9 - Nembak

9.5K 1.6K 235
                                    

Apakah benar cerita ini udah jadi fosil?
Selamat membaca!

***

Sejak bangun tidur sampai bersiap untuk pergi sekolah, senyum Sacha terus terukir lebar. Pertemuannya dengan Mario kemarin begitu menyenangkan. Mereka mengobrol banyak mengenai masa kecil mereka dan juga kehidupan yang mereka jalani setelah empat tahun perpisahan. Fakta bahwa Mario tetap hangat seperti dulu adalah sesuatu yang sangat Sacha syukuri.

Pagi ini, tak banyak drama yang tercipta antara dirinya dan Virgo. Sacha sarapan dalam ketenangan. Naik motor cowok itu tanpa protes, dan berboncengan menuju sekolah tanpa saling adu mulut.

Motor Virgo kini telah memasuki gerbang sekolah yang tinggi. Beberapa mata langsung menatap mereka penuh tanda tanya dan raut heran. Namun, bukan Sacha namanya kalau tidak pura-pura masa bodoh.

Motor Virgo berhenti di parkiran. Sacha langsung turun dengan senyum lebar. Virgo yang sejak pagi buta menyadari keanehan ekspresi itu akhirnya bertanya penasaran.

"Ngapain lo senyum-senyum sendiri?"

"Bukan urusan lo," sahut Sacha sambil menyerahkan helm barunya. Helm berwarna putih merah bermotif angry bird yang dibelikan oleh Papa Virgo kemarin.

"Oh, gue tau, pasti di otak lo sekarang lagi ngayalin cara nembak Kibay, kan?" tebak Virgo setelah dia turun dari motornya.

Senyum Sacha surut seketika.

"Jangan lupain fakta kalau hari ini lo harus bayar taruhan lo." Virgo memperjelas.

Sial! Sacha bergumam dalam hati. Dia hampir lupa dengan taruhan bodoh itu.

"Santai aja, gue bisa nge-handle-nya," balas Sacha sok santai, padahal diam-diam dia menelan ludah gusar.

Virgo menyeringai. "Jam istirahat pertama. Kami biasanya ngumpul di kantin lantai 2. Kami duduk di tengah-tengah."

Sacha berusaha memproses informasi tersebut.

"Gue tunggu lo nembak Kibay disitu. Jangan kabur, atau lo bakal nyesel."

"Lo ngancem, heh?"

"Gue memperingati."

Kemudian, Virgo menepuk bahu Sacha sekilas, senyum sok manis tersungging di bibirnya tak lebih dari dua detik. "Selamat belajar!" Kemudian, cowok itu melenggang meninggalkan Sacha yang mendadak dongkol berat.

Padahal tadi suasana hatinya betul-betul baik. Seperti ada pelangi yang mengelilinginya. Namun Virgo berhasil membuat suasana menyenangkan itu musnah. Sacha kini merasa dikelilingi awan kumulonimbus dan petir mematikan.

Sacha menghela napas panjang dan mulai melangkahkan kaki ke kelasnya. Di kelas yang terletak di lantai 2, kelas paling dekat dengan toilet, suasana sudah cukup ramai. Kedatangan Sacha disambut sapaan hangat. Sacha menjatuhkan bokongnya di kursinya.

"Cha, PR Sejarah udah?" tanya Uwi, cewek yang duduk di depan Sacha.

Sacha mengangguk. Dilihatnya Nina, teman sebangku Uwi turut membalikkan badan. Tiba-tiba saja, Sacha diliputi rasa penasaran dengan sosok yang hendak ditembaknya istirahat nanti.

"Btw, mau tanya dong, kalian kenal Kibay nggak?" tanya Sacha pada dua teman barunya itu.

"Kenal, lah," sahut Uwi langsung.

"Kibay itu kapten basket sekolah," tambah Nina.

"Dia itu orangnya gimana?"

"Wah, dia mah terkenal. Anaknya manis gitu, aktif, heboh, suka ngelucu," kata Nina. "Lo naksir dia, Cha?"

Super Big MatchNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ