32. Pengalaman Baru, Kerjaan Baru

7.8K 428 37
                                    

Hari masih siang kala itu. Sang fajar terangkat tinggi-tinggi menunjukkan keeksistensiannya melalui semburat kuning keemasan yang menyilaukan mata. Suara riuh terdengar bising di sudut dapur rumah dinas milik Lettu Anggara. Di balik dinding dapur itu lah seorang perempuan tampak sedang bersusah payah menciptakan kegaduhan. Oseng sana, oseng sini, iris sana, iris sini. Hanya berbekal pengalamannya yang tak cukup bagus dalam dunia memasak, ditambah lagi dengan tayangan televisi yang mempraktikkan beragam resep masakan. Gadis yang terlihat anggun di usianya yang telah matang itu juga memanfaatkan teknologi yang sudah berkembang pesat dewasa ini. Jaringan internet turut memberi uluran tangan guna membantu niat baiknya mempelajari dunia masak memasak tersebut. Kadang, gadis itu merasa amat bersyukur. Beruntung sekali nasib anak-anak yang tumbuh di era milenial ini, dimana koneksi jaringan telah mencakup luas mempermudah segala bidang.

Meski alam sudah berbaik hati menawarkan semacam fasilitas dan jalan pintas termudah bagi Rara untuk mulai belajar, namun tetap saja dirinya merasa semuanya tak berjalan semudah itu. Kabut jelaga tak jarang memenuhi sesak seisi ruangan. Membuat gadis itu terbatuk-batuk karenanya. Noda hitam tak sedikit mengotori wajah dan pakaian gadis yang berparas cantik jelita itu. Namun hal tersebut tak mengurangi minatnya untuk mulai belajar merambah dunia masak memasak. Demikian halnya dengan percikan minyak panas yang seringkali mampir melukai kulit tangannya.

Tiga jam sudah dirinya berkutat dengan minyak di penggorengan. Namun baru satu dua makanan yang berhasil dihidangkannya. Itu pun dengan cita rasa yang bahkan Rara sendiri pun tak menjamin kelezatannya. Gadis itu tak tahu menahu secara pasti berapa takaran bumbu yang harus diberikannya dalam setiap piring yang disajikannya. Bagaimana pun, saat ini dia masih berstatus sebagai tukang masak amatiran.

Gadis bercelemek merah jambu itu membawa dua buah piring makanan ke meja makan. Semburat kegembiraan terpancar jelas di wajahnya. Seulas senyum lega terpatri di kedua sudut bibirnya. Rara tersenyum puas. Puas melihat hasil jerih payahnya yang mungkin belum menghasilkan makanan seenak yang dibuat suaminya. Tapi tak mengapa. Gadis itu lebih merasa puas melihat hasil kerja kerasnya. Dalam hati, gadis itu mengucap syukur. Hasil berpeluh-peluh keringat yang dikucurkannya ternyata lumayan juga.

Sedang sibuk menata meja, tiba-tiba sebuah suara bariton yang khas terdengar di telinganya kala mengucap salam di balik pintu rumah.

Rara membalas salamnya. Kemudian, gadis muda itu berjalan mendekati pintu rumahnya. Dibukanya pelan, lalu terheran-heran melihat suaminya tiba-tiba sudah berdiri di balik pintu.

"Lho?" Rara membuka pintu lebar-lebar. Dahinya berkerut.

"Katanya pulang malam?" tanyanya. Wanita itu terlihat santai-santai saja kendati dirinya sempat merasa kecewa akibat kejadian subuh tadi. Tak tampak sedikit pun amarah atau kesumat dalam mimik wajahnya. Seolah gadis tersebut benar-benar sudah melupakan kesakithatiannya.

"Kenapa? Kamu nggak senang suamimu pulang cepat?" tanya Angga sambil mengulurkan tangannya. Rara merengut kesal. Diraihnya cepat punggung tangan suaminya tersebut. Menciumnya seperti kebiasaan yang wajib dilakukan seorang istri sebagai rasa hormatnya.

Melihat wajah istrinya yang berubah cemberut, Anggara menarik seulas senyum tipisnya. Merasa gemas dengan tingkah laku istrinya yang memang kelewat menggemaskan itu.

"Aku pulang sebentar untuk ambil berkas yang tertinggal. Setelah ini, aku harus segera meneruskan pekerjaanku di kantor. Laporan belum selesai dibuat," ucapnya menerangkan. Rara hanya manggut-manggut paham.

Kemudian, tangan besar Angga mengusap pelan pucuk kepala istrinya. Gemas. Tentara yang masih mengenakan baret di kepalanya itu melangkah pelan memasuki rumah. Rumah sederhana yang khas dengan dinding serba hijaunya itu sudah terasa bersih dan wangi. Karena siapa lagi kalau bukan karena istrinya yang membersihkannya. Dalam diam, Anggara mengulum senyum leganya. Bukan apa-apa sebab dirinya pun sudah mengetahui perihal perwatakan istrinya yang memang cukup rajin berkemas rumah. Sebab perangai tersebut sudah tampak sejak Anggara menatap sekeliling kost tempat tinggal calon istrinya dahulu. Kamar itu pun terlihat rapi. Sungguh berbanding terbalik dengan dugaan yang seringkali mampir di benaknya selama ini. Dengan perangai Rara yang selalu bersikap masam dan kecut bagai cuka kepadanya, apalagi dengan tingkah lakunya terdahulu yang banyak melampaui batas-batas kesopanan, Anggara pernah menduga bahwasanya gadis tersebut pastilah bukan termasuk gadis yang tekun dan ulet. Apalagi bila berhadapan dengan persoalan mengurus rumah.

Sincerity (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang