11

28.5K 1.9K 16
                                    


Jangan lupa koment dan vote oke?

Happy reading,

Dua bulan sudah Dave tinggal dirumah Vella, ia kini sudah bisa berjalan tanpa berpegangan meski tertatih-tatih. Ia juga rajin melatih otot kakinya setiap ada kesempatan, tampaknya pria itu sudah tak sabar berjalan dengan normal. Ia jengah diolok-olok Vella yang mengatakan cara Dave berjalan seperti itik pulang petang. Jika sudah begitu pria itu akan ngambek dan mendiamkan Vella sampai gadis itu kelimpungan membujuknya. Jika orang-orang kantor melihat Dave yang cemberut, mereka pasti tak percaya itu bos mereka yang terkenal dengan tatapan dingin mematikannya. Vella merasa beruntung bisa melihat sisi lain diri Dave, meski pria itu amnesia, setidaknya ia terlihat lebih manusiawi.

Malam ini Dave tak bisa tidur, dari tadi ia hanya tergolek kekiri dan kekanan dengan mata terbuka . Ia sudah mencoba beragam gaya tidur, telentang, miring, telungkup dan nungging tetap saja matanya tak bisa dipejamkan. Akhirnya Dave bangkit dan memutuskan kedapur, siapa tahu segelas air bisa merilekskan otot matanya yang tegang.

Diletakkannya gelas kosong diwestafel dan kembali kekamarnya, langkahnya terhenti didepan pintu kamar Vella, ada bias cahaya lampu menyelinap dari celah pintu yang tak tertutup rapat, sepertinya Vella belum tidur.

Dave memperlebar celah itu dan menelusupkan kepalanya melihat kedalam kamar, benar dugaannya Vella belum tidur, gadis itu duduk berselonjor diranjangnya membaca buku memakai kaca mata baca, beberapa buku dan kertas berserakan disekitarnya dan laptop yang menyala diujung kakinya. Ia terlihat begitu anggun saat serius menekuni bukunya, merasa ada yang memperhatikan Vella mengangkat wajah dari bacaannya.

"Arman, belum tidur?" Vella yang melihat kepalanya terjulur langsung menyapa, meletakkan buku yang dibacanya dan membuka kacamatanya.

"Belum, tak bisa tidur," Dave mengedikkan bahu.

"Masuklah," tanpa menunggu disuruh dua kali Dave membuka pintu lebar dan melenggang masuk, Vella menggeser duduknya memberi tempat buat Dave.

"Apa aku mengganggu?" tanyanya basa basi.

Vella menggeleng, "aku juga belum mengantuk."

Dave mengambil tempat disebelah Vella, duduk berselonjor dan bersandar dikepala ranjang persis seperti yang dilakukan Vella. Tangannya meraih novel yang tergeletak tak jauh darinya dan membaca judul yang tertera disampulnya, "Ini karyamu?"

"Iya, itu novel terbaruku."

Dave manggut-manggut dan membacanya sekilas, sebentar saja menekuni kertas bertulisan kecil-kecil itu membuat mata Dave pegal. Ia meletakkan kembali novel itu dan menoleh kearah Vella yang fokus pada bacaannya.

"Kalau boleh tahu kenapa kau berhenti dari tempat kerjamu?"

Vella mengangkat mata dan mengarahkan tepat kemata Dave, "aku dipecat."

Dave tertarik, ia merubah posisinya duduk bersila menghadap vella dengan kedua siku bertumpu dilututnya, "Oh ya? Kenapa? Kau berbuat kesalahan yang merugikan tempat kerjamu?"

Vella menggeleng seraya mengedikkan bahu, "aku tak sengaja menyenggol tunangan bosku dan sang bos langsung memecatku saat itu juga."

Dave melongo, matanya membulat kearah Vella, "orang seperti apa bosmu itu, karena masalah sepele ia memecatmu? Dasar manusia tak punya hati!" umpatnya, Vella hanya tersenyum kecil mendengar Dave mengomeli dirinya sendiri, "oh ya ngomong-ngomong siapa nama bosmu dan tunangannya?"

Vella terkejut, keraguan tiba-tiba menyelimutinya kalau ia memberi tahu apa Dave akan mengingat masa lalunya? "Kenapa kau ingin tahu?"

"Setelah aku pulih nanti aku kan menemuinya dan memberinya pelajaran, aku ingin tahu sekaya apa dia sampai bisa berbuat seenaknya. Memang dia bisa mengurus perusahaanya tanpa bantuan orang lain?"Sampai beberapa menit berikutnya Dave terus mengomel tiada henti, ia begitu kesal pada bosnya Vella dan tanpa disadarinya ia tengah mengomeli dirinya sendiri. "oh ya siapa namanya tadi?"

"Dave Raffles Lazuardi dan tunangannya Claudia," ucap Vella pelan dengan suara nyaris bergetar, ia mengamati raut wajah Dave memperhatikan reaksi pria itu, tak ada perubahan yang ditampilkan Dave ia hanya manggut-manggut sambil menggumamkan namanya sendiri.

"Seperti apa orangnya?"

"Seperti dirimu."

Dave menautkan alisnya bingung, "maksudmu?"

Vella menghela nafas, ia keceplosan dan untungnya Dave tak mengerti,"orangnya mirip dirimu, bedanya rambut Dave lebih panjang darimu."

Dave meraba rambutnya yang mulai tumbuh, Vella memperkirakan sebulan lagi pria itu akan kembali menjadi Dave seperti semula. Lebam di wajahnya telah menghilang sempurna, lengan dan lehernya juga sudah pulih seperti sediakala, ia sudah bisa berjalan normal dan tidak tertatih-tatih lagi. Vella juga sudah beberapa kali mengantarnya kontrol kerumah sakit, kata dokter semuanya normal tak ada lagi yang perlu dikhawatirkan.

"Ini siapa Vella?" suara Dave menyadarkan Vella, pria itu menunjuk sebuah foto dari album yang terbuka dipangkuannya. Didalam foto itu tampak Vella sedang tersenyum bahagia dengan tiga manusia dewasa, seperti sebuah foto keluarga.

"Itu papa, mama dan abangku. Beberapa tahun yang lalu pesawat yang mereka tumpangi hilang kontak dalam perjalanan keluar negeri, sayangnya tak satupun mayat dari penumpang pesawat yang ditemukan. Mereka memastikan pesawat meledak diudara dan semua penumpangnya tewas. Terkadang aku sedih tak bisa berziarah kemakam orang-orang yang kucintai, aku tidak tahu dimana jasad mereka terkubur." Vella mengusap titik bening yang tiba-tiba hadir disudut matanya, selalu begitu jika ia mengingat keluarganya.

"Maaf Vella aku tak bermaksud membuatmu sedih," ucap Dave penuh penyesalan, ia merutuki dirinya sendiri telah membuat Vella menangis.

"Tidak apa-apa Arman, itu sudah lama berlalu, aku juga sudah ikhlas melepas mereka." Vella mencoba tersenyum dan menunjukkan pada Dave ia baik-baik saja.

Dave kembali melihat album foto ditangannya dan membalik lembarannya, gerakannya terhenti pada salah satu foto dihalaman terakhir, matanya menyipit meneliti tangga digital yang tercantum disudut foto itu kemudian beralih melihat kelender diatas meja. Dave tersenyum dan menjentikkan jarinya, sebuah ide meluncur diotaknya.

"Vella, sudah malam aku balik kekamarku ya," Dave tersenyum dan bangkit dari ranjang Vella lalu berjalan kearah pintu, ia berbalik, "selamat malam Vella."

"Malam Arman, semoga mimpi indah."

Dave kembali tersenyum, ia menutup pintu kamar Vella perlahan dan kembali kekamarnya.

***

GIVE ME YOUR HEARTWhere stories live. Discover now