5. Where Are U, Miko??

5.1K 511 32
                                    

Mika terus menepuk bahu Safir dengan panik. Dia ingin Safir menambah laju motornya agar segera sampai di pameran buku. Bayangan Miko pingsan atau lebih parahnya kejang-kejang menggelayuti pikiran Mika sampai ingin menangis saja. Kalau di rumah juara satu cengengnya Miki, yang nomer dua Mika. Walau selalu terlihat cool dan dewasa, apa pun menyangkut saudara kembar, dia selalu tak kuasa menahan tangis.

"Bisa cepet nggak, bro?? Uhuk..uhuk.." kata Mika panik bercampur sedih bercampur sakit, pokoknya bercampur-campur.

Padahal Safir mengkhawatirkan dirinya juga. Mika juga lagi kambuh, sedari tadi kepalanya menyender di bahu kiri Safir. Safir dalam posisi yang sulit. Dia bisa saja ngebut, tapi dia takut Mika terjatuh di jalan.

"Gue anter pulang aja, ya? Atau ke klinik. Lo lagi kumat, bro. Gue janji, obat-obatan Miko biar gue anter setelah gue anter lo. Okay??"

"Nggak.. Nggak.. Gue nggak apa-apa. Apa gue yang di depan aja, biar cepetan dikit." Mika mendongakkan kepalanya semangat.

"Hah?? Ya, jangan lah. Ya udah. Lo peluk gue aja yang kenceng. Gue mau ngebut."

"Nah.. gitu, dong."

Safir menambah laju motornya. Dia juga tidak mau Miko kenapa-napa. Sedari tadi dia sudah melihat Mika menangis, walau tak bersuara. Safir melihat sesekali Mika mengusap mata dan Safir yakin itu airmata Mika. Safir sekarang merasa dua nyawa bergantung padanya. Dia menggenggam tangan Mika erat dengan satu tangannya, dan tangannya yang lain memegang kendali motor. Dia menambah kecepatan lajunya lagi sambil menahan tangan Mika. Dia hanya tidak mau Mika terjatuh dari motor.

Sesampainya di tempat yang katanya ada pameran buku, mereka malah tidak menemukan apa pun. Keadaan terlihat sangat sepi. Hanya ada beberapa orang yang berbincang-bincang dan tak ada buku yang dipamerkan. Mika sudah tak kuat untuk melangkah. Dia memilih berhenti dan membiarkan Safir mendekat sendiri. Safir pun celingukan mencari keberadaan Miko.

Safir hampir tidak percaya kalau disini tempat untuk pameran buku. Tidak ada banyak orang dan tidak ada buku yang dipamerkan. Apa jangan-jangan Miko berbohong agar diijinkan bermain di luar dengan menjadikan pameran buku alasannya? Bisa jadi. Samudra selalu protektif terhadap adik-adiknya. Bisa jadi Miko pergi bermain di luar dengan cara membohongi Samudra dan Mika. Safir sedikit melirik Mika yang sesekali membungkuk dan menepuk dada. Dia yakin pernafasan temannya itu belum juga membaik. Berbohong atau tidak berbohongnya Miko, Safir harus cepat mencari tau dimana Miko. Dia yakin Mika tak pernah mau pulang sebelum tau dimana keberadaan Miko.

"Emm.. Permisi, Mas?" tanya Safir pada salah satu orang yang ada disana.

"Iya. Ada yang bisa dibantu."

"Disini beneran tempat pameran buku kan? Kok sepi gini ya?" Safir masih saja celingukan berharap sosok Miko segera terlihat.

"Oh.. Iya, Mas. Tapi diundur minggu depan. Kalau mau datang minggu depan saja."

"O.. Jadi pamerannya bukan hari ini, gitu?"

Safir kelewat emosi sampai tak sengaja membentak orang itu. Dia hanya kecewa saja, karena pameran itu memang tidak ada. Berarti dugaan Miko berbohong benar adanya.

"Memang awalnya akan diadakan hari ini, Mas. Tapi diundur," kata laki-laki itu membenarkan.

"Sama aja, dong." Safir sudah sangat kecewa. Bukan karena tidak bisa melihat pameran buku, tapi karena apa yang dilakukannya ternyata sia-sia. Miko sudah jelas pasti tidak ada disini dan dari jauh dia melihat Mika semakin kepayahan mengatur nafas.

"Ya udah, deh. Gue mau tanya. Tadi ada yang namanya Miko sempat kesini nggak?" tanya Safir maksa.

Jelas sangat memaksa, karena kemungkinan besar yang ditanya pasti tidak tau. Yang ditemui laki-laki itu banyak dan tidak mungkin dia menanyai namanya satu persatu. Lagi pula pertanyaan Safir tidak begitu jelas. Di dunia ini yang namanya Miko itu banyak.

"Yang pakai kacamata, bukan? Badannya agak kecil, terus tinggi." Di luar prediksi, ternyata laki-laki itu mengenal Miko.

"Kulitnya putih, tapi nggak putih-putih banget. Terus barusaja jadi juara satu Olimpiade matematika tingkat profinsi," tambahnya lagi.

"Betul!! betul!! Masih ada disini nggak?" Safir sudah sangat berbinar. Dia cukup bersukur karena Miko tak kalah terkenal dari Mika. Jadi semua orang hampir mengenalnya.

"Dia tadi kesini, tapi cuma sebentar. Terus pergi nggak tau kemana. Mungkin karena sudah tahu pameran buku diundur, dia pulang."

Safir rasanya ingin membenturkan kepalanya saja ke tembok. Dia benar-benar sangat kecewa. Apa yang dilakukannya dengan Mika sia-sia. Lalu kemana perginya Miko.

Safir mendekat ke arah Mika dengan lesu.

"Gimana, Saf ?"

"Miko nggak disini, bro. Pameran ternyata diundur. Kenapa lo nggak hubungin hapenya aja, sih?" Safir mengusak rambutnya frustasi.

"Gue nggak punya kontaknya. Lo tahu sendiri kan? Gue berantem melulu sama dia. Sempat punya, tapi udah gue hapus."

Safir bertambah frustasi saja. Mika juga menyayangkan kecerobohannya sendiri yang main hapus kontak Miko begitu saja. Sekarang dia sendiri yang kebingungan, kan?

"Lo hubungin Kak Sam atau Miki aja. Siapa tahu Miko udah di rumah. Semoga aja, dia baik-baik saja."

Mika menurut. Dia mengambil hapenya dari dalam tas. Ketika mengaktifkan layar, beberapa panggilan tak terjawab dari Samudra terpampang disana. Sudah pasti Samudra mengkhawatirkan keadaan Mika. Ini sudah sangat telat dari jadwal seharusnya dia sudah berada di rumah. Mika ingin menghubungi kontak Samudra, tapi ternyata Samudra lebih dulu membuat hapenya berdering lagi. Mika segera membuka panggilan telepon Samudra.

"Mika!!" panggilan Samudra dari seberang sana terdengar sangat khawatir.

"Iya, Kak.."

"Kamu nggak apa-apa, kan?"

"Nggak apa-apa, Kak."

"Sama siapa? Kak Sam jemput, ya?"

"Nggak usah, Kak. Gue sama Safir kok."

"Cepat pulang! Kak Sam tunggu."

pip..

Sambungan dimatikan Samudra sepihak. Mika bahkan belum sempat menanyakan keberadaan Miko pada Samudra. Mika hendak menghubungi Samudra, tapi urung. Dia takut kena marah Samudra karena lalai menjaga Miko. Dia masih ingat amanat Samudra untuk mengantar Miko ke pameran buku sebelum turnamen, tapi dia malah membiarkan Miko pergi sendiri.

Sekarang Miko menghilang dan melewatkan jadwal suntik insulin nya. Mika takut sesuatu yang buruk terjadi pada Miko. Bayangan Samudra kecewa padanya juga bergelayutan di kepalanya yang sedari tadi berdenyut nyeri. Kekurangan pasokan oksigen saat penyakitnya kambuh itu benar-benar sangat menyiksa.

Mika yakin Samudra akan marah besar padanya. Walau Samudra itu penyayang dan overprotektif, Samudra tak akan segan-segan memarahi adik-adiknya jika mereka bersalah.

"Gimana?" tanya Safir.

Mika menggeleng.

"Gue nggak nanya Kak Sam. Gue takut Kak Sam marah," jawab Mika lesu.

Safir sepertinya sebentar lagi akan segera mengecek tekanan darahnya sendiri. Sedari tadi emosi kemarahannya sedang diuji dan dia yakin kalau tekanan darahnya langsung naik seketika. Mika harus bertanggung jawab jika sahabatnya yang satu ini tiba-tiba saja terkena serangan stroke gara-gara memikirkannya. Ada pepatah, tak kenal maka tak sayang. Safir sudah sangat lama mengenal Mika, kalau bukan karena sayang sebagai teman, dia tak akan pusing memikirkan Mika.

"Astagfirullah.... Jadi lo dari tadi ngobrol apaan sama Kak Sam??

Mika tak menjawab. Dia juga sudah bingung mau ngapain dan ngomong apa lagi.

"Udahlah, mau nggak mau lo gue anter pulang. Nafas lo udah bengek kaya gitu. Kalau ntar lo kenapa-napa, repot gue," putus Safir final.

Safir langsung nangkring di atas motornya. Mau tidak mau dengan pasrah Mika membonceng di belakang.

[]

----TBC---

ANGEL'S TRIPLET [END]Where stories live. Discover now