24

900 50 0
                                    

Erlang POV

Airin kenapa tidak terlihat, apakah dia tidak ke sekolah? Aku sudah beberapa kali melirik ke jendela kelasnya dan sampai sekarang aku belum menemukan sosoknya. Kelasku dan kelas Airin terletak di gedung yang bersebrangan, kebetulan juga letak kelas kita berdua itu terletak sejajar. Terkadang pada saat jam pelajaran kami saling melempar senyum. Walau kenyataannya Airin lebih sering melirik ke arahku dari pada memperhatikan guru yang mengajar di kelasnya. Maka dari itu, aku sering menutup tirai pada saat jam pelajaran agar dia bisa tetap fokus dalam pelajaran. Karena sekarang kebetulan guru sedang berhalangan hadir, aku pun membuka tirai di jendela agar aku bisa melihat Airin dari sini, dan dia juga bisa melihatku.

Tapi, sampai sekarang aku belum melihat Airin. Airin kemana, yah? Apa dia sakit? Dan tadi malam dia belum membaca pesan yang aku kirim, baru kali ini dia lama begitu. Sampai sekarang pun aku belum tahu, karena aku belum membuka ponselku hari ini. Apakah dia sudah membalas pesanku?

Dari pada terus memikirkan hal ini, lebih baik aku fokus dulu mengingat kembali materi fisika.

**

Saat ini aku sedang berada di halaman rumah Airin, ternyata dia belum membalas pesan yang aku kirim semalam. Jangankan dia balas, dia baca pun belum. Baru pertama kali dia begini. Aku merasa sedikit khawatir dengannya, sehingga aku memutuskan untuk ke rumahnya.

Aku melihat sebuah mobil terparkir dan seorang pria turun dari mobil tersebut, mungki itu ayah Airin. Soalnya aku belum pernah bertemu dengan ayah Airin.

"Sore, Om!" sapaku ramah kepada pria tersebut yang saat ini hendak masuk ke dalam.

"Sore. Ada apa, yah!" balasnya dengan ramah.

"Airin ada om?"

"Airin belum pernah keluar dari kamar sejak kemarin malam, nak." Kata Ayah Airin dengan wajah khawatir.

Mendengar hal itu, aku memerasa heran dan muncul pertanyaan di pikiranku. Airin kenapa?

"Masuk!" kata Ayah Airin yang kemudian membuka pintu kemudian masuk.

"Iya, Om" kataku sambil mengikuti ayah Airin masuk ke dalam rumah.

"Silahkan duduk!" aku pun duduk di sofa dan Ayah Airin begitu pula Ayah Airin yang duduk di sampingku.

"Kamu siapanya Airin?"

"Teman dekat, om" jawabku.

"Teman atau pacar?"

Aku menganggukkan kepala sekali sembali berkata "bisa dibilang begitu, om" disertai seyuman.

Ayah Airin tidak menjawab apa-apa. Maka dari itu aku pun kembali bertanya.

"Airin kenapa, om?"

Ayah Airin lalu melap wajahnya, terlihat ekspresi kesemasan dari wajahnya. Beliau kemudian berkata "Airin tidak pernah keluar kamar sejak kemarin malam. Mungkin dia merasa bersalah karena hampir mencelakakan mamanya. Tapi, untung saja mamanya dan adiknya selamat. Ada baiknya dia ada perasaan bersalah pada mamanya, tetapi om khawatir kalau dia tidak keluar terlalu lama, dia belum makan juga sejak kemarin malam."

Aku sedikit terkejut sekaligus kecewa mendengarkannya, ternyata Arin memliki perilaku yang buruk. Apalagi terhadap ibunya.

"Kamu bisa membantu om membujuk menyuruh dia keluar!" pinta Ayah Airin.

Aku menganggukkan kepala sambil berkata "iya, om. Bisa."

"Nama kamu siapa, nak?"

"Erlang, om"

"Ayo, ikut om."

Ayah Airin pun berdiri, lalu berjalan ke kamar Airin yang ada di atas.

"Airin! Pacar kamu datang!" kata Ayah Airin sambil mengetuk pintu kamar anaknya.

[COMPLETED] My Jenius Boyfriend Where stories live. Discover now