10. PERDEBATAN REMEH

19.1K 2.9K 40
                                    

Alden menatap ngeri pada bocah di sampingnya yang kini berbicara dengan seekor kambing. Si Bocah Alden sepenuhnya mengabaikan kehadirannya dan malah berbicara dengan kambing yang berada dalam kompartemen. Kereta kuda itu memang khusus mengangkut hewan hewan ternak. Kompartemen tersebut cukup besar dan tidak memiliki atap sehingga memperlihatkan pemandangan di sekelilingnya. Alden sudah membayar sang kusir untuk memberikannya tumpangan ke Ravle.

Sejak tadi pagi, bocah itu sama sekali tidak mau berbicara dengannya. Sesekali si Bocah Alden meliriknya dengan tatapan tersinis yang pernah ia lihat, lalu membuang mukanya. Alden tahu ia salah, karena ia tidak memberitahukan kenapa ia begitu panik tadi. Kini, bocah tersebut merajuk karenanya. Alden malah merasa geli melihat bocah tersebut merajuk dan memilih untuk mendiamkannya hampir setengah hari. Ia berdeham pelan untuk mendapatkan perhatian bocah tersebut.

Namun, lagi-lagi bocah itu malah sibuk bergumam tidak jelas dengan kambing yang berada di sebelahnya. Alden berdeham sekali lagi, dan kali ini bocah itu meliriknya, namun tidak menjawabnya sama sekali.

"Kau tidak perlu mendiamkanku seperti ini dan malah berbicara dengan kambing," gumam Alden untuk pertama kalinya membuka suara.

Bocah tersebut bersikap seolah tidak peduli dan melanjutkan perbincangan hangatnya dengan kambing.

"Aku merasa terhina," ucap Alden lagi sambil tersenyum hangat. "Kau lebih senang berbicara dengan kambing daripada aku."

"Kambing lebih mengerti perasaanku daripada kamu," celetuk si Bocah Alden tidak mau kalah.

Alden menaikkan sebelah alisnya menantang dan hal itu membuat Aprille salah tingkah untuk ke sekian kalinya. Pria itu terlihat nakal, sekaligus misterius. Alden membalikkan tubuhnya menghadap Aprille sepenuhnya dan melemparkan tatapan tertarik.

"Bagian mana dari perasaanmu yang perlu aku mengerti?" tanya Alden.

Bocah itu menggeleng singkat."Tidak usah."

"Tadi, katanya kau ingin dimengerti," celetuk Alden sambil tersenyum miring. "Sini, biar aku saja yang mengerti perasaanmu."

Aprille yakin sekali ia merona sekarang. Karena itu, ia membuang mukanya ke hamparan rumput yang luas. Ia menggidikkan bahunya tidak peduli, padahal hatinya tengah berdegup sangat kencang sekarang.

Alden memiringkan kepalanya ingin melihat wajah bocah tersebut. "Kau masih marah?"

Bocah itu masih membuang mukanya ke arah kiri kemudian menggeleng kecil. "Tidak."

Alden tertawa kecil. "Semua bocah memang sangat sensitif."

Si Bocah Alden langsung menolehkan kepalanya ke Alden dan memberikan tatapan tidak terima. "Aku sudah remaja, bukan bocah lagi!"

"Tapi imajinasimu masih seperti anak berumur 3 tahun," sergah Alden cepat.

"Bukannya seharusnya kau meminta maaf?"

"Untuk apa?" tanya Alden polos.

Air wajah bocah tersebut menunjukkan bahwa ia tidak suka dan juga merasa tersinggung. "Kau membopongku dan menyembunyikan sesuatu dari ku."

"Itu untuk kebaikanmu."

"Sejak kapan kau begitu peduli dengan kebaikanku?" Pertanyaan bocah yang berapi-api membuat Alden tertarik untuk meladeninya.

"Apakah aku terlihat seperti peduli?"

"Ya!" jawab si Bocah Alden berapi-api kemudian menghela nafas panjang. "Kau baru saja mengatakan itu untuk kebaikanku. Hal itu berarti kau peduli."

"Itu hanya formalitas, Nak," ucap Alden santai menanggapi kemarahan bocah yang meluap-luap

"Berarti kau tidak peduli padaku?"

THE PLEASURE IS ALL YOURS ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang