five, starving.

10.3K 1.3K 282
                                    

sore hari, jeongin sudah bersih sekarang. dia diam-diam merangkak turun dari ranjangnya karena hyunjin masih tertidur. dia sedang memasak di dapur untuk makan malamnya dan hyunjin.

sementara si beler? dia masih setia di atas ranjang jeongin. tertidur hingga sore hari seperti ini. jeongin hanya membiarkannya. sudah terlalu terbiasa dengan hal-hal seperti ini.

tangannya tengah memasak dengan telaten sampai dia melirik ke arah tangga kamarnya. hyunjin tengah turun dengan mata seperempat terbuka dan berjalan ke arahnya lalu memeluk pinggangnya dan menempelkan bibirnya pada leher jeongin.

"jangan ganggu, aku lagi masak." ucap jeongin namun tidak menahan perbuatan hyunjin.

hyunjin tidak peduli, dia tetap mencium leher jeongin bahkan sampai adik tingkatnya itu selesai memasak barulah hyunjin melepasnya. dan di leher jeongin sudah ada tiga tanda kemerahan yang baru saja dihasilkan hyunjin.

gila.

jeongin duduk di meja makan tersebut dengan hyunjin di hadapannya, "kamu ga pulang?"

"ngusir?"

"engga gitu sial."

hyunjin terkekeh pelan lalu melahap spaghetti yang baru saja dimasak jeongin sementara sang tuan rumah menggerutu sambil mengunyah spaghettinya.

"jeong," panggil hyunjin.

"hm?"

"kok kalo diliat-liat kamu lucu ya."

jeongin langsung tersedak spaghetti.








•••••••






malamnya, hyunjin benar-benar pulang. yah, walaupun hanya tinggal menyebrang dari rumah jeongin dan dia sampai di rumahnya.

jeongin tengah duduk di ruang tvnya sembari mengerjakan tugas kuliahnya dengan laptop. meja kecil di dekatnya terletak sebuah coklat hangat dan biskuit kesukaannya.

dia menghela nafasnya sambil berusaha berfikir jernih. sulit sekali setelah hyunjin yang tiba-tiba mengatakan dia lucu dan tersenyum.

tidak, jeongin tidak menyukai hyunjin apalagi mencintainya. mereka berdua hanya teman biasa. benar-benar pure hanya teman. tidak akan berubah.

sebuah panggilan masuk dari skype mengganggu acara membuat tugasnya. dan dari siapalagi jika bukan hyunjin yang tiba-tiba menelfonnya melalui skype.

"apa?" tanya jeongin, berusaha cuek.

"ke rumahku." ucap hyunjin dengan nada yang terdengar, err, agak menyeramkan karena suaranya terdengar sangat rendah.

jeongin memutuskan panggilan tersebut dan mengswitch-off laptopnya. dia mengambil jaketnya dan melangkah keluar dari rumahnya. tidak lupa menguncinya pula.

laki-laki 21 tahun itu yakin hyunjin baru saja emosi. dia sempat melihat mobil kakak hyunjin keluar dari garase rumahnya.

dia yakin, hyunjin pasti bertengkar lagi dengan kakaknya itu. mereka memang tidak pernah akur apalagi sejak sang kakak, hwang minhyun, menikah dengan laki-laki yang pernah berurusan dengan hyunjin di kampus. ya, kakak tingkatnya sendiri. jarak umur mereka hanya 3 tahun.

jeongin masuk ke rumah tersebut tanpa izin. tak lupa pula menutup pintunya dan berlari ke lantai dua; kamar hyunjin. memeluk pria yang sedang emosi itu dan berusaha menenangkannya.

dia tau, sahabatnya ini baru saja perang mulut dengan kakak kandungnya juga kakak iparnya sendiri.

“udahlah,” kata jeongin sambil menangkup kedua pipi hyunjin dan mengelusnya pelan.

hyunjin memejamkan matanya, merasakan bagaimana jari-jari kecil itu mengelus pipinya yang kasar dan menangkup wajahnya. merasakan hangatnya tangan jeongin yang tengah berusaha menenangkannya.

tangan besar hyunjin melingkar pada pinggul sempit jeongin, menarik mendekat. membuat jeongin dengan refleks melepaskan tangannya dari wajah hyunjin dan mengalungkannya.

bibir mereka bersatu. hyunjin yang memulainya. hyunjin yang memintanya. hyunjin yang menginginkannya.

jeongin, bagaikan penerang dalam gelapnya hyunjin, bagaikan hujan dalam panasnya hyunjin.

bagaikan selimut pada dinginnya malam, bagaikan gula pada segelas teh hangat di musim dingin, bagaikan bintang yang menemani bulan.

namun hyunjin sadar akan sesuatu, ya, jeonginnya memang menggemaskan. hyunjin akui itu. siapa yang tidak menyukai jeongin di kampusnya?

tapi, otak dan hati hyunjin seakan-akan sudah disetting untuk tidak mencintai sahabatnya itu dalam konteks lain. untuk tidak menjadikan jeongin pendamping hidupnya. semua itu mutlak dan tidak akan berubah.

kecuali jika suatu saat nanti settingan dari otak dan hati hyunjin rusak karena sebuah kebohongan yang dia lakukan pada dirinya sendiri.

FOOLS.Where stories live. Discover now