47 : selamat ulang tahun

1K 70 5
                                    

Dengan tangan gemetar, Guanlin membuka pintu kafe yang sudah hampir satu tahun tidak ia masuki.

Sudah jam 8 malam, kafe hampir tutup.. Guanlin sengaja datang pada jam begini agar ia mendapatkan ketenangan untuk menemui seseorang yang telah lama ia rindukan.

Segalanya sudah berjalan dengan normal. Bahkan Nana sudah mulai mengurus kafenya sejak dua hari lalu. Kecuali hubungan mereka berdua. Mereka tak pernah saling sapa sejak pertemuan terakhir mereka di rumah sakit.

Matanya berbinar melihat gadis yang ia nanti-nanti selama ini—keluar dari arah dapur sambil menenteng jaket. Pandangan mereka bertemu.

Nana bergeming melihat Guanlin yang tiba-tiba ada disini. Tangan Guanlin terasa tak bertenaga hanya untuk membawa paket bersampul coklat yang ia bungkus sejak berbulan lalu.

Langkah Nana sedikit terseret untuk mendekati Guanlin. Tenggorokannya terasa tercekat.



"Ah, hai?? Happy birthday to you." Ucap Guanlin tanpa basa-basi saat jarak mereka semakin mengikis.

Nana tertegun. Ternyata Guanlin masih ingat hari ulang tahunnya.

Nana bingung harus membalas apa. Sebenarnya, Ia masih takut untuk bertemu Guanlin. Ia masih belum siap untuk menceritakan semuanya pada Guanlin.

Namun kedatangan Guanlin tiba-tiba, membuat Nana harus siap untuk menjelaskan semuanya jika lelaki itu menuntut penjelasan.

"Selamat ulang tahun." Ulang Guanlin karena Nana hanya terpaku dan tidak membalas ucapan Guanlin.

Nana terkesiap, lalu ia mengatur ekspresi setenang mungkin.

"Ah, hai. Thanks. Ternyata kamu masih ingat."

Baru beberapa detik saja Nana langsung menyesali ucapannya barusan. Secara tidak langsung ia seakan mengatakan; kirain kamu udah lupa sama hari ulang tahun ku.

Guanlin tersenyum kecil mendapatkan respon seperti itu. "Aku masih ingat. Selalu."

"Kado buat kamu." Ujarnya seraya menyodorkan paket tadi.

Nana menerimanya dengan tangan gemetar. Lalu ia berterima kasih pada Guanlin—masih dengan keadaan canggung.

Karena keadaan yang terlalu canggung, dan keduanya masih menahan apa yang seharusnya mereka sampaikan sejak lama. Akhirnya mereka berdua memutuskan untuk duduk diluar kafe sambil menikmati coklat panas yang Nana buat.

"Aku nggak nyangka kita ketemu lagi."
Ujar Guanlin membuka percakapan.

"Y-ya...aku juga."

"Na, aku—"

"Selamat ya atas pernikahan kamu. Aku ikut seneng, sekarang kamu udah punya keluarga yang sempurna." Ujar Nana memotong ucapan Guanlin, memilih memberikan ucapan selamat terlebih dahulu daripada mendengar pernyataan dari Guanlin langsung yang akan terdengar lebih menyakitkan.

Guanlin mengernyit mendengar Nana berkata seperti itu. Ternyata, Nana masih salah paham.

"Hidup aku belum sempurna, bahkan sejak kita berpisah." Kata Guanlin—mengungkit masa menyakitkan mereka berdua waktu dulu.

"Dan sepertinya, Kamu salah paham, jari manis aku masih kosong." Guanlin mengangkat telapak tangan kirinya didepan wajah Nana. "Aku belum menikah sama sekali."

Nana menatap wajah Guanlin penuh tanya. Padahal, waktu itu, perempuan yang bernama Sena yang ia ketahui telah mengandung anak Guanlin. Bagaimana bisa?

"Bukannya...kalian udah menikah dan istri kamu udah mengandung?" Tanya Nana tak mengerti.

Guanlin menggeleng. "Ceritanya panjang. Intinya, aku belum menikah dan dia bukan istriku."

Always Lin [Lai Guanlin]जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें