17

1K 55 0
                                    

Erlang POV

Sambil menggaruk garuk kepalaku yang tidak sebenarnya tidak gatal ini aku berusaha mencari inspirasi untuk tugas ini, sudah hampir satu jam aku di depan laptop dan sampai sekarang belum ada yang bisa aku tulis.

Iya, aku mendapat tugas untuk membuat novel dan akan di kumpul menjelas ujian nasional, walaupun sebenarnya masih ada beberapa bulan, tetapi pengerjaannya ini membutuhkan waktu yang lumayan. Ditambah lagi aku tidak hebat merangkai kata-kata dan ada yang mengganggu pikiranku akhir-akhir ini.

Aku berdiri dari kursi ini kemudian berjalan menuju keluar menuju balkon dan menatap ke langit malam. Jangan terlalu berharap untuk melihat banya bintang, hanya sedikit bintang yang nampak. Hanya bintang yang memiliki magnitudo tampak yang kecil saja karena kalah oleh cahaya lampu dari gedung dan jalanan.

Kalau mau tahu, magnitudo tampak itu adalah salah satu pengukuran tingkat kecerahan benda-benda lagit yang dinyatakan dengan bilangan bulat yang dimana semakin negatif angkanya maka semakin cerah pula benda langit itu. sementara untuk di daerah perkotaan, hanya bintang dengan magnitudo tampak yang lebih rendah dari +3.0 saja yang bisa dilihat dengan mata telanjang.

"Gini Lang, masa remaja itu harus dinikmati. Jangan dilewatkan begitu saja, pacaran aja sekali kali, biar ada warnanya gitu. Lihat, kami main, kadang pacaran tetapi kami fine fine aja kok. Nilai di sekolah baik baik saja, kami juga sering menang lomba juga, iya kan?"

Kata-kata Satria tiba-tiba terngiang kembali di pikiranku. Tidak tahu mengapa kata-kata itu terngiang kembali, padahal itu sudah lama dan kenapa tiba-tiba saja muncul di ingatanku.

Mungkin ini yang didefenisikan jatuh cinta?

Aku sebenarnya tidak tahu, aku hanya berspekulasi ini aku sedang jatuh cinta. Karena ini pertama kali aku merasakan perasaan aneh itu dan yang tiba-tiba muncul selepas aku jalan dengan Airin. Tidak tahu mengapa ada perasaan berbeda jika aku melihat dia, seperti ada kebahagiaan tersendiri. Iya, dia cantik, dan itu tidak perlu lagi diragukan.

Mungkin aku harus menarik pikiranku beberapa minggu lalu.

Ternyata jatuh cinta itu rasanya aneh, yah.

Aku merasa tertarik dengan Airin siswa kelas XII Schumpeter itu, aku tidak pernah mempermasalahkan Airin itu anak IPS. Menurutku semuanya sama saja dan semua orang pasti hebat pada bidangnya masing-masing.

Dia kurang ........ cerdas? Aku sering mendengarkan guru-guru membicarakan Airin jika aku ke ruangan pak Danar. Tetapi aku tidak peduli itu, aku berpikir Airin mungkin hanya malas saja dan nanti aku akan berusaha membuatnya rajin. Dia kurang baik? Iya, aku juga terkadang tidak sengaja mendengar teman-temanku membicarakan hal-hal buruk yang dia lakukan. Tetapi, setelah aku lebih mengenalnya ternyata dia tidak seburuk yang aku pikir juga. Aku sudah merasa nyaman dengan dia, ada orang yang bilang mengatakan itu buta, kan? Dan aku percaya itu. Tapi masalahnya, apakah Airin mau sama aku?

Aku lalu masuk ke dalam kamar kemudian berjalan menuju cermin kotak berukuran sedang yang tertempel di samping meja belajarku. Akhir-akhir ini aku sering memandangi pantulan wajahku dari cermin, sebenarnya tidak ada yang spesial. Apalagi jika harus dibandingkan dengan mantan-mantan Airin.

Kak Devan, vokalis band sekolah yang tidak hanya pandai menyanyi. Dia juga pandai memainkan alat musik, dan itu sangat keren.

Jayden, kapten basket sekolah. Dia memiliki darah campuran eropa? Aku tidak tahu, yang jelas dia itu blasteran, dan dia juga punya banyak fans.

Bayu? Mungkin sahabatku itu bisa dikategorikan hampir sempurna untuk ukuran manusia. Pintar, berbakat, tingginya lebih dari 180 cm, keren? Tidak usah ditanyakan itu, jika aku jalan dengan Bayu semua orang curi-curi pandang ke dia. Malahan aku merasa seperi kurcaci jika aku jalan di sampingnya. Jangan lupakan juga aku sering menerima titipan hadiah dari penggemar Bayu.

Kenapa aku tahu semua itu? Aku tahu karena terkadang aku tidak sengaja mendengar teman kelasku yang membicarakan Airin. Tapi, Bayu bukan mantan Airin by the way.

Sedangkan aku? Tidak perlu banyak-banyak dijelaskan. Tinggiku hanya 165 cm, terlalu pendek untuk dibandingkan dengan dua orang itu. Berkacamata, dan tidak ada keren-kerennya sama sekali. Tidak mungkin juga, kan orang-orang menonton aku belajar, menjelaskan tentang mekanika quantum, hukum Newton, atau mungkin persamaan kontinuitas, yang ada orang tertidur. Cerdas cermat? Mungkin disitu ada hiburan, walau hanya sedikit sekali.

Sebenarnya aku malu untuk mengatakan ini, karena jelas aku jauh dari standar Airin dan jika aku mengatakan itu pada Airin pastinya dia akan menolakku mentah-mentah.

Tapi, mungkin ada baiknya aku coba.

"walau kau tolak, tak akan ku sesali."

Itu adalah potongan lagu dari aitakatta, aku tau karena Bayu sering memutar lagu itu. Jadi, ada baiknya aku jujur saja dan tidak perlu takut dengan penolakan. Lagi pula, ini adalah pertama kalinya bagiku.

**

[COMPLETED] My Jenius Boyfriend Where stories live. Discover now