29

836 47 0
                                    

Erlang POV

"Pertemuan hari ini cukup sampai disini. Saya harap kalian belajar lebih giat lagi, karena tidak lama lagi kami akan lulus dan kalian nanti pastinya yang akan menjadi lini terdepan dalam perlombaan." Kataku yang setelah itu semua siswa di dalam ruangan ini, yang sebagian besarnya kelas sepuluh dan sebelas keluar satu persatu ke ruangan ini.

"Terima kasih, kak." kata Resta. Dia adalah adik kelasku yang menurutku paling ambisius. Dia yang paling rajin bertanya.

Sedih juga karena tidak lama lagi aku akan lulus dari sini, dan mungkin salah satu yang akan aku rindukan di sekolah ini adalah disini, klub fisika. Mungkin separuh dari masa sekolahku dihabiskan dengan belajar fisika dan berlomba bersama mereka.

Berkas untuk melamar beasiswa ke Singapura telah aku kirim minggu lalu, dan sekarang sisa aku tunggu hasilnya. Aku selalu berdo'a semoga saja aku bisa lolos. Sebenarnya kak Dimas dulu juga mendaftar sepertiku, sayangnya dia tidak lolos. Itulah kenapa aku ingin mencoba juga, dan berharap aku yang bisa mewujudkan impian kak Dimas ini.

Aku menarik napas panjang kemudian merapikan buku-buku fisika milikku lalu memasukannya ke dalam tasku.

Saat aku berniat keluar dari kelas, Andien tiba-tiba memanggilku dari bangku belakang "Lang, Tunggu dulu!"

Sontak aku menghentikan langkahku disusul Andien yang mendekat.

"Bisa kita bicara dulu?"

Aku berpikir sejenak kemudian menganggukkan kepala. Toh, hanya bicara biasa. Kalau Airin melihatku, aku bisa menjelaskannya.

"Kita bicara di taman dekat perpustakaan, yah!"

**

"Kamu mau bilang apa?" tanyaku sesampainya kami berdua di taman dekat perpustakaan.

"Kamu pacaran dengan Airin?"

Aku hanya menganggukkan kepala perlahan-lahan, dia tahu dari mana?

"Airin, kan bukan anak baik-baik."

"Dia sering bermasalah juga." Sambungnya.

"Tidak, mungkin kamu belum terlalu mengenalnya. Dia baik dan itulah alasanku kenapa aku pacaran dengan dia."

"Aku takut dia punya rencana yang jahat ke kamu."

"Tidak, kamu tidak perlu takut."

Aku lihat wajahnya berubah menjadi murung.

Setelah itu, dia tidak berkata apa-apa sehingga keheningan menyelimuti kami berdua selama beberapa menit.

"Sudah tidak ada yang dibicarakan?"

"Kalau sudah tidak ada aku pulang dulu." Kataku yang kemudian mengambil tasku yang dari tadi aku taruh di sampingku lalu beranjak dari tempat ini.

**

[COMPLETED] My Jenius Boyfriend Where stories live. Discover now