7. TERJUN DALAM IMAJINASI

21.2K 3.2K 176
                                    

Aprille membuka matanya yang terasa sangat berat, kemudian mendapati dirinya tidak bisa bergerak. Tubuhnya langsung menegang waspada, sekaligus panik. Aprille menolehkan wajahnya ke samping dan mendapati Alden tengah menatapnya dengan sebelah alis terangkat. Pria itu juga terikat di pohon sama seperti dirinya. Aprille meringis sakit saat lengan kirinya tanpa sengaja bergesekkan dengan batang pohon yang kasar.

"Kau seperti cacing kepanasan," tutur Alden santai sambil menatap kepanikan bocah itu. Itu menjadi hiburan tersendiri baginya saat melihat wajah anak laki-laki itu panik.

Aprille menolehkan kepalanya pada Alden. "Kau bisa melepaskanku?"

"Nak, aku juga terikat," ucap Alden malas, karena mendengar segala celetukan bodoh dari bocah itu.

"Aku tahu," tegas bocah itu tidak mau kalah hingga membuat Alden ingin sekali menelannya bulat-bulat.

Alden terdiam sejenak, kemudian memberikan tatapan datar pada bocah itu. "Aku tidak mengerti dengan jalan berpikirmu."

"Terima kasih, itu yang biasa orang katakan padaku," sindir Aprille kesal, karena kini Alden menatapnya aneh. Entah mengapa, ia membenci orang yang menatapnya seakan ia adalah orang paling bodoh di dunia ini. Walaupun, itu memang benar adanya, tapi setidaknya Alden tidak perlu menunjukkannya secara terang-terangan.

"Well, apa ini?" Suara cempreng nan melengking itu membuat Aprille dan Alden menoleh pada sumber suara.

Seorang pria ceking berkumis kotak di atas bibirnya tengah menatap Aprille dengan tatapan tertarik. Ia berjalan mendekati Aprille dan tersenyum misterius, lalu mengalihkan pandangannya kembali pada Alden.

"Siapa namamu bocah?" tanya pria berkumis itu pada Aprille, kemudian duduk di depannya.

"Alden," jawab Aprille mantap.

Pria berkumis itu beralih pada Alden, lalu bertanya, "Dan kau?"

"Alden," jawab Alden malas.

"Kau Alden, dia Alden, sebentar lagi, aku Alden. Lelucon macam apa ini?" ucap pria itu sarkastik.

"Kalau itu lelucon, pasti aku sudah tertawa," celetuk Aprille polos.

Entah mengapa, Alden merasa bangga saat bocah tersebut melemparkan ucapan sarkastik sepenuh hatinya pada pria mesum ini. Setidaknya dari semua kesalahan bocah itu, ada satu yang bisa dibanggakan.

Pria berkumis itu tertawa keras, kemudian berdiri di depan mereka. "Oh Nak, kau sangat kurang ajar, tetapi tetap kau hanyalah seorang bocah cantik bermulut pedas."

Aprille mengerutkan kening tidak suka menatap pria berkumis itu. "Bocah cantik? Bermulut pedas?" tanyanya tersinggung. "Kau tidak tahu apa yang sudah kulakukan."

"Silahkan ceritakan padaku." Pria berkumis itu mengambil sebotol minuman keras dari ikat pinggangnya dan meneguknya sedikit.

Alden mulai merasa percakapan antara si bocah dan pria berkumis mulai terasa janggal. Namun, ia tidak menyela dan tetap menunggu Aprille untuk melanjutkan kalimatnya.

"Aku sudah berenang melintasi seluruh lautan di dunia ini..." ucap bocah itu memulai dongengnya.

Dugaan Alden benar.

Sejak awal, percakapan keduanya terasa janggal dan kini bocah itu akan mendongengkan petualangannya dengan imajinatif. Alden ingin sekali menepuk jidatnya, tetapi tangannya sedang terikat. Karena itu, ia hanya bisa menoleh pada bocah itu kemudian memanggilnya pelan, berharap bocah itu berhenti mendongeng.

"Nak..." selanya lembut.

"Naga itu mematahkan tanganku dan dalam tiga hari aku menyambungnya kembali. Hanya dalam tiga hari..."

Pria berkumis itu hanya menikmati setiap cerita Aprille dengan tersenyum tipis.

Alden memperkeras suaranya sedikit. "Nak..."

"Lalu, aku kabur melintasi Downshire dan semua prajurit..."

"Imajinasimu terlalu berlebihan, Nak," komentar Alden lagi dan kali ini bocah itu terdiam, lalu langsung berbalik menatapnya.

Mata bocah itu membulat kaget kemudian berbisik, "Benarkah? Menurutku pria itu mulai percaya."

Alden menghela nafas panjang. Ingin sekali memijat pangkal hidungnya, tapi lagi-lagi Alden ingat kalau tangannya terikat. Entah kutukan apa yang mempertemukannya dengan bocah paling imajinatif di Kerajaan Cartland.

"Entah kau begitu bodoh atau terlalu imajinatif hingga menjadi bodoh," ucap Alden lagi.

Si bocah Alden kemudian menatap pria berkumis itu lagi sambil menggidikkan bahu sombong. "Ceritaku terlalu panjang dan mengerikan."

"Oh tidak, aku adalah pendengar yang baik." Pria berkumis itu tertawa meremehkan sambil mengusap dagunya yang lonjong.

Bocah tersebut menatap Alden lama sampai-sampai tidak berkedip. Karena merasa risih dipandangi terus menerus, pada akhirnya Alden menghela nafas panjang, pasrah dengan semua tingkah aneh si Bocah Alden. "Kenapa lagi?"

"Kau tidak mendengarnya?"

Alden mengerutkan kening bingung dengan maksud pertanyaan abstrak bocah tersebut. "Mendengar apa, Nak?"

"Suaraku dalam pikiranmu. Aku sedang mencoba bertelepati." Bocah tersebut terus mencari manik mata Alden.

Pria itu hanya bisa mendengus geli dengan segala tingkah laku tidak masuk akal bocah di sampingnya. Baru saja ia ingin menanggapi bocah itu, tiba-tiba Alden mendengar namanya dipanggil oleh seseorang. Ia menoleh ke asal suara dan mendapati bukan dirinyalah yang dipanggil, melainkan si bocah aneh nan imajinatif di sampingnya.

"George?" gumam bocah itu lebih pada dirinya sendiri. "George Hamilton?"

"Alden?" ucap pria yang bernama George itu kaget.

Wajah bocah tersebut tidak kalah kagetnya, bahkan mulutnya terus menganga sejak tadi. "Kau seorang bandit?"

"Itu pekerjaan sampinganku." George berjongkok di hadapan si bocah Alden.

Bocah tersebut terdiam sesaat, kemudian berkata dengan suara yang nyaring, "Keren..."

George mengusap rambut Aprille dengan lembut dan hal itu tidak luput dari tatapan Alden. Ia memutar bola matanya malas saat melihat George memanjakan bocah yang aneh dan terlalu banyak imajinasi itu. George lalu berunding dengan pria berkumis yang diketahui namanya Hans itu sebentar. Kemudian, ia berbalik dan berjongkok di depan Aprille lalu melepaskan tali di tubuhnya. Tidak lupa, ia juga melepaskan tali dari tubuh Alden.

Alden berdiri membersihkan tanah dan debu di bajunya, lalu mendapati George tengah membantu bocah itu berdiri, kemudian saling melemparkan senyuman manis satu sama lain -yang entah mengapa membuat Alden kesal. Ketidaksenangannya pada George memuncak saat pria itu mengambil kotak obat dan berniat untuk mengobati si bocah.

Dengan gerakan yang tenang namun pasti, Alden langsung menahan tangan George agar tidak menyentuh si Bocah Alden. "Biar aku yang mengobatinya."

George hanya bisa terdiam dengan kaget, begitu juga dengan si Bocah Alden.

"Dia adalah tanggung jawabku." Alden menatap mata cokelat bocah tersebut kemudian tersenyum tipis. Ia mengambil kapas dari tangan George, kemudian duduk di sisi kiri anak laki-laki itu, lalu mengobati lukanya.

THE PLEASURE IS ALL YOURS ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang