22 : jatuh hati denganmu

802 83 2
                                    

Udah hari senin, dan gue bangun kesiangan. Mana gue berangkat sendiri naik bis, soalnya Bang Ong masih nginep dirumah Minhyun, papah ama mamah masih diluar kota. Jadilah gue dirumah sama bi inah doang.

Tadi pagi waktu keluar rumah, hampir aja gue mau masuk ke rumahnya Guanlin. Huuuuhhh ampe gini amat ya gue..
.
.
.
.
.
Gue turun dari bis sekitar jam 7.15 am.
Gerbang sekolah udah ditutup, semua murid lagi pada upacara di lapangan yang agak jauh kalo dari gerbang sekolah.

Di post satpam juga nggak ada orang sama sekali.

Jadilah gue disini cuma berdiri didepan gerbang nunggu sampe ada pak satpam.

Gue menghela nafas kasar, kening gue udah berkeringat karena tadi gue lari-lari ngejar bis.

Rambut gue yang sedari tadi terurai akhirnya gue kuncir kuda.

Waktu gue lagi mengikat ikatan terakhir di rambut gue, ada yang nyamperin gue dari belakang dan berdiri disamping gue.

"Tumben telat." ucapnya singkat namun dapat membuat gue membulatkan mata gue sempurna.

Gue mendongakkan wajah gue ke dia yang berdiri di samping gue tanpa natap gue.



















"Guanlin??"
Gue memekik tertahan waktu liat sosok nyata Guanlin yang tiba-tiba ada didepan gue. Ini....nyata????

Ini bener-bener kayak nggak nyata. Gue masih menatap Guanlin dengan tatapan tak percaya.

Guanlin natap gue balik terus senyum kecil ke gue.

"Kenapa telat?"

"L-lo..? Kok bisa disini?" tanya gue pelan.

"Emang gue kemana?" ucap Guanlin santai.

"B-bukannya lo pindah sekolah ke Bandung?"
Kok jadi grogi gini ama Guanlin?

"Siapa yang bilang?"

"Daehwi yang bilang." jawab gue.

Terus Guanlin ketawa gitu. Gatau lucu nya yang mana.

"Lo percaya sama omongan Daehwi?"
Laaah maksud nya?

"Maksud lo?"

"Gue nggak pindah ke Bandung, waktu itu gue cuma mau nginep ke rumah nenek gue yang ada di Bandung karena dia lagi sakit. Sekalian jalan-jalan disana."

"Tapi waktu itu kenapa lo seakan-akan kaya--"

"Lo nya aja yang langsung motong omongan gue waktu itu. Waktu itu gue mau bilang kalo gue mau ke Bandung beberapa hari doang, tapi lo malah kayak sedih gitu, ya jadinya gue--"

Grep

Gue meluk Guanlin. Gue singkirkan semua rasa gengsi gue sebagai cewek. Biarin Guanlin mau mikir apaan, intinya sekarang gue seneng Guanlin udah balik. Gue nggak mau dia pergi lagi.

"Lin, jangan pergi lagi..."
Gumam gue sambil nahan tangis.

Guanlin bales pelukan gue sambil mengelus surai hitam gue dengan lembut.

"Gue kan udah disini.."

"Lin, yang waktu itu.... gue juga suka sama lo Lin. gue mau jadi pacar lo. Ayo kita jadian.." ucap gue sambil nahan malu, tapi MAU!

"Emang gue pernah nembak lo ya?"
Kata Guanlin masih sambil mengusap surai hitam gue.

Deg deg.

Haaa? Iya sih-eh.. Guanlin kan nggak nembak gue ya? Waktu itu dia cuma ngungkapin perasannya.
Huaaaaah malu gue

Buru-buru gue lepasin pelukan gue dan memalingkan wajah gue dari Guanlin sambil menyeka air mata gue.

"Tapi, gue tetep mau kok jadi pacar lo--"

"Kalo lo maksa." lanjut Guanlin.

"Ishh apaan sih?!" kata gue sambil mukul dada Guanlin pelan dilanjut nyubit lengan Guanlin.

"Serius, Na." Guanlin tiba-tiba pegang tangan gue.

"Na, gue tau kalo lo juga sebenarnya suka sama gue."

"Pede!"

"Kan lo udah bilang tadi." kata Guanlin.

"Na, gue juga suka sama Lo. Suka.... suka banget sama Lo." ucap Guanlin masih memegang tangan gue.

Gue natap Guanlin lekat-lekat.

"Gak usah bercanda."
Kata gue sambil narik dasinya Guanlin.

"Apa perlu gue teriak sampai seisi sekolah ini denger kalo seorang Guanlin lagi jatuh cinta sama yang namanya Nana?"
Kata Guanlin sambil senyum.

"Lebay ah." ucap gue sambil tersenyum terus meluk Guanlin.

"Beneran nih kita jadian?"
Ucap Guanlin sambil mengusap surai hitam gue.

"Menurut kamu?" gumam gue.

"Ciee pake aku-kamu an nih?"

"Enak lo-gue aja." kata gue sambil melepas pelukan Guanlin.

"Yaah kok gitu? Kan biar mesra."

"Alay ih Lin."

"Hahahah iya iya." kata Guanlin sambil mencubit hidung gue pelan.

"Na?"

"Hmmmm?"

"Lepas aja kuncirnya, bagus digerai."
Ucap Guanlin sambil melepas tali rambut gue dari depan dan tangannya meraih ke belakang kepala gue.

"Jelek ya?" kata gue.

"Cantik terus kok, tambah manis aja kalo digerai." gumam Guanlin seraya menyisir rambut gue pake jarinya.

"Gombal." gue senyum sambil mencubit perut Guanlin.

"Badan aku biru-biru semua kalo kamu tiap hari gini." sahut Guanlin sambil menghentikan tangan gue yang nyubit perutnya.

"maaf, sakit ya? Kan cuma bercanda." kata gue.

"Enggak sayang." Guanlin nyubit kedua pipi gue.

Gue hanya mendengus sebal, padahal sebenarnya dalam hati gue seneng dipanggil sayang sama Guanlin.
Jantung gue? Udah dugeun dugeun nggak karuan, ehehe. Tapi cringe juga sih tiba-tiba manggil 'sayang'

"Mau masuk nggak?" tanya Guanlin.

"Daritadi gue nungguin disini juga nggak ada yang nyuruh masuk."

"Yaudah bolos aja yuk."

Gue mengangguk dengan mata yang berbinar.

Akhirnya gue ama Guanlin pergi jalan dan nggak jadi masuk sekolah.

Gue bener-bener nggak nyangka kalo gue udah jadian sama Guanlin. Rasanya seperti mimpi.

Seorang Guanlin yang jail, nyebelin, perhatian, suka bikin kesel, tapi dia juga sukses bikin gue jatuh hati ke dia.

***

Always Lin [Lai Guanlin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang