Chapter 19

4.2K 410 31
                                    

*Istana Alam 'Ruh'*

Sai menghabiskan waktu di kamarnya. Kamarnya memang mewah, tetapi tak ada kenyamanan di sana.

Ia memutuskan untuk melukis saja. Ia mengambil kanvas dan alat melukisnya. Inspirasi di kamar mungkin tak sebanyak yang ada di luar. Akan tetapi, melukis di kamar jauh lebih rileks karena tak ada seorang pun yang mengganggunya.

Ia menorehkan kuas ke kanvas dan membentuk sketsa. Sai memang mahir karena ia diajari oleh mendiang ayahnya untuk menghilangkan stres dengan melukis.

Sai juga tak menyangkan bisa bertemu teman lamanya. Sakura tak seperti dulu lagi. Sekarang Sakura terlihat 'hidup' daripada dulu. Sai sendiri tak perlu diberi tahu mengapa Sakura terlihat lebih 'hidup'.

   "Aku pernah melihat salah satu nama yang kau tulis di buku coretanmu, Sakura. Uchiha Sasuke. Aku rasa kau begitu beruntung karena bisa bertemu dengannya walaupun hubungan kalian terkesan aneh." kata Sai entah pada siapa.

Ia menorehkan warna merah ke kanvasnya. "Kira-kira ghoul sepertimu bisa tidak ya membunuh kaum siluman dan werewolf yang memiliki rencana jahat itu?" lanjutnya.

   "Untung saja selain dua kaum itu tak ada lagi kaum yang haus akan kekuasaan. Mungkin mereka memiliki konflik antar klam, namun sesama kaum saja. Semua temanku merupakan keturunan kaum-kaum yang sangat kuat. Sementara aku? Aku kaum siluman klan Yuuhi yang dikaruniai kecepatan super dan ilusi saja." keluhnya.

   "Mungkin saat perang tugasku hanya menyelamatkan warga dengan kecepatanku dan menghipnotis musuh dengan ilusiku. Aku juga memiliki penyakit turunan dari ayah. Aku tak bisa bela diri karena aku bisa mati berdiri karena tubuhku sangat lemah akibat penyakit ini. Yah mungkin saat perang nanti aku bisa tidur dengan tenang dan menyusul ayah." katanya.

Sai meletakkan kuasnya dan melihat lukisan itu. Ia tersenyum tipis lalu meletakkan kanvas yang masih basah itu di bawah tempat tidurnya. Ia membereskan peralatannya lalu duduk di ranjang.

   "Tetapi sebelum hal itu terjadi, aku ingin merasakan cinta dari seorang perempuan. Bisakah aku mendapatkannya?" tanyanya pada diri sendiri.

TOKK TOKK

   "Masuk." balas Sai.

KRIETT

Sai berdiri dan membungkukkan badan memberi hormat. "Apa Yang Mulia membutuhkan bantuan saya?" tanya Sai.

   "Aku ingin menemui anakku. Itu saja." balas Fugaku.

Fugaku duduk di ranjang mikik Sai dan Sai juga duduk. "Bagaimana kabarmu?" tanya Fugaku.

Sai tersenyum simpul. "Saya baik-baik saja. Bagaimana dengan ayah sendiri?" tanya Sai.

Fugaku mengangguk. "Kau mirip sekali dengan Sasuke. Ngomong-ngomong, apakah kau mau bersekolah di sekolah yang sama seperti Sasuke?" tanya Fugaku.

   "Tidak. Aku tak butuh sekolah. Hidupku hanya untuk berkelana. Aku tak memerlukan hal yang menghabiskan uang seperti itu." balas Sai.

Fugaku menaikkan alis. "Sekolah sangat penting untukmu."

   "Tidak, ayah. Mungkin aku menghabiskan hidupku di alam fana. Di sana jauh lebih nyaman." kata Sai.

   "Kau begitu menyukai alam samoah itu? Aku bahkan membenci kehidupan di sana." kata Fugaku.

Sai terkekeh. "Di sana begitu adil. Semua manusia tak memiliki kekuatan aneh seperti alam ini. Yang dipandang di sana hanyalah status jabatan. Lagipula inspirasi melukis di alam fana jauh lebih banyak daripada di sini." kata Sai tak peduli.

Blood, Wounds, and Tears | sasusaku ✔️Where stories live. Discover now