25

34.6K 1.9K 15
                                    


Dave meringis malu, suasana romantis mereka terganggu suara aneh dari perutnya. Vella menahan tawa sambil melirik kearah perut pria itu. Dave mengurai jarak mereka dan merubah posisinya duduk bersandar disofa.

"Aku lapar," ucap Dave polos seraya mengelus perutnya pelan, "aku belum makan dari pagi," lanjutnya lagi jujur.

Alis Vella menaut, "Perusahaanmu bangkrut ya sampai nggak sanggup beli makanan," ejeknya.

Dave melotot, "enak saja! Aku masih sanggup memberi makan orang satu kota kau tahu."

"Oh ya, lalu kenapa sekarang kau kelaparan?"

Dave menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "tadi pagi aku buru-buru kesini jadi tak sempat sarapan. Ayo donk Vella kau harus bertanggung jawab, sekarang masak sesuatu untukku," rengeknya.

Vella melongo, ia tak menyangka pria searogan dan sedingin Dave bisa bertingkah seperti anak kecil. Tawanya nyaris pecah namun urung melihat tampang memelas pria itu, tampaknya ia benar-benar kelaparan.

"Baiklah," gadis itu bangkit dan bergerak menuju dapur dengan Dave mengekor dibelakangnya.

Dave dengan serius menonton Vella yang sibuk dengan peralatan dapur, ia duduk manis dimeja makan dengan dagu ditempatkan diatas tumpukan dua tangannya. Matanya teralihkan dengan kedatangan mahkluk berbulu abu-abu yang menggesek-gesekkan tubuhnya dikaki Vella. Mahkluk menjengkelkan yang bernama...

"Kenapa harus namaku hah?" tanyanya kesal.

Vella menoleh dengan tubuh masih menghadap kompor, "apa?" tanyanya tak mengerti dan menunduk melihat kearah mata Dave tertuju.

"Kenapa harus Dave? Apa tak ada nama lain yang bisa kau sandangkan padanya?" teriaknya dengan suara meninggi, tampaknya ia masih kesal dengan Vella yang menamai kucing anggora itu dengan namanya.

"Oh itu," Vella menuang masakannya kedalam mangkuk dan membawanya kemeja makan, "pertama melihat kucing itu aku langsung teringat padamu." Vella mengambil perlengkapan makan dan menarohnya dimeja, mengisi piring dengan nasi putih dan meletakkan didepan Dave.

"Kenapa? Kau merindukanku?" ujung bibirnya tertarik membentuk senyum miring, sebelah alisnya terangkat.

Sendok Vella terhenti diudara, "bukan, siapa bilang aku merindukanmu."

Dave menghentikan kunyahannya dan memajukan tubuhnya, alisnya naik turun menggoda Vella, "Kau tak bisa melupakanku kan? Lalu supaya bisa sering menyebut namaku kau menamai kucing itu dengan namaku."

Uhuk uhuk uhuk.

Vella tersedak nasi yang dikunyahnya, disambarnya gelas dan menandaskan isinya. Dadanya terasa sakit dan matanya berair.

"Kau pede sekali," cibir Vella seraya mengelus dadanya yang masih sakit, "aku menamainya dengan namamu karena kau dan dia sama, sama-sama angkuh dan sombong serta berjalan dengan kepala terangkat."

Dave menoleh kearah kucing yang berjalan anggun kearah pintu depan, ekornya bergerak kekiri dan kanan dengan kepalanya terangkat. Pria itu terus menatapnya sampai sikucing menghilang ditelan pintu ayun kecil yang disediakan khusus untuknya. Ia mendengus kesal disamakan dengan kucing oleh Vella.

Dave kembali melanjutkan makannya, entah karena terlalu lapar atau kangen dengan masakan Vella semua yang tersaji dimeja makan ludes kedalam perutnya.

"Ah kenyangnya," ucapnya seraya mengelus perutnya lalu menguap lebar, "habis makan jadi ngantuk, tidur dulu ah." Ia beranjak dari tempat duduknya dan pindah kesofa, berselonjor.

Vella menggeleng pelan, ia baru tahu sisi lain diri Dave, ternyata setelah pulih dari kecelakaan pria angkuh itu banyak mengalami perubahan. Lebih manusiawi meski sifat suka memerintah dan seenaknya masih tersisa.

Usai mencuci piring dan peralatan yang dipakai memasak tadi Vella menyusul Dave kesofa dan duduk disebelah pria itu. Tangannya meraih remot dan menyalakan televisi, mengotak-atik tombol remot mencari siaran yang bagus untuk disaksikan.

"Oh ya Vel, Toni titip salam," Vella melirik Dave disampingnya, pria itu juga sedang melakukan hal yang sama, mereka saling lirik sekian detik sebelum Vella memutusnya dengan jantung berdetak lebih kencang. Entah kenapa setiap kali beradu pandang dengan pria itu Vella selalu salah tingkah.

"Sampaikan salam balik, oh ya bagaimana perusahaanmu? Apa sudah pulih kembali? Kudengar dari Toni miss Claudia mengambil alih semua aset-asetmu."

Bukannya menjawab Dave malah menjatuhkan kepalanya kepangkuan Vella membuat gadis itu melebarkan matanya, kedua kaki Dave menyilang dilengan sofa dan tangannya terlipat didada.

"Begitulah, tapi aku berhasil mendapatkan semua milikku kembali. Sekarang wanita licik dan antek-anteknya itu terkurung dipenjara mempertanggung jawabkan semua perbuatan jahatnya termasuk keterlibatannya dalam kecelakaan yang menimpaku."

"Tak kusangka miss Claudia setega itu, padahal kau cinta mati padanya bahkan rela melakukan apapun untuk melindunginya termasuk memecatku yang tak sengaja menyenggolnya." Vella sengaja menyindir.

Dave memutar bola matanya, tampaknya ia tak suka Vella mengungkit masalah itu, "apa kau tak punya topik lain untuk dibicarakan, aku tak ingin mendengar nama wanita licik itu lagi."

Vella mengedikkan bahunya acuh dan mengarahkan matanya ke layar televisi. Tanpa sadar jemarinya bergerak sendiri mengelus rambut hitam Dave dan pria itu menikmatinya dengan mata menatap wajah Vella dari pangkuan gadis itu. Mengamati setiap reaksi yang dibuat Vella, bibir gadis itu yang mengerucut atau bibir bawahnya yang digigit menjadi pemandangan yang menggemaskan buat Dave.

"Vel." Dave menoel dagu Vella.

"Hm."

"Nikah yuk."

Vella terkesiap dan sontak menunduk membalas tatapan pria yang terbaring dipangkuannya dengan mata melotot. Begitu banyak hal tak terduga yang dilakukan pria ini dan semua itu bertolak belakang dengan sikap yang biasa diperlihatkannya. Jangan-jangan kepala Dave terbentur lagi atau ia masih amnesia dan mengira dirinya Arman?

"Vel, kali ini aku menuntut jawabanmu." Sentuhan Dave dipipinya membuyarkan lamunan Vella.

"Kau melamarku?" Alis Vella menaut, bingung.

"Menurutmu?" Dave balik bertanya.

"Tak romantis sekali," gadis itu mendengus.

Dave menegakkan tubuhnya dan merubah posisi menjadi duduk menyamping dengan satu kaki terlipat, ia menghadap Vella, "kau ingin lamaran romantis? Kau mau yang bagaimana? Aku berlutut didepanmu dengan sebuah cincin dan bunga atau aku melamarmu didepan banyak orang?" tanya Dave antusias, ia menatap Vella lekat dan menggenggam jemari gadis itu.

"Dave, kau serius?" tanyanya pelan dengan dada berdebar.

"Aku tak pernah seserius ini Vella dan kumohon jangan kecewakan aku, katakan lamaran seperti apa yang kau inginkan, aku akan melakukannya," desaknya lagi, dasar tak sabaran.

Vella menghela nafas berat, ia meremas jemari besar Dave yang melingkupi jemarinya, "kau tahu Dave, aku hanya ingin kau melamarku didepan keluargaku meski itu didepan makam mereka, tapi...." nafas Vella tersendat, "aku bahkan tak tahu dimana jasad mereka terkubur."

Vella menunduk dan menyusut gumpalan bening yang berdesakan disudut matanya. Dave menangkup pipi gadis itu dan mengarahkan kewajahnya, mencium lembut keningnya sebelum beranjak dan menarik tangan Vella, "ikut denganku, ada kejutan untukmu."

***

Kira-kira Dave bakal ngasih kejutan apa ya??

GIVE ME YOUR HEARTМесто, где живут истории. Откройте их для себя