39. Panggilan Ibu Pertiwi

6.2K 358 13
                                    

"Pagi, Sayang."

Sebuah lengan kekar tiba-tiba melingkari pinggang ramping Rara ketika wanita itu sedang mengerjakan rutinitas hariannya di dapur. Wanita itu terhenyak. Kaget mendapati perlakuan romantis suaminya yang terkesan tiba-tiba itu.

"Ish, Mas! Ngagetin aja," gerutunya pelan.

Anggara menarik seulas senyum tipisnya. Cup! Dikecupnya kilat sebelah pipi istrinya.

"Kamu lagi masak apa, Sayang?" tanyanya. Berganti topik pembicaraan.

"Sop buntut, perkedel kentang, sama tempe mendoan kesukaan kamu, Mas," jawabnya.

Anggara tertawa pelan. "Wah, istriku makin pandai masak ya ternyata," pujinya.

Rara tersenyum. Kedua tangannya masih sibuk mengoseng bumbu di dalam wajan, sementara pinggul rampingnya masih tetap berada di dalam dekapan suaminya.

"Iya, dong. Aku kan nggak mau kalah sama tetangga sebelah," guraunya. Anggara berdesis pelan.

"Ssst, jangan sebut-sebut tetangga, nggak enak." tegurnya.

"Yee, aku kan cuma bercanda aja, Mas, hehe..." ujar Rara beralibi. Wanita itu sedikit memalingkan wajah cantiknya ke arah sang suami.

"Iya sih, tapi tetep aja. Nanti kalau beliau dengar, gimana? Kamu mau jadi sasaran timpuk lagi?" ujar Angga dengan nada sedikit berseloroh. Rara tertawa ngikik.

"Kalau jadi sasarannya kamu sih, aku mau," gurau Rara. Namun sepertinya, gurauannya barusan ditanggapi serius oleh Anggara.

"Wah, pinter main kode-kodean kamu ternyata. Mau goda-goda aku, ya? Nggak bisa, Sayang. Aku harus pimpin apel pagi ini." ujar Anggara kepedean.

"Idih, siapa juga yang mau ngegodain Mas. Kepedean banget deh," canda Rara. Sejenak kemudian, perempuan itu tertawa kegelian.

"Tapi nanti malam, boleh kan, Dek?" tawarnya.

Rara pura-pura berpikir sejenak. "Em... Boleh apa, nih?"

"Boleh... itu loh, ah, masak kamu nggak ngerti sih," ucap Anggara sambil tersenyum penuh makna.

Rara masih tertawa kegelian. Belakangan yang diketahuinya, menjalani hidup bersama sosok Anggara itu rasanya menyenangkan juga.

"Apaan sih, Mas, ada-ada aja deh," ucapnya.

Drrt, drrtt

Tiba-tiba bunyi getar yang berasal dari ponsel Anggara menginterupsi momen kebersamaan mereka. Nampaknya seperti ada panggilan masuk.

Anggara merogoh ponsel di dalam sakunya. Dilihatnya sebentar layar ponsel yang menampilkan darimana telepon itu berasal.

"Tunggu sebentar, Sayang."

Lelaki yang kini sudah rapi dengan balutan seragam dinasnya itu melepas pelukan hangatnya dari tubuh sang istri. Kemudian, ia melangkahkan kakinya menjauhi dapur. Menganggap ada sesuatu yang tidak beres, Rara memutuskan untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi pada suaminya. Usai mengecilkan api kompor, wanita itu berjingkat-jingkat mengintip sang suami di ruang tengah.

"Siap, Ndan. Siap, mengenai tugas ke Medan saya sudah menerima sprint dari Lettu Ibrahim."

Rara terhenyak mendengar ucapan suaminya barusan. Sprint? Tugas ke Medan?

"Siap, Ndan. Siap, saya segera merapat."

Anggara menutup teleponnya. Usai kembali mengantongi ponselnya ke dalam saku, lelaki itu berbalik badan. Namun tiba-tiba langkahnya dikejutkan oleh sang istri yang kedapatan diam-diam sedang menguping pembicaraan tepat di balik dinding ruang tengah.

Sincerity (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang