16

31.3K 2K 16
                                    


Happy reading, Vote jangan lupa!!!

"Ayo Pak Dave kita berangkat."

"Arman Toni, Ar-man bukan Dave."

"Maaf, Pak Arman."

Dave berdecak kesal, "Arman, tak pakai 'pak'."

Toni menggaruk tengkuk salah tingkah, ia belum terbiasa memanggil Dave dengan nama barunya dan sering keceplosan. Untung tak ada yang mendengarnya.

"Oke deh, Arman ayo berangkat!"

Sudah seminggu Dave bekerja diperusahaan miliknya yang dikuasai Claudia, ia bekerja sebagai OB bersama dengan Toni. Pertama kali melihat Dave dengan penampilan barunya, Toni nyaris tak mengenalinya. Dave terlihat berbeda dengan kemeja lengan pendek biru muda dan celana bahan hitam khas OB, rambutnya dijelly dan disisir belah pinggir. Kacamata berbingkai hitam ala Harry Potter bertengger diatas hidungnya, rahangnya sedikit maju dan bibirnya kesulitan menutupi giginya yang tonggos dilengkapi tompel hitam kecil dipipi kirinya. Cambang dan jenggotnya sengaja tak dicukur dan dibiarkan tumbuh lebat memenuhi wajahnya. Dave juga mengubah suaranya sedikit sengau dan terdengar seperti orang pilek.' Penyamaran yang sempurna', batin Toni sambil menggeleng takjub. Diam-diam bosnya itu punya bakat terpendam menjadi agen mata-mata.

Bersama dua rekan OB lainnya mereka berbagi tugas membersihkan setiap ruangan dan menyediakan segala keperluan karyawan kantor. Toni sengaja mengalihkan tugasnya membersihkan ruangan bos dan mengantarkan minuman untuk sang bos pada Dave, agar pria itu leluasa keluar masuk keruangan itu dan mencari bukti kejahatan tunangannya.

Berkat penampilan Dave yang meyakinkan Claudia dan Diki tak mencurigainya, mereka beranggapan Dave salah satu OB seperti yang lainnya dan bertugas membersihkan ruang kerja mereka. Seperti saat ini,keduanya tak peduli dengan Dave yang wara wiri didekat mereka dan tetap sibuk berdiskusi sesuatu dilayar laptop yang menyala. Tampaknya ada masalah besar yang mereka hadapi mengenai perusahaan dan keduanya tak bisa memecahkannya.

"Hei Arman! Buatkan kami kopi, ingat gulanya sedikit saja!" perintah Claudia pada Dave yang berada tak jauh darinya, wanita itu terlihat lelah dan kusut bersandar dikursi kebesarannya, berhadapan dengan Diki dikursi berseberangan dengannya.

Dave yang sedang merapikan kertas dan majalah bisnis menghentikan pekerjaannya dan mendongak, "Baik bu." Ucapnya dengan suara sengau, ia merapatkan mulutnya membenamkan deretan giginya yang menonjol kedepan.

Dave keluar dari ruangan dan menuju pantry membuatkan kopi pesanan Claudia, Toni mendekatinya dan berbicara pelan, "Bagaimana pak, anda dapat sesuatu?"

Dave menggeleng, "Belum, tapi saat ini mereka sedang dipusingkan kontrak kerja sama dengan Dako company, kurasa aku bisa masuk disini."

Toni mengambil cangkir dan memasukkan dua sendok teh gula, ia sedang membuatkan kopi pesanan beberapa karyawan, "God luck Arman!" Toni berlalu membawa nampan ditangannya begitu juga dengan Dave, ia kembali keruangan Claudia dengan nampan berisi dua cangkir kopi.

"Aku menyerah Diki, aku tak tahu lagi bagaimana menyelesaikan masalah ini!" Claudia mendorong laptop melemparkan berkas ditangannya dengan kasar, tumpukan kertas itu berserakan bahkan ada yang jatuh kelantai.

"Aku juga menyerah Beb, kita harus bagaimana?" Diki menjatuhkan punggungnya kesaandaran kursi dan memijit pelipisnya.

"Maaf Pak, Bu, ini kopinya." Dave letakkan cangkir kopi keatas meja, tak sengaja ekor matanya melirik layar laptop yang menyala dihadapannya dan mengerti permasalahan yang dihadapi dua orang licik ini dan ia menemukan cara mendekati mereka, "mmmm sekali lagi maaf, saya tak bermaksud ikut campur urusan anda berdua tapi saya rasa ada yang salah dengan laporan ini, apa saya boleh membantu kalian?"

Tubuh Claudia menegak, ia menatap Dave dengan mata membesar, "kau yakin bisa menyelesaikannya? Kalau begitu lakukanlah!" Claudia mendorong laptop kearah Dave sedangkan Diki bangkit dan menyerahkan tempat duduknya dan langsung ditempati Dave.

Dave langsung beraksi, ia mengotak atik keyboard laptop dengan serius. Claudia dan Diki menatap pria tonggos yang sibuk didepannya, sesekali kening pria itu mengernyit dan ia manggut-manggut, kemudian tangannya kembali sibuk memijit keyboard.

"Sudah selesai," Dave menyerahkan kembali Laptop pada Claudia yang langsung dipelototi wanita itu. Detik berikutnya wajahnya berubah sumringah dan senyum puas tersungging dibibir merahnya.

"Bagus sekali Arman kau bisa menyelesaikannya, aku bisa tenang sekarang. Ngomong-ngomong apa pendidikan terakhirmu?"

Dave mengelus tengkuknya pelan, "saya pernah kuliah tapi sayang tak bisa menyelesaikannya, ya masalah klasik sih tak punya biaya jadi putus ditengah jalan." Ucap Dave dengan tampang polos.

Claudia manggut-manggut dan saling pandang dengan Diki, keduanya berkomunikasi dengan tatapan mata.

"Baiklah Arman, mulai sekarang aku mengangkatmu sebagai asisten kami, apa kau bersedia?" tanya Diki yang diangguki Claudia.

Dave terdiam sejenak seperti orang yang sedang berpikir, padahal dalam hati ia bersorak gembira jalan untuknya terbuka lebar. Urusan menyelesaikan laporan tadi bukan hal yang sulit bagi Dave karena semua itu sudah menjadi makanan sehari-hari baginya. Ia terbiasa berkutat dengan deretan angka-angka yang memusingkan itu jadi ia bisa dengan mudah menemukan kesalahan dari sebuah laporan.

"Baiklah Pak Diki dan Bu Claudia, saya berterimakasih anda berdua memberi saya kepercayaan sebesar ini dan saya berjanji akan mengerahkan kemampuan saya mem bantu anda berdua." Dave berusaha tersenyum meski bibirnya tersangkut digiginya, ia menunjukkan keseriusannya agar kedua manusia dihadapannya percaya padanya.

Tak mudah bagi Dave mengendalikan emosinya, sejujurnya saat ini dalam hatinya bergemuruh seperti ombak besar yang menggila dilautan menahan kemarahan pada wanita cantik yang saat ini tengah duduk dikursi kebesaran miliknya. Wanita yang dengan bodohnya ia cintai mati-matian dan ia penuhi semua keinginannya, bahkan ia rela menyingkirkan karyawannya yang tak sengaja melukai wanita itu.

Dave menghela nafas pendek, ia tak boleh larut dalam masa lalu jika tak ingin penyamarannya terbongkar. Ia harus bisa merebut kembali semua miliknya dari wanita itu dan kini jalan untuk semua itu perlahan terbuka dan ia harus bisa memanfaatkannya.

***

Kasihan ya Dave, terpaksa jadi OB diperusahaannya sendiri. Semangat Dave!! Rebut kembali apa yang menjadi milikmu!!!

GIVE ME YOUR HEARTWhere stories live. Discover now