25. Jungkir Balik Dimulai

7.1K 401 13
                                    

Rara POV

Hari pertama tinggal di rumah dinas. Situasi tak cukup buruk disini. Sebagai orang baru, aku belum sekalipun bertemu ataupun berkenalan dengan para tetanggaku. Lagipula, tetangga-tetanggaku itu tampaknya belum terlihat keluar rumah sedari pagi. Buktinya, ketika aku keluar hendak berkunjung, rumah mereka nampak kosong seolah tak ada seorang pun manusia di dalam. Selain itu, aku juga sedang sibuk-sibuknya mengemas rumah. Biarpun pernikahan ini bukanlah keinginanku, bukan menjadi alasan bagiku untuk membiarkan rumah ini kotor dan berantakan. Bagiku, dimana pun diriku tinggal, sebisa mungkin harus kutata tempat tinggalku agar bisa ditempati senyaman mungkin.

"Yang ini ditaruh dimana, Mbak?" tanya Alya mengejutkanku. Ya, adik perempuan Mas Angga memang sudah memutuskan untuk tinggal bersamaku selama satu minggu ke depan. Baguslah, setidaknya ada teman ngobrol di tempat baruku ini. Pasti bakal repot kalau aku sendiri yang berada di tempat yang masih terasa asing bagiku.

"Em... itu ditaruh di kamar sebelah aja, Dek," jawabku. Alya mengangguk paham. Dibandingkan dengan kakaknya, Alya cenderung penurut. Anak gadis yang masih ABG itu baik hati dan sopan kepadaku. Tidak seperti Mas Angga tentunya, yang sepertinya senang sekali mengusiliku.

Fokusku kembali terpaku pada lantai yang sedang kusapu bersih. Tiba-tiba, suara ketukan di pintu membuyarkan pikiranku. Setelah mendengar suara orang mengucapkan salam, dengan segera aku berjalan cepat menghampirinya. Aku terkejut saat kulihat beberapa orang tentara berjalan sambil menggotong sebuah lemari pakaian.

"Permisi, mohon izin, Bu. Kami membawakan lemari dari baraknya Bang Anggara," ucap salah seorang dari mereka. Aku mengangguk lantas mempersilakan mereka masuk.

Kedua kaki mungilku berjalan pelan mengikuti langkah kaki mereka. Berdiri memperhatikan saat lemari tersebut hendak diturunkan di kamar tidur utama. Usai menurunkan barang, salah seorang tentara di antara mereka tiba-tiba berjalan menghampiriku. Kedua tangannya membawa sebuah kotak kardus yang tertutup rapat. Aku mengernyit heran.

"Mohon izin, Bu. Ini barang-barang pribadi milik Lettu Anggara. Beliau ingin kami turut membawanya ke rumah dinas ini," terangnya. Aku manggut-manggut paham. Kemudian mengucapkan terimakasih atas bantuan mereka.

OOO

Rara masih duduk termenung di depan sebuah kotak kardus yang masih tersegel rapat. Kedua alisnya bertaut bingung. Penasaran dengan apa yang ada di dalamnya. Setelah berkutat dengan perasaannya, akhirnya gadis itu memutuskan untuk membuka dan melihat sesuatu di dalamnya.

"Itu apa, Mbak?"

Rara terkesiap. Gadis itu menoleh kaget ke arah Alya yang tiba-tiba saja sudah berdiri di sampingnya.

"Eh, kamu ini, ngagetin aja," tukasnya. Alya terkekeh pelan.

Sebuah foto berbingkai emas yang berukuran tak terlalu besar berada di genggaman tangan Rara. Di dalamnya, terdapat foto seorang lelaki dengan pakaian pesiarnya kala masih taruna dulu. Badannya kekar berisi, ideal dengan tubuhnya yang tinggi semampai. Penampilannya dinilai rapi dengan potongan rambut cepak bahkan nyaris gundul. Sebuah brevet tertera di lengan bajunya. Tingkat empat. Itu adalah foto ketika Anggara masih menjadi taruna tingkat akhir di akademi.

"Itu fotonya Mas Anggara waktu lagi pesiar, Mbak," ucap Alya pelan. Rara diam tak menanggapi. Dirinya hanya sedikit tercenung melihat foto suaminya semasa muda. Dan, rupanya tak hanya foto itu yang ia temukan di dalam kotak. Terdapat pula foto-foto lainnya yang sebagian besar memang foto milik Anggara pribadi. Maka dari itu, pantas saja tentara-tentara itu barusan berkata bahwa barang ini adalah barang-barang pribadi senior mereka.

"Kalau yang ini, Dek?"

Rara bertanya demikian sambil menunjukkan foto seorang pemuda dengan seragam dinasnya yang terkesan beda dari seragamnya yang lain. Topinya pun terlihat berbeda, bukan baret maupun topi pet. Tapi lebih terkesan seperti topi polisi, yang Rara sendiri pun tak tahu namanya apa. Dalam foto tersebut juga nampak sosok sang presiden tengah memberinya brevet semacam tanda penghargaan.

Sincerity (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang