1. Serpihan Masa Lalu

31.3K 741 6
                                    

Nggak usah basa-basi, langsung aja ke chapter pertama ya. Oke, let's check it out!

***

Bagaimana rasanya menjadi orang yang tidak terpilih?

Apa yang kau ketahui tentang cinta? Apa itu tentang sapaan hangat nan menyejukkan di tengah-tengah sejuknya embun pagi? Atau tentang kecupan manis di kala fajar sedang menyingsing? Tidak. Cinta adalah luka. Cinta hanya sekedar bualan yang menyisakan elegi tak berujung. Membuat setiap insan manusia terbuai karenanya. Memangkas habis sisa-sisa kewarasan hingga ke akar-akarnya. Membuat manusia gelap mata. Benar-benar termakan oleh pedihnya cinta buta.

Aku menyesap secangkir espresso sambil duduk termangu menatap ribuan bintang di langit malam kota Jakarta. Seorang diri. Kesunyian tak pernah membelah kota besar ini meski sekarang hari sudah semakin malam.

Penderitaanku tentang cinta telah memangkas habis keinginanku untuk terus membuka hati. Bayangkan saja, membuka hati kembali setelah disakiti berulang kali? Hah, yang benar saja.

Maka dari itu, kuputuskan untuk menggembok hatiku sekuat-kuatnya. Laksana pagar tinggi berlapis kawat berduri, kudirikan fondasi yang menjadi akar dari sulur-sulur berduri yang membalut hatiku. Biar saja, supaya sesuatu yang gila bernama 'cinta' itu tak berhasil menyelinap lalu merambati hatiku.

Bukan tanpa sebab aku bertindak seperti ini. Jika bukan karena buaya-buaya itu, aku mungkin takkan bertingkah berlebihan seperti ini. Lelaki-lelaki buaya itu brengsek sekali. Mereka telah menanamkan ribuan dusta dalam hatiku. Sepenuh hati aku mencintai mereka, namun mereka malah menyalahgunakannya sebagai kesempatan untuk menyakiti hatiku. Mengulitinya dan menembakinya hingga menyisakan ribuan lubang besar yang menganga. Hingga saat ini, luka-luka tersebut masih terasa amat perih meski sudah berangsur-angsur mengering.

Perlahan, kusimpulkan bahwa cinta tak semanis yang kubayangkan. Dahulu, aku mempercayai bahwa cinta itu suci, selembut beledu dan semanis madu. Sehangat mentari, dan sesejuk hembusan angin malam. Namun, nyatanya cinta tak sedemikian indah seperti yang kubayangkan tadi. Cinta itu pahit, sepahit kopi. Terkadang memang terasa seperti hembusan angin malam, tapi terlalu dingin. Sampai menusuk kulit saking dinginnya.

Mengenai lubang-lubang besar di dadaku, belakangan kusadari bahwa cinta seperti sepucuk meriam. Menghujamiku dengan ribuan bom atom setelah mengelabuinya dengan ribuan kata manis yang sesungguhnya hanyalah dusta semata.

Seperti yang kualami beberapa bulan yang lalu. Masih di tempat yang sama, di sudut kafe kota ini.

OOO

Plakk! Tamparan keras itu mendarat begitu saja di pipi Daffa. Rara yang selama ini selalu setia menjaga hatinya untuk sang pacar, kini telah habis kesabarannya. Toh ia sendiri yang menyaksikan perbuatan nista yang dilakukan kekasih hatinya saat ini. Pergi ke kafe bersama wanita lain. Duduk bercengkrama sambil tersenyum mesra. Sebuah pengkhianatan? Tentu saja. Dia telah melakukannya hal nista itu di hadapan kekasihnya sendiri. Elvira Claudina Soewirdjo.

Rara masih berdiri mematung di hadapan lelaki yang sedang bersama kekasih gelapnya itu. Menghujaninya dengan tatapan meminta penjelasan. Pancaran beribu luka tersorot jelas dari sudut-sudut matanya yang menatap nanar kedua insan tersebut. Isak tangis menggenang di pipi tembamnya. Belum lagi dengan ribuan pasang mata yang menatap heran ke arah tiga manusia itu.

Namun, Rara diam tak mengacuhkan mereka. Yang ingin ia lakukan saat ini hanyalah ingin mengungkap tabir penjelasan dari mulut pria kurang ajar yang masih duduk terpekur di hadapannya. Lelaki itu masih diam setelah tamparan keras tadi berhasil membakar pipinya. Nyalinya ciut seketika.

Sincerity (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang