"Positif pak, ia memang anak pasangan itu, namanya Bagus setiawan dan saat ini kedua orang tuanya sudah ada disini."

"Suruh mereka masuk."

"Baiklah pak," Toni bangkit dan keluar dari ruangan, tak lama ia kembali bersama sepasang suami istri dan seorang pemuda, "silahkan duduk," Toni mempersilahkan ketiga orang itu duduk disofa dan menoleh kearah Dave, "Pak Dave ini orang tua Bagus Setiawan dan ini adiknya Rudi Anggono." Toni memperkenalkan ketiga orang itu pada Dave.

"Saya Dave," Dave menjabat tangan ketiganya dan duduk berhadapan dengan mereka, "apa kalian punya foto Bagus?"

"Tentu," Ayah Bagus mengeluarkan selembar foto dari saku kemejanya dan menyerahkan pada Dave.

Dave memandangi wajah orang dalam foto itu dan ia yakin seratus persen itu orang yang tak sengaja tertabrak oleh Robin dimalam kecelakaan itu. Pria naas yang ikut terbakar bersama Robin sopirnya.

Dave menarik nafas panjang dan menghembuskan perlahan, otaknya mencari kata-kata yang tepat untuk disampaikan ke orang tua Bagus.

"Sebelumnya saya minta maaf yang sebesar-besarnya anak anda menjadi korban dalam kecelakaan itu, sebenarnya mobil kami tak sengaja menabrak Bagus yang tiba-tiba menyeberang dan ia pingsan. Jadi saya dan Robin berinisiatif membawanya kerumah sakit tapi sayang kami mengalami kecelakaan dan mobilnya terbakar dalam jurang. Saya tak sempat menyelamatkan keduanya dan beberapa bulan saya mengalami amnesia. Setelah ingatan saya pulih saya menyuruh asisten saya mencari tahu siapa orang itu dan ternyata anak kalian. Saya sungguh menyesal dan berduka pak, buk." Ucap Dave penuh penyesalan, matanya berkaca-kaca.

"Ini bukan kesalahan anda pak, mungkin sudah takdir anak saya meninggal dengan tragis. Hari itu ia berangkat kerja dan sampai malam tak pulang-pulang, kami khawatir karena ia menghilang berbulan-bulan dan ternyata sudah menjadi kerangka. Tapi kami bersyukur akhirnya kami mendapat titik terang keberadaannya, setidaknya kami sudah tahu dimana ia berada sekarang dan kami bisa berziarah kemakamnya," kata Ayah Bagus.

"Bagus anak yang baik dan bertanggung jawab, ia membantu ayahnya membiayai kehidupan kami tapi sayang umurnya pendek, tuhan terlalu cepat mengambilnya," Ibu Bagus terisak dan ditenangkan oleh Rudi adiknya Bagus.

"Maafkan saya bu, maafkan saya ini semua gara-gara saya," Dave kian merasa bersalah, ia merasa gara-gara dia Bagus meninggal padahal semua sudah takdir dari yang kuasa.

"Tidak apa-apa Pak, kami tidak menyalahkan bapak atas semua ini jadi jangan merasa bersalah seperti itu."

Dave mengangguk pelan, "Baiklah, Rudi kuliah atau sudah bekerja?" Dave mengalihkan pembicaraan, ia mengawasi Rudi yang duduk tepat dihadapannya, sekilas ia mirip Bagus meski posturnya sedikit lebih kecil dari almarhum abangnya.

"Saya baru lulus kuliah Pak dan saat ini sedang melamar kerja dibeberapa perusahaan." Rudi menjawab sopan seraya menundukkan tubuhnya hormat.

"Kalau begitu Rudi bekerja disini saja," Dave menoleh ke arah Toni, "Ton, carikan posisi yang pas untuk Rudi."

Toni mengangguk patuh, "Baiklah pak, akan saya laksanakan perintah bapak."

"Terimakasih pak Dave, terima kasih." Rudi tersenyum bahagia, ia memeluk kedua orang tuanya meluapkan kegembiraannya. Dave ikut tersenyum melihatnya, setidaknya melihat kegembiraan diwajah keluarga Bagus sedikit mengurang rasa bersalahnya.

Dave beranjak ke meja kerjanya dan mengambil sebuah amplop disana, "Ini ada sedikit tanda berduka cita dari saya, tolong diterima," Dave meletakkan amplop itu digenggaman ayah Rudi.

"Tidak usah pak, bapak menerima Rudi bekerja disini saja sudah membuat kami bahagia, itu sudah cukup," tolak ayah Rudi halus, ia menyodorkan kembali amplop itu kearah Dave.

"Jangan membuat saya merasa tambah bersalah pak, jangan ditolak ini tak seberapa dibandingkan kalian yang kehilangan Bagus."

"Terima kasih Pak Dave, ternyata apa yang dikatakan orang-orang tentang anda itu salah ya pak, mereka bilang bapak itu orang yang kejam dan tak punya rasa kasihan. Semua itu tak terbukti, anda orang yang sangat baik dan ramah," puji ayah Rudi dengan senyum ramah dibibirnya.

Dave tersipu, ia mengelus tengkuknya sekilas, "Apa yang mereka katakan tak salah pak, dulu saya memang seperti itu sebelum kecelakaan itu terjadi. Ada seseorang yang telah merubah prilaku buruk saya sehingga saya sadar kalau sikap saya selama ini buruk dan menyakitkan banyak orang."

Jeda sejenak, "tampaknya orang itu sangat istimewa ya," lanjut ibu Rudi membuat Dave kian tersipu, ia menunduk dengan muka memerah membuat semua yang ada disana tertawa.

Tak lama ketiganya pamit pulang dan diantar oleh Toni keparkiran, ketiganya pulang kerumah diantar mobil kantor atas perintah Dave.

"Siapa seseorang itu? Apa saya mengenalnya pak?" tanya Toni begitu kembali masuk keruangan Dave, semenjak identitas Dave terbongkar Toni sedikit lebih berani terhadap bosnya.

Dave yang sedang berdiri menghadap jendela kaca besar ruangannya menoleh, ia mendapati Toni telah mendaratkan bokongnya disofa , "maksudmu?"

"Seseorang yang berhasil mengubah sifat burukmu, siapa dia? Apa dia seorang gadis?" Toni menaikkan turunkan alisnya menggoda.

"Kau menebaknya dengan benar Toni, dan kau pasti tau siapa dia."

Mata Toni membola, ia terkejut dan tak menyangka Dave bisa membuka hati secepat itu. Dan Toni bisa menduga siapa gadis yang berhasil mengisi kekosongan hati bosnya itu setelah dikecewakan Claudia.

"Vella? Benarkan?" tebaknya lagi dan ia tersenyum puas melihat kepala Dave bergerak naik turun dengan mantap, "kenapa anda tak menemuinya?"

Dave menggeleng, "aku sangat ingin menemuinya Toni, aku merindukannya tapi aku belum bisa." Ungkap Dave jujur.

Toni bangkit dan menghampiri Dave berdiri tepat dihadapannya, "kenapa? Anda tinggal datang kerumahnya dan menemuinya, gampang kan? Anda masih ingat rumahnya kan pak?"

Dave duduk dikursinya dengan mata menerawang langit-langit, "meski sebentar tinggal disana tapi tempat itu sudah terpatri diotakku, tapi aku belum bisa karena masih ada satu pekerjaan besar yang harus kulakukan. Aku akan berangkat keAmerika menemui keluargaku baru setelah itu aku menemui Vella."

Pria itu memejamkan matanya dan menjatuhkan punggungnya ke sandaran kursi, bayangan Vella bermain-main dipikirannya memenuhi khayalannya. Hanya dengan cara ini ia bisa memuaskan rasa rindu pada gadis itu selain menatapi fotonya dan menciumi hodie miliknya.

***

Jadi tahukan siapa sosok satu lagi yang terbakar bersama Robin?

GIVE ME YOUR HEARTWhere stories live. Discover now