44

933 47 1
                                    

Airin POV

Gue nggak tahu harus ngapain sekarang, gue hanya bisa melirik ke milkshake yang gue pesan dari tadi dengan perasaan penuh deg-degan. Kalau tahu begini, lebih baik gue belajar aja di rumah. Depan gue duduk seorang laki-laki dan perempuan yang pastinya lebih tua beberapa tahun dari gue.

"Ternyata selera Erlang keren juga, yah!" seorang laki-laki yang baru datang beberapa menit yang lalu buka suara, yang gue tahu namanya itu kak Dimas. IYA, DIA KAKAKNYA ERLANG!

"Tidak usah sungkan, Airin. Kami tidak marahin kamu, kok." Kata kak Fildza dengan ramah, mungkin dia bisa baca ekspresi gue ini. Dia yang ajak gue ketemuan beberapa hari yang lalu. Mungkin dia ingin mengintrogasi gue gara-gara gue merusak adiknya itu. Bawa gue pergi ke meikarta, please!

"Ehh. Iya, kak."

Kak Fildza tersenyum melihat gue, dan gue akuin kak Fildza itu cantik banget. Pantas kenapa Erlang itu ganteng, sudah keturunan ternyata. Kak Dimas juga ganteng, mirip Erlang dan papanya.

"Kamu mantannya Erlang, kan?" Sebenarnya ini pertanyaan sudah dia tanyakan waktu dia nge-wa gue dulu, dan waktu itu gue kaget kenapa ada orang yang tahu nomor wa gue dan tiba-tiba tanya gue begitu. Setelah gue tanya-tanya kemudian, ternyata dia dapat kontak gue dari Bayu.

"Iya, kak."

"Aku bilang, nggak usah sungkan. Kami hanya ingin tanya-tanya kamu, kok." Balas kak Fildza dengan ramah, sementara kak Dimas hanya diam menyimak pembicaraan kami berdua sambil sesekali meminum kopinya.

"Kamu teman sekolah Erlang, kan?"

"Iya, kak."

"Kamu sekelas dengan dia?"

Gue hanya menggelengkan kepala.

"Kata Bayu kamu adalah mantan Erlang. Jadi, kami panggil kamu ke sini karena penasaran dengan kamu, kamu ternyata penyebab kegalauan Erlang akhir-akhir ini. Erlang nggak mau cerita ke kita, akhirnya kakak minta kontak kamu ke Bayu."

Gue hanya tersenyum mendengar perkataan kak Fildza. Ternyata elo galau juga, Lang. Bukan hanya gue.

Tapi, kenapa elo gengsi banget?

Ternyata elo nggak sedewasa yang gue pikir, Lang. masih ada sifat kekanakan elo. Kalau elo juga galau kenapa elo tetap nggak mau hubungin gue? Kita sama-sama tersiksa disini, lho.

Oke, gue baru ingat. Ini pertama kalinya Erlang berpacaran dan mengalami masalah sekomplikated ini, jadi mungkin ini kenapa dia rada-rada kekanak-kanakan. Beda dengan gue yang jam terbang gue sudah tinggi dan sudah melanglang buana seluruh nusantara. Apasih.

"Jadi, kenapa kamu bisa pacaran dengan Erlang?" pertanyaan dari Kak Fildza tiba-tiba menghancurkan lamunan gue.

"Eh, iya kak?"

"Kenapa kamu bisa pacaran dengan Erlang?"

"Awalnya saya dekatin Erlang karena ditantang sama teman, kak. tetapi, lama kelamaan saya jadi suka sama dia dan akhirnya kami berdua pacaran. Tetapi saya masih belum mengakui saya pacaran beneran ke teman saya, malah saya mengakui sudah putus dengan Erlang, padahal waktu itu saya masih pacaran dengan dia. Puncaknya itu, waktu Erlang enggak sengaja dengan pembicaraan saya dengan teman-teman saya."

"Jadi, begitu kira-kira ceritanya, kak."

"Tapi, kenapa kamu berbohong ke teman kamu?"

"Kalau itu, saya mengaku salah kak. Saya juga berbohong karena saya tahu konsekuensinya kalau semua orang tahu saya dan Erlang pacaran pasti orang-orang ciengin kita berdua. Saya, sih tidak masalah dengan itu, kak. Tetapi tahu, kan Erlang. Pasti dia tidak nyaman digituin."

"Di samping itu saya juga tidak berpikir panjang, kak. Karena terlanjut bohong, jadi keterusan."

"Iya-iya." Kata Kak Fildza sambil tersenyum menganggukkan kepala mendengarkan gue.

"Ternyata kamu sudah paham betul dengan Erlang." sambungnya yang membuat gue tersenyum simpul.

"Oiya, kalian berdua pacaran berapa lama?" tanya kak Dimas tiba-tiba.

"Empat bulan lebih."

"Lama juga." Kata kak Dimas sambil mengelus dagunya yang sudah berambut itu. Mungkin begini bentuk Erlang jika dia memiliki janggut.

"Gue penasaran, kalian ngapain aja?" sambungnya.

"Kami hanya jalan-jalan saja, kak. Di sekolah kami biasa saja, seperti nggak kenal. Memang pada dasarnya dulu saya dan Erlang nggak kenal sih."

"Kalian pernah konflik?" rasanya gue seperti diwawancara aja.

"Tidak pernah, kak."

Kak Fildza menganggukkan kepala kemudian berkata "Kalau gitu, biarkan ini menjadi urusan kalian berdua, yah. Kalau Erlang mau balikan, itu terserah dia. Kakak dukung, kok."

Gue dibuat tersenyum mendengarnya. Akhirnya gue dapat dukungan semua pihak untuk pacaran dengan Erlang.

Tapi masalahnya, Erlang masih mau nggak sama gue?

"Ehh, nanti kamu mau kuliah dimana?"

"Psikologi, kak. Erlang yang nyuruh saya kuliah jurusan itu."

Kak Fildza tersenyum kemudian berkata "Ngomong-ngomong, Erlang nggak lolos di Singapur."

"Jadi kemungkinan besar dia kuliah di Indonesia saja." Sambungnya.

Gue hanya menganggukkan kepala mendengarnya. Gue agak sedih sekaligus senang, sih mendengarnya. Sedih karena Erlang gagal meraih impiannya. Senang karena gue bisa perbaikin hubungan gue dengan Erlang kemudian balikan lagi, dan nggak perlu LDR-an.

"Belajar yang rajin, yah!"

Gue tersenyum kemudian menjawab "Itu kata-kata yang sering Erlang ucapin ke saya, kak."

Kak fildza tersenyum kemudian berkata "Ehh, dari tadi kita hanya pesan minuman. Kita makan dulu, yah!"

"Iya, kak."

Selanjutnya kita bertiga makan bersama dengan kak Fildza yang sekali-kali bertanya soal kehidupan gue atau gue balik tanya-tanya soal Erlang, dan disini gue tahu lebih banyak lagi tentang Erlang yang dia sendiri nggak pernah cerita.

Nggak seburuk yang gue pikir ternyata. By the way, gue hampir nggak jadi ke sini saking deg-degannya. Gue berusaha cari-cari alasan buat nggak ke sini, walaupun ujung-ujungnya gue sampai ke sini gara-gara gue nggak dapat alasan, HAHAHAHA. Ternyata kak Dimas dan kak Fidza baik.

**

[COMPLETED] My Jenius Boyfriend Where stories live. Discover now