28. Mohon Bersabar, Ini Ujian

6.4K 375 24
                                    

"Saya nggak kuat, Bu, saya nggak kuat kalau kayak gini terus-terusan. Mau bagaimana pun, saya tetap orang baru di asrama ini. Saya sudah mencoba untuk bisa beradaptasi, tapi kalau baru mulai adaptasi saja sudah diperlakukan seperti ini, bagaimana saya bisa bertahan?"

Rara menangis tersedu-sedu sambil mencurahkan seluruh isi hatinya kepada Bu Surya, istri Mayor Surya selaku danki di asramanya. Ibu dua anak itu merasa prihatin atas apa yang di rasakan junior barunya itu. Beliau paham, Rara memang belum bisa beradaptasi. Apalagi lingkungan di sekitar tempat tinggalnya yang tidak nyaman terus menerus mendesaknya untuk menyerah saja. Beliau juga menyayangkan sikap Bu Deswita alias Bu Ilham selaku tetangga sekaligus senior Rara. Sosok senior yang seharusnya bisa melindungi dan menyayangi juniornya, kini malah beralih menjadi sosok yang suka menindas junior dengan cibiran pedasnya itu. Setelah kepergian suaminya ke medan tugas, Rara memang sangat membutuhkan sosok yang bisa membimbing dan melindunginya. Dia membutuhkan sosok yang bisa menggantikan posisi suaminya untuk sementara. Berhubung perempuan itu masih tergolong baru di asrama batalyon tempatnya tinggal.

Bu Surya menghela nafas pelan sambil mengelus punggung Rara lembut. Tadinya niat Rara mendatangi rumah Dankinya memang untuk memprotes atas keberangkatan suaminya yang dinilai tidak adil untuknya. Tapi, pada akhirnya perempuan itu tak jadi memprotes karena ternyata Pak Surya juga ikut diberangkatkan ke perbatasan.

Sambil menyuguhkan secangkir teh manis hangat, Bu Surya memberi wejangan bijak kepada junior barunya itu.

"Kamu yang sabar ya, Dek? Saya paham betul bagaimana perasaanmu saat ini. Tidak mudah, memang, untuk bisa beradaptasi di tempat penuh peraturan seperti ini. Karena dulunya, saya juga pernah ada di posisi adik. Tetangga saya juga ada beberapa yang bersikap seperti itu kepada saya. Kamu nggak boleh menyerah dengan keadaan yang ada. Karena sejatinya, Persit itu harus kuat. Harus tangguh. Harus sabar. Anggap ini semua sebagai ujian dari Allah. Kalau kamu banyak diterpa cobaan, itu artinya Allah sayang sama kamu. Jadikan saja ujian ini sebagai ladang ibadah untukmu," ujarnya bijak. Rara mendongakkan wajahnya pelan.

"Kalau tentang suamimu, kamu harus maklum, Dek. Karena memang seperti itulah resiko menikah dengan seorang abdi negara. Dek, tugas dan perintah itu datang tanpa memandang waktu dan tempat. Suasana di perbatasan memang sedang genting saat ini, dan kita membutuhkan prajurit-prajurit hebat macam suamimu untuk dapat menyalurkan dharma baktinya di sana. Satu hal yang harus kamu lakukan saat ini, Dek. Sabar," lanjutnya.

Rara terdiam sejenak. Berusaha mencerna tutur kata lembut ibu dankinya barusan. Kalau dirasa-rasa, perkataan ibu dankinya memang sepenuhnya benar. Rara memang kurang memiliki kesabaran ekstra dalam menghadapi beragam polemik yang ditemuinya selama menjadi anggota baru di asrama ini.

Perlahan, Rara menganggukkan kepalanya. Mengiyakan dan menerima wejangan baik dari ibu muda yang tampak santun dengan jilbabnya itu. Rara diam-diam merasa nyaman dan tenang bisa berada di samping Bu Surya. Berbicara dari hati ke hati dengannya, seakan menemukan suaka baru yang dirasa dapat memberikan ketenangan dalam hatinya. Rara menghentikan derai tangisnya. Menyeka sedikit air mata yang jatuh membasahi kedua pipinya. Kemudian, seulas senyum tipis mulai tersungging di kedua sudut bibirnya.

"Izin, baik, Bu. Terimakasih atas wejangannya. Saya sudah merasa lebih baik sekarang."

OOO

Cipratan air yang mengalir deras dari kran kamar mandi terasa hangat nan menyejukkan. Perlahan namun pasti, Rara begitu khidmat melakukan gerakan demi gerakan wudhu sebelum memulai sholatnya. Dibasuhnya air tersebut ke permukaan wajah kuyu milik Rara. Tak satupun anggota tubuh dilewatkannya dari air wudhu yang digunakannya. Setelah mendapat wejangan dari ibu dankinya, Rara sadar. Tidak seharusnya ia bertindak gegabah dalam menghadapi sekelumit polemik rumah tangganya. Tidak seharusnya ia menyerah menghadapi ujian dan cobaan yang dilimpahkan Tuhan padanya. Kini, dirinya sadar. Dengan bersabarlah ia dapat menemukan kuncinya. Dengan berdoa lah dirinya bisa mendapat petunjuk. Oleh karenanya, saat ini ia segera menunaikan sholat fardunya untuk kemudian mencurahkan segala isi hatinya kepada Allah. Mengadukan setiap permasalahan hati yang terus bergejolak dalam hatinya. Melafalkan setiap bait doa dalam setiap sujudnya. Meminta perlindungan, bimbingan, dan ketangguhan hati dalam menghadapi setiap cobaan yang ditanggungnya.

Sincerity (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang