27. Hari-Hari Berat

6.6K 387 52
                                    

Hai gengs, gimana puasanya hari ini? Lancar kan?

Kali ini author tepat waktu update-nya ya hehe tanggal 2, kan? Sengaja nih author update jam segini. Lumayan kan, buat nemenin kalian ngabuburit menjelang berbuka puasa? Hehehe.

Jangan lupa vote+commentnya ya:)

Oke deh, happy reading❤️

(Btw sorii yak part yang kemarin ada yang keliru, harusnya itu part ke 26 dan ini ke 27. Typo wkwkwk. Mau benerin tapi kok mager gitu, hehe. Maaf ya guys😁)

***
Rara POV

Sudah hampir tiga minggu aku tinggal di rumah dinas ini. Alya pun sudah kembali ke Yogyakarta sejak dua minggu yang lalu. Dan, selama kesendirianku di rumah ini, aku harus rela pontang-panting mengurusi segala urusan yang menjadi tugasku sebagai anggota di asrama ini. Mulai dari urusan yang paling mendasar, mengurusi segala keperluan rumah, mulai mencoba mengaktif-aktifkan diri dalam kegiatan Persit, sampai yang paling susah, yakni meladeni tingkah polah tetangga sebelah yang hampir selama satu minggu ini demen banget ngajak ngobrol. Dan yang paling bikin gondok itu ketika beliau, alias tetanggaku yang super itu mulai bertamu ke rumahku sambil membawa anaknya yang juga super bandelnya. Hadeuh....

Oh ya, ngomong-ngomong soal kegiatan Persit, aku memang sudah mencoba untuk mulai bersosialisasi dengan beragam rutinitasnya. Bermula saat aku diperintah Bu Marinka alias istrinya Kolonel Irsyad yang menjabat sebagai danyon di asrama yang kutinggali ini untuk mengikuti pertemuan Persit sore itu. Saat itulah aku berkenalan dengan para ibu-ibu berseragam hijau pupus lainnya untuk yang pertama kali. Awalnya sedikit gugup, memang. Tapi akhirnya aku berhasil mendongkrak kembali kepercayaan diriku berkat dorongan dan dukungan dari Bu Irsyad. Ibu muda yang bersikap ramah sekali padaku itu sikapnya jauh berbeda dengan tetanggaku. Begitu supel, baik, bijak, dan mengayomi anggotanya tanpa pandang bulu. Dan tentunya, ia tak suka bergosip ataupun membicarakan hal yang tak penting lainnya seperti yang sering dilakukan tetanggaku. Eh, astagfirullah.

"Assalamu'alaikum, eh ada tetangga...."

Lamunanku buyar seketika tatkala kudengar suara tetanggaku yang terdengar seperti sedang ngajak tawuran itu. Entah sejak kapan Bu Ilham ada di sebelahku. Perempuan berbadan subur itu kini sedang sibuk memilah-milah sayur dan segala macam rempah-rempah yang tertera di dalam nampan yang memang disediakan di warung sembako milik Bu Ferdi.

"Kamu kok nggak jawab salam saya, Dek? Sengaja, ya? Mau menghindar dari saya?" cetusnya. Eh, astagfirullah. Terlalu asyik melamun hingga aku lupa menjawab salamnya barusan.

"E-eh, izin, wa'alaikumsalam, Bu. Ah, nggak kok Bu, hehe...," ujarku sambil cengengesan tak jelas. Bu Ilham mendumel pelan.

Aku tersenyum saat akhirnya Bu Ferdi menghampiriku sambil membawakan belanjaan pesananku. Wanita berdarah batak itu tampak kerepotan melayani ibu-ibu lainnya yang mampir ke warung sembakonya. Bergosip dan sekedar bercanda tawa sudah menjadi ciri khas ibu-ibu ketika sedang berbelanja.

"Udah, ini aja, Bu?" tanya Bu Ferdi ramah kepadaku. Aku mengangguk pelan. Kuperhatikan satu per satu kelengkapan belanjaku. Seperti biasa, isinya tak jauh dari mi instan, saus, telur, garam, minyak, dan gula. Tahukah kalian? Sebenarnya aku tak terlalu paham soal masak memasak. Hanya bahan-bahan inilah yang bisa kuolah dengan tanganku sendiri. Lama-lama aku menyesali diriku sendiri karena waktu masih tinggal di rumah mama, aku jarang masuk dapur. Huhu, gadis macam apa aku ini.

"Beli mi mulu, Dek? Lagi ngirit, ya?" tanya Bu Ilham kepo kepadaku. Aku melirik pelan. Lalu, seperti biasa, kusunggingkan senyum penuh kepura-puraanku padanya.

"Izin, hehe, nggak kok, Bu. Kebetulan lagi pengen makan mi aja," jawabku sekenanya. Udah lah, aku malas berdebat dengan ibu dua anak itu.

"Perasaan dari kemarin-kemarin juga pengen makan mi, deh. Awas, Dek, nanti usus buntu, lho," cibirnya pelan. Aku diam tak menanggapi. Kusapu pandanganku ke arah ibu-ibu lainnya yang juga mulai hening lantaran ikut penasaran denganku dan Bu Ilham. Duh, plis deh. Jangan nyinyir di sini, Bu. Malu saya.

Sincerity (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang