9. Seperti Siti Nurbaya

7.3K 414 4
                                    

"Jadi, kalian sama-sama sudah saling kenal, toh?"

Angga tersenyum sementara kedua orang tua Rara serta ayahnya sendiri hanya terkekeh pelan. Mereka sama sekali tak menyadari bila ternyata pria bujang itu sudah sering bertemu dengan calon tunangannya di Jakata.

Kehangatan tercipta dari kedua belah pihak keluarga tersebut. Canda tawa dan senda gurau tak sedikit pun absen mampir di telinga Rara. Berbeda dengan yang lainnya, gadis itu justru lebih banyak diam dan menunduk.

"Nak Rara kapan wisuda?" tanya Pak Bambang tiba-tiba. Rara tersentak saat dirinya ditanya mendadak.

"Eh, i-iya, Om, insya Allah minggu depan," jawabnya melunak. Gadis itu memang berupaya untuk sedikit menunjukkan sikap sopan dan bersahabatnya kepada keluarga Rara.

"Maaf, Pak, Bu, Nak Angga, Elvira ini anaknya memang cukup pendiam. Mungkin dia masih malu-malu jadi terkesan canggung," ujar Bu Marini.

Pak Bambang terkekeh pelan. "Ah, tidak apa-apa, Bu. Kami mengerti, mungkin perjodohan ini memang sangat terkesan terburu-buru. Kami juga minta maaf karena tiba-tiba bawa rombongan jadi bikin Nak Rara shock."

Rara mesem samar. Sementara Bu Marini hanya tersenyum lembut melihat kecanggungan putri sematawayangnya.

"Ya sudah, kalau begitu, kami pamit dulu, Bu, Pak. Berhubung hari sudah larut malam. Insya Allah perjodohan ini akan berjalan lancar dengan semestinya," ujar Pak Bambang pamit undur diri. Satu per satu anggota keluarga Angga bersalam-salaman dengan kedua orang tua Rara. Pun, gadis itu merasa canggung saat harus berjabat tangan dengan lelaki yang akan menjadi jodohnya. Celakanya, lelaki itu tak sengaja menggenggam tangan gadis itu cukup lama. Pikirannya seakan tersihir tiba-tiba tatkala tangan tegapnya bersentuhan dengan tangan lembut gadis yang belakangan ini menggelayuti pikirannya.

"Ehem, belum sah, ya!"

Angga terperanjat tiba-tiba. Begitu pula dengan Rara. Gadis itu membuang pandangannya sesaat. Mencoba menyingkirkan rasa malu yang datang menghujami hatinya bertubi-tubi. Sementara anggota keluarga mereka yang lainnya hanya tertawa melihat kecanggungan yang tercipta di antara mereka berdua.

OOO

"Apa?! Lo mau dijodohin sama pak tentara itu? Em, tunggu, tunggu. Siapa tuh, namanya? Ga... Ga..."

Rara memutar bola matanya jengah. "Angga."

"Ya, itu! Demi what, Ra? Lo dijodohin sama dia?" tanya Kiran di ujung telepon. Rara menarik napas dalam. Harus berapa kali ia menjelaskan kepada Kiran, bahwa ia hendak dijodohkan dengan pria kacang ijo bernama Angga?

"Iya, Ran. Sumpah, gue nggak ngerti lagi ya sama bokap nyokap gue. Masa gue baru pulang, tiba-tiba udah dijodohin gitu aja? Udah kayak Siti Nurbaya aja deh gue," cerocosnya kesal.

"Yee... seharusnya lo itu bersyukur, Ra! Cewek mana sih yang bakal nolak kalau dijodohin sama dia? Udah cakep, mapan, berpangkat lagi! Wih, udah deh, paket komplit!"

"Duh, udah deh, Ran, itu sih menurut persepsi lo aja ya. Gue empet kalau udah denger orang puji-puji dia!" geramnya. Kiran tertawa terbahak-bahak.

"Eh, terus gimana? Lo terima? Lo mau-mau aja, gitu?"

Sekali lagi, gadis manis yang pikirannya sedang dongkol itu mendesah pelan. Dirinya terduduk lemas di atas ranjang, sambil mengusap rambut kepalanya ke belakang. Frustasi.

"Ya, mau gimana lagi? Gue nggak mau kecewain ortu. Gue nggak bisa nolak demi kebahagiaan mereka," jawabnya pasrah. Suara Kiran tak terdengar sesaat.

"Yang sabar ya, Mbakyu. Siapa tahu kali ini dia bener-bener jodoh lo yang terbaik. Semoga aja dia nggak kayak mantan-mantan lo yang dulu, deh."

Rara mengangguk. "Amin, deh. Untuk kali ini, gue bakal nyoba ikuti kemauannya orang tua dulu, Ran."

Gadis itu memposisikan dirinya terlentang di atas ranjangnya yang super empuk. Layar telepon masih menempel di daun telinganya.

"Eh, udah dulu, ya? Wah, pulsa gue mau habis, nih. Parah lo mah, Ra! Ehehe, bercanda. Oke, gue dipanggil nyokap tuh. Gue matiin dulu teleponnya, ya!"

Rara terkikik pelan. Dari dulu sahabatnya memang tak pernah berubah. Tetap sama, sama-sama menyenangkan.

Perlahan, gadis itu mulai memejamkan kedua matanya. Berharap, semoga akan ada mimpi indah yang Tuhan sisipkan setelah mimpi buruk yang saat ini tengah menghadangnya berakhir. Ya, saat ini, ia hanya perlu bersabar menunggu itu semua terjadi. Semoga saja.

Sincerity (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang