16. DALAM DAN BERBAHAYA

18.4K 2.8K 13
                                    

Aprille masih linglung dengan keberadaanya sampai ia mengerjap beberapa kali dan menyadari bahwa ini semua nyata. Ia mendongak kemudian berbisik terima kasih, walaupun Lucien tidak tampak disitu. Tiba-tiba saja terdengar suara derap langkah kaki dan tawa seorang pria. Tanpa membuang waktu banyak, Aprille langsung bersembunyi di balik lemari besar yang berada pada lorong tersebut.

Rumah bordil itu sangat besar dan elegan. Sangat sulit bagi Aprille untuk mencari jalan keluar atau sekadar menuju ke halaman belakang. Namun, ia tidak menyerah dan tentu saja Aprille tidak ingin berakhir dengan menjadi korban pembunuhan. Aprille menahan nafasnya saat kedua pasangan itu lewat di depannya sambil tertawa. Pria buncit yang genit itu merangkul pinggang sang wanita dengan sangat mesra sambil sesekali menciumnya.

Aprille tersenyum jijik. Kedua pasangan itu seperti kucing yang tidak sabar untuk kawin, bahkan belum sampai di kamar pun keduanya sudah bercumbu hebat hingga membuat Aprille merasa jijik. Ia tidak pernah melihat adegan mesum secara langsung. Aprille hanya pernah membacanya dari novel yang dipinjamkan oleh sepupunya. Itu pun ada beberapa kata yang bahkan tidak dimengerti olehnya.

Aprille mengintip lagi dan menyadari kalau ia mengenal pria berhidung belang tersebut.

Earl Patrick?

Setelah dilihatnya lagi, Aprille yakin sekali matanya tidak salah. Ia menghela nafas lega, karena berhasil kabur dan tidak jadi dijodohkan dengan Earl berengsek tersebut. Entah mengapa, Aprille kecewa dengan keputusan ibunya untuk menjodohkannya dengan pria buncit itu. Aprille tahu kalau ia berasal dari kalangan bangsawan rendahan dan ibunya sangat ingin menjadi terkemuka. Namun, ia tidak bisa menoleransi keputusan ibunya untuk menjualnya pada Earl Patrick hanya untuk nama dan kekayaan.

Di saat kedua pasangan tersebut sudah masuk, Aprille keluar dari tempat persembunyiannya dan berjalan ke ujung lorong. Ia berjalan perlahan dan mengendap-endap, agar tidak ada yang mendengar suaranya. Aprille melewati kamar Earl Patrick dan wanita penghiburnya kemudian sampai pada penghujung lorong. Ia mengintip ke kiri dan ke kanan berharap tidak ada yang melihatnya, sampai tepukan di pundaknya membuat Aprille membeku.

"Sedang apa kau disini, Nak?" Suara berat dan serak seorang pria membuat Aprille tidak berani menoleh.

EARL PATRICK DI BELAKANGNYA!

"Aku sedang mengantarkan pesanan," ucap Aprille tidak ingin menoleh.

"Kau tampak familiar," ucapnya, sehingga membuat bulu kuduk Aprille berdiri.

Aprille memberanikan diri untuk menoleh sedikit namun menunduk. Ia berpura-pura batuk agar terlihat sakit. "Aku belum pernah melihatmu sebelumnya."

Earl itu menunduk berusaha melihat wajah Aprille sampai kemudian ia bertanya dengan terkejut, "Kau anaknya Lady of Calasthane, kan?"

Aprille berpura-pura batuk semakin keras kemudian menggeleng. "Siapa itu?"

Tiba-tiba saja Earl itu tertawa, kemudian langsung mencengkeram pergelangan tangan Aprille. "Usaha yang bagus, Nak."

Aprille langsung panik dan memberontak. "Lepaskan aku!"

"Sekali pun kau memotong rambut, wajahmu masih bisa membuatku bergairah." Kata-kata vulgar itu langsung membuat Aprille keringat dingin. Dengan segala kekuatan yang ia miliki, Aprille langsung menggigit tangan Earl tersebut. Spontan Patrick melepaskan tangan Aprille, sehingga gadis itu berlari meninggalkannya.

Aprille sudah tidak peduli lagi ke mana ia akan pergi, asalkan Earl itu tidak mendapatkannya. Ia mendorong semua orang yang berada di hadapannya termasuk dua wanita penghibur yang tengah tertawa dengan seorang pria tua yang mabuk. Aprille meneriakkan kata maaf lalu berlari sekencang mungkin dan berbelok ke arah kiri.

"Hentikan, bocah tengik itu!" teriak Earl Patrick yang tampaknya sudah mulai lelah. Teriakan keras itu memancing dua orang pria berotot yang mengantar Aprille ke kamarnya.

Aprille mengumpat lagi.

Kali ini, lawannya tidak sebanding. Ia harus dikejar oleh dua orang pria berotot yang jauh lebih kuat daripadanya.

Sungguh tidak adil.

Ia menoleh ke belakang dan mendapati pria berotot itu hampir mendekatinya dan menangkapnya. Aprille berbelok ke kanan, agar kedua pria itu kebingungan dengan arah larinya. Namun, kepalanya membentur sesuatu yang hangat dan keras saat berbelok ke arah kanan. Aprille mendongak dan mendapati Alden tengah menatapnya dengan tatapan tidak terbaca. Namun, yang membuat Aprille semakin gugup adalah tunik milik Alden tidak dikancing sepenuhnya, hingga menampakkan dadanya yang bidang. Mata pria itu tidak berwarna hitam seperti biasanya, melainkan ada percikan merah dan kilatan amarah.

"Mau ke mana?" tanyanya dingin.

Aprille hendak melewati Alden sampai pria itu mencengkram sikutnya. "Mau ke mana?" tanya Alden lagi dengan suara yang mengintimidasi.

Aprille merasakan sesuatu yang ganjil. Alden tidak seperti biasanya. Pria di depannya bukan Alden.

Kedua pria berotot itu langsung berhenti dengan nafas tersengal-sengal. Mereka menunduk patuh pada Alden dan berbalik pergi. Selang beberapa detik kemudian, Earl Patrick menyusul sambil menunjuk Aprille.

"Sini kau, Bocah Tengik!" teriaknya penuh amarah.

Alden langsung membawa Aprille ke belakang tubuh tegapnya. "Biarkan kami sendiri," ucap Alden begitu dingin. Auranya berubah menjadi tidak tersentuh.

"Tidak..."

"Aku tidak akan mengulangnya," geram Alden. Earl Patrick langsung mundur teratur seperti tikus yang tengah disudutkan oleh kucing. Wajah pria itu tampak ketakutan. Earl Patrick kemudian berbalik dan berlari sekencang mungkin.

Aprille langsung menggigit tangan Alden, agar pria itu mau melepaskannya. Hal itu sama sekali tidak mempengaruhi Alden, malah gigi Aprille yang terasa ngilu. Pria itu menarik Aprille ke sebuah kamar yang dekorasinya mirip dengan kamar tahanannya. Alden melepaskan Aprille ke tengah ruangan dengan kasar kemudian menatapnya dari atas hingga bawah.

"Apa yang harus aku lakukan supaya kamu patuh?" ucapnya dengan suara yang tidak ingin dibantah. Alden mengelilingi Aprille dengan gerakan perlahan, tetapi pasti seperti seekor singa yang mengintai mangsanya.

"U-urusan kita sudah selesai semenjak tiba disini." Aprille sangat gugup saat Alden tiba-tiba saja melepaskan tuniknya dan membuang benda itu ke lantai. Ia tidak terbiasa melihat tubuh seorang pria dewasa, apalagi jika terpampang nyata di hadapannya.

"Kau begitu keras kepala."

"Aku tid..."

Belum sempat, Aprille menjawab, Alden sudah menyudutkannya di dinding dan mengurungnya di antara kedua lengan pria itu.

"Berhenti membantahku!" tegas Alden menunjukkan sisi yang tidak pernah dilihat Aprille sebelumnya.

Aprille terdiam kemudian menatap mata Alden dengan gugup. Sorot mata itu, lagi-lagi membuat Alden tidak bisa mengendalikan dirinya.

"Aku mencarimu malam ini. Aku berusaha mencium baumu, tapi aku tidak menemukanmu," bisik Alden putus asa. "Aku tidak menemukanmu di saat aku menginginkanmu."

"Tapi aku seorang laki-laki," ucap Aprille, walaupun tenggorokannya tersekat.

"Aku tahu," ucapnya lagi kemudian memberikan hembusan nafas ke leher Aprille. "Ini terasa sangat salah... tapi juga terasa sangat benar."

"Kau gila," umpat Aprille dengan wajah tidak percaya.

"Entah mengapa, hati kecilku yakin kau bukan orang biasa." Alden berbisik di telinga Aprille hingga membuatnya merinding.

"Berhenti menjadikanku alasan kalau kau memang gila." tegas Aprille, kemudian mendorong dada Alden sekuat mungkun.

"Aku tidak gila!" bantahnya dengan amarah yang terlihat jelas dalam mata semerah darah itu. Alden langsung menggigit leher Aprille hingga berdarah, lalu meninggalkannya begitu saja.

"Aku akan memulangkanmu besok, tetapi untuk malam ini, kau harus dikunci lagi," tegas Alden seolah tidak ingin dibantah. "Aku bisa melakukan sesuatu yang tidak ingin kau bayangkan. Kejadian yang kau lihat tadi, hanya sebagian kecil dari keseluruhannya."

THE PLEASURE IS ALL YOURS ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang