17. KEPUTUSAN TERAKHIR

18K 2.6K 20
                                    

Aprille mengerjapkan matanya waspada ketika mendengar bunyi pintu yang berderit terbuka. Ia terus membayangkan nasib menyedihkannya sepanjang malam. Aprille mulai menyesali keputusannya untuk berpetualang ke dunia luar sendirian. Awalnya terasa menyenangkan bisa bertemu dengan manusia dari berbagai spesies, namun semakin lama Aprille merasa janggal. Ia merasa janggal tentang semuanya, termasuk Alden.

Pria itu ditakuti banyak orang. Entah apa yang sudah dilakukan Alden hingga menebar ketakutan selayaknya diktaktor. Namun, Aprille mulai merasa ada sesuatu tentang pria itu yang membuatnya waspada. Ia berpura-pura tidur dan tidak berani membuka matanya. Aprille mencium wangi lembut nan ringan menguar dari pintu. Wangi itu tercium seperti wangi parfum wanita bangsawan yang ibunya pakai.

Aprille memberanikan dirinya menengok sedikit dan langsung menyesal. Wangi wanita itu ternyata berasal dari pria yang sangat ia waspadai. Aprille berpura-pura tidur lagi, walaupun ia tahu aktingnya tentu saja gagal. Pria itu pasti sudah tahu kalau ia tidak tidur.

"Kau sangat berani," ucap Alden dengan nada yang terdengar lebih santai, daripada nadanya semalam.

Aprille langsung beranjak berdiri dari ranjangnya. "Aku akan pulang sendiri ke keluargaku. Terima kasih sudah mengantarku sampai ke sini."

Tenggorokan Aprille tercekat saat ucapan terima kasih keluar dari mulutnya. Sebenarnya ia ingin memaki-maki pria itu dengan kasar, sesuai dengan kata hatinya. Alden menaikkan sebelah alisnya, lalu tersenyum miring. "Kalau saja kau tidak membantah, Bocah."

"Kalau saja aku tahu kau adalah psikopat," balas Aprille sambil menatap Alden. Kali ini, pria itu memakai tunik putih yang memberi kesan santai pada gayanya.

"Kau tidak tahu apa-apa tentangku, Nak." Alden mengingatkan sambil bersandar di ambang pintu dan meneliti setiap gerak gerik bocah itu.

"Aku tidak mau tahu."

Alden menatap bocah itu lama sambil mengangkat alisnya meremehkan. "Aku tidak menawarkanmu untuk tahu sesuatu tentang diriku."

Aprille merasa malu seperti kucing ketika mengetahui Alden tengah menatapnya dengan tatapan intens. "Aku akan mengambil barang-barangku di kamar tahananku," ucapnya dengan penuh penekanan seolah menyindir Alden.

Ia berjalan ke arah pintu di mana Alden masih berdiri dengan tenang. Pria itu sengaja menghadang jalannya dengan tubuh besarnya, kemudian tersenyum miring lagi. "Jangan dianggap serius kejadian semalam, Nak. Aku tidak tertarik pada laki-laki, apalagi bocah ingusan sepertimu."

"Astaga, bagaimana mungkin aku menganggapnya serius. Orientasi seksualku masih normal. Aku masih tertarik pada wanita. Aku tidak melenceng seperti kau," sembur Aprille tiba-tiba hingga membuat Alden terkejut.

Kata-kata bocah itu mengenai hatinya. Orientasi seksualnya tidak wajar?

"Aku tidak melenceng, Bocah!" balas Alden dengan mimik kesal. "Aku baru saja bercinta dengan wanita semalam. WANITA. Catat itu!"

Aprille tidak bisa menyembunyikan ekspresi syok, sekaligus kesalnya pada Alden. "Lalu, aku harus menyembahmu begitu? Kau bercinta dengan wanita hanya untuk memulihkan reputasimu, kan? Kau hanya tidak mau orang banyak tahu, kalau kau menyukai sesama jenis. DASAR MENYEDIHKAN!"

Alden menegakkan tubuhnya kesal kemudian mencubit pipi bocah itu dengan gemas. "Tarik ucapanmu, Bocah,"

"Awh, sakit!" Bocah itu meringis sakit sambil memukul-mukul tangan Alden.

"Kenapa kau tersinggung kalau pernyataanku salah?" lanjut bocah itu lagi seolah tidak mau menyerah.

"Aku tidak melenceng. Kamu yang membuat orientasi seksualku melenceng, Bodoh!" balas Alden cepat, tanpa memikirkan perkataannya.

Bocah itu menatapnya dalam diam dengan ekspresi bingung. Alden langsung berdeham canggung, lalu melepaskan cubitannya di pipi bocah itu.

"Maksudmu?" tanya bocah itu padanya.

"Maksudku, umm... kau membuatku bingung. Orientasi seksualku jadi tidak wajar." Alden mengusap tengkuknya dan berusaha menyusun kata-kata yang tepat.

Si Bocah Alden masih terdiam sambil menatapnya, seolah berusaha mencari jawaban di wajahnya. "Tidak, aku masih bingung."

"Sudahlah, jangan dipikirkan. Segera turun untuk makan pagi," pinta Alden, lalu berbalik pergi secepat mungkin.

***

Aprille mengemas semua barang barangnya dan membulatkan tekad untuk pergi ke Desa Glyndwr sendirian, tanpa bantuan Alden sama sekali. Lagi pula, Alden berjanji hanya mengantarnya sampai di Ravle. Ia tidak ingin terlibat lebih banyak lagi dengan pria itu, apalagi setelah tahu karakter mengerikan Alden. Aprille bergidik ngeri, lalu membawa tas kainnya bersamanya,

Ia berjalan dengan tenang, namun waspada, khawatir kalau kalau matanya menangkap pria sialan itu lagi. Aprille memilih untuk kabur lewat pintu depan. Mungkin terdengar aneh, karena selama ini penyusup kabur melalui pintu belakang. Namun, masalahnya, ruang makan terletak di dekat pintu belakang. Karena itu, dia lebih memilih melalui pintu depan.

Aprille menuruni tangga dan mendapati hanya terdapat beberapa wanita malam yang tengah berbincang hangat di ruang tamu. Ia menghela nafas lega, kemudian segera melangkahkan kakinya menuju ke pintu depan.

Hati kecilnya bertanya-tanya bagaimana bisa tidak ada kehebohan di rumah bordil itu, padahal Alden telah melukai salah satu wanita di situ?

Pintu mahoni putih yang elegan itu seolah menunggu untuk dibuka. Kebebasannya tengah menunggunya di ambang pintu, ketika suara lembut nan menggoda itu menyapanya.

"Mau ke mana, My Lord?" tanya wanita malam itu menggoda.

Aprille berbalik. "Jangan beritahu siapa pun kalau aku pergi."

"Baiklah," jawab wanita wanita itu serempak.

Baru saja tangannya mencapai gagang pintu berukiran itu, tiba-tiba saja namanya dipanggil dengan lantang. Suara yang terdengar familiar dan bersahabat di telinganya, namun tidak dengan hatinya. Aprille menghela nafas kesal, kemudian langsung membuka pintu itu dan segera keluar. Namun, rasa penasarannya mengusik Aprille untuk mengintip sedikit ke dalam ruang tamu itu.

Alden menghampiri wanita malam tadi kemudian bertanya sambil menengok ke samping kiri dan kanannya. "Kalian melihat bocah berumur 16-17 tahun di sekitar sini?"

"Seperti apa ciri-cirinya, My Lord?" Salah seorang wanita malam yang berambut pirang itu bertanya sambil berdiri mendekati Alden.

"Rambutnya berwarna coklat pendek. Pipinya berisi dan selalu bersemu merah." Tanpa Alden sadari, ia terseyum saat membayangkan bagaimana pipi bocah tersebut selalu bersemu merah ketika merajuk, sedangkan Aprille memegang pipinya dan bertanya-tanya apakah berat badannya naik hingga pipinya berisi.

"Selain itu, matanya..." Alden berhenti sejenak sambil memikirkan tatapan polos dari bocah itu ketika menatapnya. Kilatan semangat yang terpancar dari mata bocah itu ketika bercerita tentang khayalannya. Alden baru menyadari kalau mata bocah itu yang menghanyutkannya hingga sejauh ini.

Alden langsung tersadar dari lamuanannya. Astaga! Orientasi seksualnya benar-benar sudah melenceng jauh. Gay dan pedofilia. Menjijikkan!

"Maksud Anda, bocah cantik itu, My Lord?" tanya salah satu di antara mereka sambil tersenyum menggoda.

Aprille mempertajam pendengarannya lagi. Alden mengangguk.

Tatapan wanita malam -yang menyebutnya bocah cantik tadi- itu tiba-tiba saja bertabrakan dengan tatapan Aprille. Wanita itu tersenyum nakal kemudian menjawab, "Dia ada di balik pintu itu, My Lord."

Aprille mengumpat kasar, karena menyesal sudah mempercayai wanita malam itu. Ia langsung mengambil langkah seribu dan pergi dari rumah bordil itu. Aprille sempat mendengar seseorang menyerukan namanya, sebelum ia menyusup ke salah satu kompartemen beratap terbuka yang berisi jerami.

THE PLEASURE IS ALL YOURS ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang