11. OVERPROTEKTIF TANPA ALASAN

19.5K 2.8K 49
                                    

"Nak," panggil Alden sambil menggoyangkan tubuh bocah itu dengan lembut berharap dia bangun. Namun, bocah itu masih tertidur pulas sambil menggambar peta Kerajaan Cartland di bantalnya. Alden mendengus, kemudian memukul lengan bocah itu lagi.

"Kau tidak ingin makan malam?" tanya Alden sambil mengguncang tubuh bocah itu dengan sabar. Percayalah, Alden tidak sesabar ini dalam menghadapi manusia. Namun, entah mengapa hatinya sedang baik hari itu hingga lebih bersabar pada bocah hijau imajinatif tersebut.

"Lima menit lagi," ucap bocah itu yang terdengar seperti dengkuran. "Berbicara dengan kambing membuat energi dalamku terkuras."

Alden tersenyum geli. "Kau bahkan tidak mengerti apa yang diucapkan kambing itu, Nak."

"Karena itu, energi dalamku terkuras," balas bocah tersebut di sela dengkurannya. "Pergilah duluan, aku menyusul."

Alden menghela nafas panjang lagi, kemudian melipat tangannya di depan dada. Bocah babi ini ternyata sangat senang tidur dan Alden sudah terlalu kelaparan untuk membangunkannya. Ia mengangguk, kemudian berkata pada bocah itu, "Aku akan menunggumu di bawah."

Si Bocah Alden bergumam tidak jelas.

"Kalau kau melihat sesuatu yang ganjil, jangan pernah berbicara padanya. Mengerti?" tegas Alden dengan tatapan yang menggelap saat ia menggumamkan kata yang ganjil itu. Setelah berkata demikian, Alden keluar dari pintu dan turun ke ruang makan yang disediakan penginapan itu.

Saat mendengar pintu berderit tertutup, Aprille langsung loncat dari ranjangnya dan berjalan ke kamar mandi. Aprille melompat senang, karena pada akhirnya ia memiliki waktu privasi untuk menjadi dirinya sendiri. Aprille melepaskan semua bajunya, kemudian berendam dalam kolam kecil yang terbuat dari kayu ek. Jauh sederhana daripada yang biasa ia gunakan di rumah, namun entah mengapa lebih nyaman. Aprille menikmati setiap riak hangat dari air yang menyentuh kulitnya dan mengangkat semua keletihannya sepanjang hari.

Ia tidak berbohong mengenai betapa lelahnya dia saat berbicara dengan kambing. Aprille berusaha mengerti apa yang dibicarakan kambing tersebut padanya. Namun, semakin ia memaksakan diri, kepala Aprille semakin terasa sakit mendengar suara yang dikeluarkan kambing tersebut hanya 'mbe', 'mbe' dan 'mbe'.

Tubuh Aprille menegang waspada ketika mendengar suara derap kaki di kamarnya. Ia menenggelamkan seluruh tubuhnya dalam air, walaupun hal tersebut tidak bisa menutupi bagian privasinya. Ia merosot sambil mengintip dari bawah pintu. Aprille bisa melihat dengan jelas sepatu boot hitam segelap malam itu tengah berhenti di depan pintu kamar mandinya.

Ia sangat ketakutan kalau-kalau Alden tahu bahwa dirinya bukan seorang anak laki-laki. Bisa-bisa pria tegap itu meninggalkannya begitu saja dan mengecapnya sebagai penipu ulung. Aprille belum siap mempunyai musuh yang menganggapnya seperti itu. Aprille tidak berani bergerak bahkan bernafas pun tidak. Ia terus menatap sepatu boot hitam legam itu sampai pada akhirnya bunyi langkah kaki terdengar menjauh.

Aprille menghela nafas lega, kemudian langsung menuntaskan kegiatan membersihkan dirinya secepat mungkin.

Ia belum ingin tertangkap. Masih belum.

***

Aprille melangkahkan kakinya ke ruang makan yang disebut oleh Alden tadi. Sesaat, ia merasa semua gerakannya diawasi dari jauh, tetapi setiap kali ia berbalik, Aprille tidak melihat siapa-siapa di belakang. Saat menuruni tangga, Aprille lagi-lagi merasakan sesuatu yang janggal tengah mengawasinya dari ruang makan. Ia mendongak dengan gerakan perlahan dan matanya bertemu dengan mata biru unik yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Mata itu seolah menenggelamkannya dalam kehampaan yang tidak terbatas. Ia terlalu fokus pada kedua mata indah itu, sampai-sampai tidak melihat masih ada undakan tangga di bawahnya.

Aprille tergelincir dengan sangat memalukan dan dilihat oleh semua orang di situ. Waktu seolah-olah berhenti hanya untuk mengejek momen jatuhnya Aprille dari tangga. Seorang pria bertubuh besar dan terlihat seperti prajurit menarik sikutnya untuk berdiri. "Kau tidak apa-apa, Nak?"

"Tidak," jawab Aprille mantap kemudian tersenyum. "Aku seorang pria."

Pria berotot besar dengan luka goresan yang banyak itu kemudian mengusap kepala Aprille sambil tergelak. "Bocah hijau yang menarik. Bergabunglah bersama klub pria jantanku."

Aprille mengedarkan pandangannya sebentar ke ruang makan yang sudah sangat ramai itu dan mendapati Alden duduk di pojok dengan beberapa wanita mengelilinginya. Pria itu bahkan tidak mau repot-repot meliriknya saat ia terjatuh.

Dasar pria tua berhati es! umpat Aprille dalam hati.

Tanpa berpikir panjang lagi, Aprille langsung mengiyakan tawaran pria yang tampaknya seperti mantan prajurit itu. Mereka berjanji akan mentraktir Aprille semua pesanan yang ia mau. Inilah yang Aprille bayangkan saat ia menyebutkan petualangan. Klub pria itu menceritakan semua pengalaman bertarung paling brutal yang pernah mereka alami. Aprille terus mendengarkan sambil sesekali menyesap susu cokelat hangatnya. Ia terus mendengarkan, namun fokusnya terbagi. Aprille merasa seperti ada suara dalam hatinya yang menyuruhnya untuk berbalik dan menatap lagi mata biru unik itu. Ia berbalik dan mendapati seorang pria menawan dengan mata biru tersebut tengah tersenyum nakal padanya.

Aprille lagi-lagi berusaha fokus pada kumpulan teman barunya itu. Tiba-tiba saja salah seorang dari mereka menyodorkan segelas bir penuh pada Aprille. "Kau harus mencoba bir ini, Nak, sebagai tanda kau adalah seorang pria sejati."

"Aku boleh meminumnya?" tanya Aprille dengan mata berbinar.

"Tentu saja," jawab pria berotot yang menolongnya tadi -Aprille lupa namanya. Pria itu memukul punggung kecil Aprille hingga ia tersentak ke depan.

Saat ia ingin meneguk segelas bir itu, tiba-tiba saja seseorang menarik bir tersebut dan meletakkannya di meja. "Tidak boleh. Kau cukup mabuk dengan susu saja."

Aprille menoleh dan mendapati Alden tengah berdiri di sampingnya. Karisma dan ketegasan pria itu saat berada di samping Aprille membuatnya terpesona untuk sesaat.

"Aku ingin mencobanya," mohon Aprille.

"Tidak." Alden sedikit menggeram saat melarang Aprille untuk meminumnya.

"Bung, kau benar benar tidak menyenangkan," komentar salah seorang dari mereka yang dibalas dengan sorakan tidak setuju.

"Aku hanya ingin melindungi apa yang menurutku penting," jawab Alden. Aprille yakin sekali raut wajah gerombolan tersebut tiba-tiba menjadi ngeri, lalu langsung bubar secepat mungkin.

Aprille berbalik dan mendapati pria menawan bermata biru itu juga sudah menghilang.

THE PLEASURE IS ALL YOURS ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang