23 - Hujan

7K 1.3K 145
                                    

Chapter 23

Selama di ruang makan, Sacha nggak banyak bicara. Dia hanya menanggapi pertanyaan dan lelucon Bunda Virgo dan Kak Gemini seadanya. Hari ini karena Arin, moodnya benar-benar hancur.

Setelah makan dan membantu mencuci piring, Sacha langsung naik ke lantai atas. Pintu kaca balkon yang terbuka membuat Sacha dapat melihat langit malam yang tampak hitam pekat tanpa bintang. Sacha berjalan ke balkon, menikmati udara dingin yang seakan menusuk kulitnya.

Mata Sacha menerawang jauh. Rasanya sungguh kesepian tidak ada mamanya disini. Pandangan Sacha beralih ke arah rumahnya yang masih di renovasi. Sacha mendesah berat. Butuh waktu berapa lama lagi agar Sacha bisa segera pindah ke rumahnya sendiri?

"Lagi ngapain?" Pertanyaan yang berasal dari suara berat khas lelaki menyentak Sacha. Dia menoleh dan menemukan Virgo sedang berjalan menghampirinya.

Sacha nggak menjawab karena dia tahu kemungkinan besar Virgo cuma bertanya retoris, sudah jelas Sacha berdiri disini untuk menikmati pemandangan malam hari komplek ini.

"Ngeliatin rumah lo, ya?" tanya Virgo lagi. "Kayaknya awal bulan depan sudah bisa dihuni, tuh."

Sacha melirik Virgo sekilas. "Lo pasti nggak sabar pengin liat gue pergi dari sini."

"Tau banget lo," jawab Virgo tanpa mikir sama sekali.

Kalau dulu Sacha akan merasa biasa saja mendengar hal itu dari mulut Virgo, namun setelah mendengar kebenaran yang Arin paparkan padanya di sekolah tadi, Sacha nggak bisa menganggap perkataan Virgo kali ini hanya angin lalu.

Sacha mengusap tengkuknya karena hawa dingin menerpa kulitnya langsung, membuat bulu kuduknya meremang.

"Sorry, gue sama nyokap banyak ngerepotin lo," ucap Sacha sungguh-sungguh, lalu ia menggigit bibir bawahnya, seakan sudah menyesal telah mengatakan kalimat itu. Rasanya terlalu canggung untuk mereka berdua.

Sacha dapat merasakan pandangan Virgo yang tertuju ke arahnya. Namun, Sacha pura-pura tak menyadarinya.

Lalu, hujan pun turun. Titik-titik air membasahi bumi, percikannya mengenai Sacha dan Virgo yang berdiri di balkon. Sacha tersentak. Apalagi ketika melihat, hujan turun sangat deras.

Virgo segera menyuruh Sacha masuk dan mengunci pintu kaca balkon.

"Nggak usah keluar, hujan. Tidur aja di kamar lo. Cuaca kayak gini enaknya rebahan di kasur," kata Virgo. Tanpa menunggu respons Sacha, cowok itu melangkah ke kamarnya.

Meski ragu, Sacha mengikuti saran Virgo. Tak ada orang disini, jadi memang lebih baik dia berdiam di kamar walaupun sebenarnya dia merasa tak nyaman.

Sejujurnya Sacha benci hujan. Dia benci bagaimana suara gaduh hujan yang jatuh di atap rumahnya. Dia benci suara guntur yang terkadang bersahut-sahutan, dan dia nggak suka udara dingin yang menusuk kulitnya.

Selama kurang lebih satu jam, Sacha cuma berdiam diri di kamar. Sekarang sudah jam sepuluh malam, tak ada tanda-tanda hujan akan reda.

Semakin lama Sacha merasakan apa yang biasa dia rasakan ketika hujan turun, ia merasa gelisah. Oleh sebab itu dia memutuskan untuk menghubungi mamanya via telepon. Sudah tiga hari dia nggak bertatap muka dengan mamanya. Walaupun kadang mengaku nggak tahan sama mamanya yang doyan ngomel, tapi kalau ditinggalin begini, Sacha jadi kangen juga.

Panggilan pun terhubung. Sacha langsung menyapa dan menanyai kabar mamanya dan juga keluarga disana.

"Mama baik-baik aja, Cha. Tante Mira juga udah lumayan baikan. Mama bakal pulang besok. Kabar kamu gimana? Kamu nggak nyusahin Tante Laras, kan?"

Super Big MatchWhere stories live. Discover now