33

811 49 0
                                    

Airin POV

Dengan penuh kebanggaan, gue terus memandangi kertas jawaban beberapa ulangan harian gue.

Delapan puluh lima, sembilan puluh, seratus. itu angka yang tertulis dengan jelas di kolom nilai ulangan harian gue. Awalnya banyak guru yang nggak percaya dengan gue dan menganggap itu hasil kecurangan, tetapi gue berhasil meyakinkan mereka dengan meminta soal lain dan mengerjakannya.

Yeah. Hebat, kan gue?

Sepertinya gue harus membeli figura untuk memajang semua ini.

Tak lama kemudian, pintu kamar gue terbuka. Sontak gue berbalik, ternyata Zalza dan Cinta yang masuk. Tanpa berkata apa-apa, mereka berdua langsung saja ngacir ke tempat tidur gue.

Maklumi perilaku mereka, soalnya gue juga begitu di rumah Zalza dan Cinta.

"Huhh. Capek banget gue!" kata Cinta sambil berbaring tertelungkup di tempat tidur gue sambil masih mengenakan seragam sekolah. Iya, gue undang dia untuk ke rumah gue waktu di sekolah tadi karena ada acara syukuran atas kelahiraan adik gue hari ini. Tetapi sekarang acara sudah selesai, semua tamu sudah pulang.

"Gue laper, Rin. Ini tujuan kita sengaja langsung ke sini, yah!"

"Hmmm. Iya, iya." Gue langsung berdiri dari tempat duduk gue kemudian berjalan ke luar kamar.

Gue berhenti kemudian berbali saat gue sudah di ambang pintu. "Katanya elo mau makan, sini! Nggak mungkin, kan gue bawain elo berdua."

**

"Lucu banget!" kata Cinta sambil menggendong Rafli, sementara Zalza ada di sampingnya sambil memegang pipinya. Gue hanya melihat mereka berdua sambil duduk di kursi tamu.

Tenang! Ada mama yang ngawasi Cinta, dan kalau urusan anak bayi Cinta sudah berpengalaman, dia punya banyak sepupu dan keponakan yang masih bayi.

Gue? Boro-boro, menggendongnya aja belum berani, masih terlalu kecil soalnya. Tunggu dia agak gede baru gue gendong.

Tak lama kemudian, papa muncul dari dalam kemudian duduk di samping mama.

"Eh, kamu tidak memanggli Erlang, yah!" kata mama yang sontak membuat gue terkejut beserta Zalza dan Cinta menatap gue dengan tatapan penuh pertanyaan.

"Iya, ma." Jawab gue dengan ekspresi kikuk.

**

Gue sudah mengaku putus dengan Erlang pada Zalza dan Cinta, dan tak lama setelah mama tadi bertanya soal Erlang, gue langsung bawa Zalza dan Cinta ke kamar gue untuk menjelaskan ke mereka tentang hubungan gue beserta memberi tahu ke mereka tentang Erlang yang pernah ke rumah gue. Nggak muluk-muluk, kok penjelasan gue, dan ada banyak bagian yang nggak gue cerita ditambah gue berbohong soal gue telah putus. Tak lama kemudian, Zalza dan Cinta langsung pulang. Setelah itu, sontak gue langsung menghubungi Erlang untuk datang ke rumah gue, dan satu jam kemudian dia datang ke rumah gue.

Sekarang Erlang sedang main catur di halaman belakang bersama papa. Gue dari tadi hanya memperhatikan mereka berdua dari balik dinding kaca yang memisahkan ruang makan dan halaman belakang. Gue dengar beberapa kali juga papa melontarkan pujian ke Erlang karena telah dikalahkan. Kalau masalah otak, Erlang tidak perlu diragukan lagi, pah.

Sesekali juga gue lihat beberapa kali mereka berdua tertawa, dan dari tadi Erlang selalu tersenyum, senyuman level dua. Padahal Erlang itu agak pendiam, lho. Akhirnya dia bisa juga akrab dengan papa.

Adem banget lihatnya.

Setelah dua bulan lebih gue pacaran sama Erlang, gue bisa menyimpulkan sesuatu. Gue bisa mengklasifikasi senyuman Erlang ke dalam beberapa level, hahaha.

Level satu. Yah, bisa dibilang itu senyuman yang nggak ada bedanya dengan wajah datarnya. Mungkin elo menyadari itu senyuman kalau elo memperhatikannya lebih dekat lagi.

Level dua. Ini senyuman yang biasa dia berikan ke orang lain sebagai bentuk penghormatan. Sudah bisa dibilang senyuman ini, walau hanya segaris, sih.

Level tiga. Kalau yang ini hanya gue yang dapat. Beneran, yah. Gue nggak bohong. Senyumannya ini giginya yang rapi itu sudah muncul.

Level empat. Ini bisa dibilang yang paling limited edition dari dia, gue aja jarang lihat dia tersenyum begitu. Senyuman lebar yang sampai-sampai menampilkan lesung pipinya, dan itu manis banget. Sumpah! Gue nggak bohong dan gue juga nggak melebih-lebihkan disini.

Penting? Nggak terlalu penting juga, sih hasil penelitian gue selama ini. Hanya sekedar info saja. Tapi, siapa tahu, kan bisa bermanfaat buat umat manusia ke depannya, dan bisa dapat hadiah nobel. Keren, kan kalau gue dan Erlang nanti dapat hadiah nobel?

Gue melirik ke jam dinding, dan ternyata sudah setengah sembilan. Mungkin gue yang harus menghentikan mereka berdua, bisa saja Erlang sudah pengen pulang tapi merasa sungkan untuk bilang ke papa.

Gue kemudian beranjak dari kursi kemudian menghampiri mereka berdua.

**

Erlang POV

Ayah Airin sekarang mengantarku pulang, awalnya aku menolak dan meminta untuk naik ojek saja. Tetapi, karena beliau terus memaksa, jadi aku mengikut saja.

Sekarang aku dalam perjalanan dengan aku duduk di samping Ayah Airin yang sedang mengemudikan mobil ini, sementara Airin ada di belakang. Tidak ada percakapan yang terjadi di antara kita bertiga, hanya sekali-kali Ayah Airin yang bertanya tentang dimana letak rumahku.

"Terima kasih, om, Airin." Sekarang mobil telah berhenti tepat di depan rumahku.

"Mampir dulu, om?" Tawarku yang sebenarnya ini hanya basa-basi.

"Lain kali saja, sudah malam." Syukurlah, sebenarnya aku juga tidak berharap mereka mampir ke rumahku. Aku harus menjelaskan apa ke orang tuaku jika mereka bertamu? Aku juga belum memberi tahu orang tuaku mengenai ini.

Aku menjadi semakin bersyukur Ayah Airin menolak untuk mampir ke sini. Saat aku membuka pintu kamarku ternyata Bayu ada disini dan dia sedang berbaring di ranjang dengan earphone yang menempel di telinganya.

"Dari mana aja lo?" tanya Bayu setelah menyadari keberadaanku, ia lalu melepas earphone-nya kemudian bangkit lalu duduk.

"Dari rumah teman, ada acara tadi." Aku tidak bohong, kan?

Bayu hanya ber-oh saja. Baguslah, dia tidak banyak tanya.

"Lusa gue ada ulangan matematika. Ajarin gue, dong."

"Kenapa tidak minta ke Satria saja?"

"Kayak nggak tahu aja, lo. Gue jadi tambah bego kalau diajar dia."

"Iya, iya."

"Aku ganti baju dulu."

Bayu memang paling buruk dengan pelajaran matematika, atau segala sesuatu yang berhubungan dengan perhitungan.

**

[COMPLETED] My Jenius Boyfriend Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum