27. VANIA OR VENUS?

3.6K 439 42
                                    

Safir prihatin melihat kondisi Mika. Dengan wajah kusut dan pucat, cowok itu tampak melahap makanan dari Ummi-nya dengan sangat lahap. Safir berpikir, pasti bocah itu sudah menahan lapar sedari tadi.

" Lo nggak makan?" tanya Mika dengan mulut sedikit belepotan nasi. Bahkan dia menanyakannya dengan keadaan mulut yang sedang mengunyah.

" Udah dari tadi. Lo aja yang makan."

Mika melanjutkan aktivitasnya kembali setelah mendengar jawaban Safir.

" Buruan diusap gih! Mulut lo belepotan nasi," kata Safir menunjuk mulut Mika.

" Haha. Masa?" Mika terkekeh sembari mengusap bibirnya sendiri dan menemukan beberapa nasi menempel disana.

" Gue rasa lo juga perlu disuapi juga kaya Miki. Biar makannya nggak belepotan," kata Safir mengusulkan, sedikit menggoda Mika lagi.

Mungkin, karena terlalu bersemangat makan, Mika jadi tidak sadar kalau sebagian nasi belepotan di sekitar mulutnya.

" Kecelakaan ini mah. Nggak usah dilebih-lebihkan!" Mika mulai ngeles dan mengambil sebutir nasi yang menempel di bibirnya untuk ditempelkannya ke wajah Safir.

Safir spontan menghindar. Mika malah tertawa. Inilah yang diinginkan Safir semenjak tadi, membuat Mika tertawa, dan usahanya tidak sia-sia.

Mika melangkah ke arah tempat sampah bergegas membuang bungkus nasi itu. Dan Safir mengikutinya dari belakang.

" Lo daritadi ngekorin gue aja, Saf. Kayak anak ayam cari induknya," gerutu Mika sambil mencuci tangannya di wastafel yang tidak jauh dari kursi tunggu.

" Itu 'kan lagunya Upin Ipin yang sering ditonton ponakan gue," kata Safir sambil melihat-lihat ruangan praktik dokter yang berjajar di dalam rumah sakit itu. Dia hampir hafal semua lagu yang dinyanyikan dua bocah gundul itu karena, Aisyah, ponakannya yang masih TK sering menontonnya. Mika menggeleng pelan sambil tersenyum.

Tiba-tiba Safir ingat pengalamannya dulu saat datang ke rumah sakit ini.

" Eh, Ka. Dulu gue juga pernah di bawa Ummi periksa di sebelah sana," kata Safir menunjuk sebuah ruangan dengan tulisan Ruang Spesialis Saraf.

Mika mengernyit heran. Dia ikut memperhatikan ke arah ruangan yang dimaksud Safir itu.

" Lo yakin? Itu spesialis saraf loh."

Safir mengangguk mantap. Dia tidak mungkin salah dan tidak mungkin lupa.

" Pada waktu itu, Kepala gue ditempelin banyak jarum dan kabel gitu sama dokternya. Gue disuruh merem, terus kabelnya dihubungin ke monitor," kenang Safir mengingat pengalamannya dulu.

Mika mendengarkan cerita Safir dengan seksama. Safir terlihat serius dan tidak memperlihatkan kebohongan dari yang sedang dibicarakannya.

" Haha. Gue juga masih ingat sempet dimarahin dokternya gara-gara mata gue kedip-kedip."

" Kok bisa?"

" Soalnya kalau kedip-kedip gerakan monitornya jadi kacau. Gue disuruh merem terus pas pemeriksaan."

" Emang lo sakit apa, Saf?" tanya Mika khawatir. Dia tidak ingin temannya mengalami hal serupa juga seperti dia dan adik-adiknya. Cukup dia dan adik-adiknya saja yang sakit karena sakit itu sangat tidak enak.

" Pas kelas tiga SMP. Ada pengentalan darah di otak kecil gue. Simpelnya gara-gara itu otak gue jadi keberatan daya. Gue sering pusing sampai jatuh pingsan. Haha." Safir malah tertawa seolah apa yang terjadi padanya di masa lalu hanyalah sebuah lelucon.

ANGEL'S TRIPLET [END]Where stories live. Discover now