13

28.5K 2K 23
                                    

Hari-hari terus berlalu, keakraban kian terjalin diantara Dave dan Vella meski setiap berada di dekat pria itu Vella selalu merasakan jantungnya berdentam keras dan darahnya berdesir. Meski logikanya berulang kali mengingatkan dirinya siapa Dave yang sebenarnya, Vella tetap tak bisa menolak hatinya yang terlanjur jatuh pada pria itu. Ah, jika sudah menyangkut masalah perasaan logika dan hati sering tak sejalan.

Vella bahagia, meski tak dipungkiri disudut hatinya terselip sedikit rasa was-was, takut jika sewaktu-waktu ingatan Dave kembali pulih. Tapi ia harus siap jika waktu itu tiba, ia harus siap Dave akan pergi dari hidupnya dan saat itu bisa datang kapan saja.

"Biar kubantu," Dave menyingsingkan lengan bajunya sebatas siku dan merebut piring dari tangan Vella.

"Nggak usah aku bisa sendiri, kau duduk saja sana!" usir Vella dan mendorong Dave dengan bahunya, pria itu bergeming dan tetap membilas piring penuh sabun ditangannya.

"Nggak bisa begitu, kau sudah susah payah mempersiapkan sarapan buat kita, biar mencuci piring menjadi bagianku. Aku tak enak disini numpang makan dan tidur saja, aku juga ingin membantumu, kita mengerjakannya bersama-sama." Ucap Dave tulus seraya memamerkan deretan giginya yang putih. Vella tertegun, entah kenapa melihat senyum tulus Dave hatinya teriris, ada firasat tak enak seolah ada kejadian buruk yang akan terjadi.

"Hei! Kau melamun."

Vella terkejut, ada percikan air menyiprati wajahnya dan sipelaku terkikik geli disebelahnya. Dave yang sedang mencuci tangannya kembali mencipratkan air kewajah Vella.

"Arman, hentikan!!!" jerit Vella, ia menutupi wajahnya agar terhindar dari ulah jahil Dave, tapi pria itu tak berhenti malah kian gencar menyiram vella dengan tawa meluncur dari bibirnya.

Vella geram, ia membalas Dave dan ikut menciprati wajah Dave. Mereka saling serang dengan senjata air dari keran dan tak menyadari lantainya basah. Dave berlari menjauh menghindar dari siraman Vella namun naas lantainya licin dan ia terpeleset, ia jatuh telentang dan kepalanya menghantam kerasnya lantai dapur.

BRUKKK!!!

"ARMAN!!!!!" jerit Vella panik, ia berlari mendapati Dave dan memangku kepalanya, Dave tak bergerak dan matanya terpejam, hanya dadanya bergerak naik turun teratur, Dave pingsan.

Vella menangis keras, ia mengguncang-guncang tubuh Dave berusaha membangunkannya tapi pria itu bergeming, ia tetap diam dengan mata tertutup. Tangis Vella kian kencang, ia takut dan khawatir sesuatu yang buruk menimpa Dave. Air matanya mengalir deras mengaburkan pandangannya

Dengan susah payah Vella membawa Dave kesofa dan membaringkannya disana, ia menyelipkan bantal kebawah kepala Dave dan memposisikannya agar lebih tinggi. Dengan air mata berurai Vella mendekatkan aroma terapi dihidung Dave, mengusahakan Dave menghirupnya dan berharap pria itu segera siuman.

"Arman bangunlah, kau membuatku takut," Vella terisak, dielusnya rambut Dave pelan dan mendekat wajahnya mengecup kening Dave.

Vella menjauhkan wajahnya dan sontak membelalak, mata Dave terbuka ia siuman, "Arman, syukurlah kau sudah sadar." Vella menghapus airmatanya dan tersenyum, ia lega Dave tak apa-apa tapi rasa lega itu tak berlangsung lama.

Dave berusaha duduk dan memijit pelipisnya, "Arman Arman!!, jangan main ganti nama orang sembarangan, namaku Dave bukan Arman!!" suara Dave terdengar dingin dan ketus, matanya menatap Vella dengan sorot mematikan.

Vella membeku, Ingatan Dave pulih dan ia ingat sudah siapa dirinya, "ka...kau sudah mengingat semuanya?" tanya Vella terbata, suaranya tercekat. Kekhawatirannya terbukti, ketakutannya jadi kenyataan dan tanpa sadar ada rasa perih menyelinap kedalam hatinya.

"Tentu saja aku ingat, aku Dave Raffles Lazuardi CEO lazuardi group dan kau... kau Vella Maharani orang yang pernah kupecat dari perusahaanku. Kenapa kau menahanku disini? Kau mau balas dendam ya?" ejek Dave sinis, senyum meremehkan hadir dibibirnya, senyum manis yang beberapa bulan ini tersungging disana kini lenyap sudah digantikan senyum sinis merendahkan.

Vella berusaha menetralkan hatinya, menghilangkan debaran dijantungnya dan berlagak tegar, ia menarik nafas panjang dan menghembuskan perlahan. Setelah tenang ia bangkit dan duduk disofa single menjaga jarak dari Dave.

"Aku tak sepicik dirimu Dave Raflfes lazuardi, aku bukan seorang pendendam, jika saja aku ingin melakukannya bukan hal yang sulit buatku, aku bisa saja membiarkanmu meregang nyawa dipinggir jurang atau membungkammu saat kau terbaring tak berdaya dirumah sakit." Vella bersidekap menatap Dave dengan angkuh membalas gaya pria itu.

Dave tertawa, "tapi kau membohongiku, kenapa kau tak menceritakan yang sejujurnya padaku? Kau juga menyembunyikan identitasku," geramnya.

"Aku tak membohongimu, meski kau amnesia tapi aku mengatakan apa adanya. Kita tak dekat dan aku pernah bekerja satu kantor denganmu, aku juga tak mengenal keluargamu dan yang kutahu mereka berada diluar negeri, dan aku tak mengetahui nomor kontak keluargamu.Aku sengaja mengganti namamu agar kau bisa menjalani pengobatan dengan tenang, agat tak ada gangguan dari fans-fans wanitamu. Bisa heboh rumah sakit jika mereka tahu kau dirawat disana lagipula diluar sana kau dikabarkan sudah meninggal terbakar bersama Robin sopirmu." Terang Vella panjang lebar.

Dave tercenung sesaat, "Kenapa musti Arman ha? Apa tak ada nama lain yang lebih keren?"

"Aku kebingungan mencari nama baru untukmu, lalu aku melihat jas Armani-mu jadi kuambil saja potongan nama itu. Bagus kau kupanggil Arman, atau jangan-jangan kau mau kupanggil Mani?" ejek Vella seraya tersenyum.

"Kau!!!!" Dave menggeram, ia bangkit dan menatap Vella garang, matanya berkilat-kilat, rahang mengeras dan kedua tangannya terkepal disisi tubuhnya, "Beraninya kau! Nanti aku akan..."

Vella ikut bangkit, berdiri dengan tangan terlipat didada, menantang Dave, "akan apa ha? Memecatku? Aku bukan lagi anak buahmu dan asal kau ingat saat ini kau berada ditempatku. Aku bisa mengusirmu kapan saja!"

"Fine!" jerit Dave, "tanpa kau usir pun aku akan pergi!"

"Bagus! Kau tahu pintu keluarnya!!" Vella mengedik kearah pintu keluar.

Tanpa banyak kata Dave membalikkan badan menuju pintu keluar, ia membanting pintu kencang meninggalkan bunyi berdebum dan dinding yang bergetar.

Vella lemas seketika, ia tak menyangka Dave benar-benar pergi, dengan sayu ditatapnya pintu tempat punggung pria itu menghilang. Hatinya mendadak kosong dan hampa, tanpa sadar tetesan air mata mengalir menuruni pipi mulusnya. Rumahnya terasa sunyi dan sepi, tak kan ada lagi tawa canda Dave yang menghiasi hari-harinya. Pria itu telah meninggalkannya dan akan kembali kekehidupan lamanya.

Sedih deh, Dave ingatannya pulih, lalu gimana nasib Vella selanjutnya ya? Apa Dave masih mau mengenalnya atau malah meninggalkan Vella dan kembali pada Claudia? Ayo tebak......


GIVE ME YOUR HEARTWhere stories live. Discover now