7. RAIN

5.3K 551 25
                                    

Ribuan tetes air hujan terdengar riuh berjatuhan di atas genteng rumah Samudra. Suaranya yang beradu dengan aspal dan benda apa pun yang dikenainya itu semakin menambah riuh suasana yang sebenarnya sunyi. Hujan turun sangat lebat sekali seakan-akan hadir karena ingin menemani kesedihan Samudra dan ketiga adiknya.

Untung semua adiknya berada di rumah, jadi Samudra cukup bernafas lega. Walau pada kenyataannya di akan tetap khawatir pada ketiganya. Mika dan Miki barusaja collapsed bersamaan. Hal ini membuat kondisi mental Samudra benar-benar sangat diuji. Samudra itu masih terhitung muda, tapi beban yang diembannya sudah sangat berat. Dia dan adik-adiknya anggap saja sudah yatim piatu saat Samudra berumur 18 tahun. Walau pada kenyataanya Alya masih hidup, namun ketidak peduliannya pada mereka selama ini membuat mereka pantas disebut sebagai piatu.

Samudra sempat akan mengakhiri hidupnya ketika neneknya meninggal, tapi mengingat perjuangan hidup ketiga adiknya untuk bertahan hidup membuatnya urung. Ketiga adiknya mati-matian melawan penyakit mematikan dengan alasan ingin terus bersama Samudra, tapi Samudra malah ingin mengakhiri hidupnya. Benar-benar pemikiran yang sangat bodoh. Itu dulu, saat si kembar mulai masuk SMP. Sekarang Samudra sudah menepis pemikiran buruk itu jauh-jauh.

Mungkin, ketika neneknya masih hidup, Samudra merasa beban yang dipikul tidak seberat ini. Dulu hidup mereka masih biasa saja dan masalah hidup tidak serumit ini. Dulu hanya Mika dan Miko saja yang sering keluar masuk rumah sakit saat masih bayi sampai usia kanak-kanak karena masalah kesehatan. Dan kini ketiganya harus mengalaminya. Mengapa bisa seperti itu?

Miki, inilah yang spesial darinya. Walau tubuhnya ketika lahir sangat kecil. Dia tidak memiliki masalah serius ketika bayi. Dulu Alya dan Reyhan cukup bersukur. Hanya saja Miki itu cepat lelah dan tidak aktif seperti dua kakak kembarnya. Miki masih saja tidak memperlihatkan masalah kesehatan yang serius sampai menginjak kanak-kanak.

Namun, setelah Miki mengikuti sekolah umum, Miki sering pingsan jika mengikuti olahraga dan upacara. Awalnya mereka menduga kalau hanya kekebalan tubuhnya saja yang lemah. Namun saat kelelahan pun Miki tak jarang juga mengalami pingsan. Ternyata setelah mendapatkan perawatan di rumah sakit berhari-hari, Miki terdeteksi mempunyai keadaan jantung yang sangat lemah. Dan setelah insiden itu, Miki mulai sering kambuh dan mulai sakit-sakitan.

Samudra terhenyak dari lamunannya setelah menyadari Mika dan Miki tertidur. Mereka sepertinya sudah mulai membaik. Dia mendapati Miko tengah membenamkan kepalanya di lipatan tangan karena mulai mengantuk. Lalu Samudra membangunkannya.

"Miko.. Makan malam dulu," panggilnya lembut.

Miko mendongak, lalu mengangguk. Dia mengikuti Samudra keluar kamar. Namun sesuatu tidak nyaman mengalir pelan di kakinya.

Miko memilih ke arah ruang tamu ketika Samudra berjalan ke arah ruang makan.

Miko berjalan tertatih ke arah sofa. Bukan karena merasa sakit, tapi untuk menahan darah yang keluar dari luka kakinya yang terkantuk meja. Dia lantas memeriksa kakinya yang terluka setelah duduk di atas sofa. Dia menekuk kakinya hingga kakinya yang terluka terlihat dengan jelas. Ada darah yang terus mengalir dari lukanya. Miko meniup-niupnya pelan agar darahnya lekas mengering.

Sedangkan Samudra langsung menuju meja makan. Samudra pergi kesana untuk tetap melanjutkan makan malam yang tertunda. Biarlah hanya dia dan Miko saja. Dia tidak mau membuat Miki yang sudah susah-susah membantunya untuk menyiapkan makan malam berakhir dengan tak disentuh siapa pun.

Samudra duduk dengan sedih. Meja yang biasanya ramai karena perdebatan Mika dan Miko terlihat sepi. Kursi yang biasanya ada si manis Miki yang lelet makan dan berujung disuapinya juga sepi.

Samudra mengusir rasa sedihnya sendiri. Dia meraih piring dan mengambil nasi goreng yang kata Miki spesial untuk Kak Mika dengan perasaan yang tidak bisa dia gambarkan. Menangis, tentu saja dia ingin menangis, tapi airmatanya seakan habis. Lalu disendoknya nasi goreng itu dengan lesu. Dikunyahnya dengan pelan dan berusaha ditelannya walau terasa sulit.

Samudra teringat Miko. Anak itu juga belum makan apa pun. Samudra mengambil piring dan mengisinya dengan nasi goreng. Dia berjalan mencari Miko sambil membawa nasi goreng dan menemukan Miko tengah meniup luka di atas sofa.

Samudra langsung merasa cemas seakan cobaan bertubi akan datang lagi. Diabetes tipe 1 yang dibawa Miko semenjak keluar dari kandungan Alya memiliki kecenderungan susah menyembuhkan luka dengan cepat. Luka sedikit saja akan sulit sekali mengering dan bisa menimbulkan infeksi hingga berakhir diamputasi. Miko memang belum separah itu. Tapi kalau terluka bisa sampai berbulan-bulan baru sembuh dan dokter sudah mewanti-wanti Samudra agar hal seperti itu jangan sampai terjadi.

Miko mempunyai masalah pada pankreasnya semenjak lahir. Pankreas Miko tidak bisa memproduksi insulin dengan normal. Itulah sebabnya dia harus menyuntikkan insulin ke dalam tubuhnya agar kadar gula darahnya selalu normal. Kalau terlambat bisa sangat berbahaya.

"Kaki kamu kenapa?" tanya Samudra panik saat darah terus saja keluar dari luka Miko.

Dia meletakkan nasi goreng ke atas meja dengan panik sampai menimpulkan suara keras karena meja dan piring yang beradu dengan keras. Dia segera berlari mengambil P3K dan kembali lagi pada Miko.

Samudra berjongkok di depan Miko dan menarik kaki Miko agar lukanya terlihat dengan jelas. Miko pasrah. Wajar jika Samudra khawatir, luka di tubuhnya yang tidak lekas mengering bisa mengundang banyak bakteri yang berpotensi membuatnya terkena infeksi. Samudra membersihkan luka Miko dengan telaten. Lantas memberikan betatadine dan menutupnya dengan plaster.

"Peduli sama diri kamu sendiri!! Kalau luka langsung dibersihkan dan diobati. Jangan lama-lama, nanti cepat kena bakteri. Kak Sam nggak mau kamu kenapa-napa," kata Samudra beralih duduk di Sofa.

"Kok bisa gini? Hati-hati. Jangan sampai terulang lagi. Luka kamu itu sukar sembuh. Ingat kata dokter!" kata Samudra menasehati.

"Tadi kena meja pas Kak Sam manggil gue. Gara-gara pengen cepet nyamperin Miki, jadi nggak lihat jalan. Terus kena meja, deh." Miko masih berusaha tersenyum ketika menceritakannya.

Samudra bersalah lagi. Ini salah dia lagi. Harusnya dia tidak memanggil dengan cara panik agar Miko juga tidak panik dan berakhir seperti ini.

"Maafin kita ya Kak!! Gara-gara kita Kak Sam repot terus. Harusnya kita bantuin Kak Sam, tapi malah selalu bikin Kak Sam khawatir."

Samudra mengusak rambut Miko. Dia sudah menemukan Miko berderai airmata karena merasa terharu. Dia dan dua saudara kembarnya selalu saja berhasil membuat Samudra dilanda kekhawatiran.

Samudra mengusap airmata Miko. Dia tidak mengomentarinya karena dia pun juga seperti tidak mengerti mengapa cobaan seperti ini menimpanya dan adik-adiknya.

Samudra memilih mengambil nasi goreng dari atas meja. Dia menyuapkan sesendok nasi goreng ke mulut Miko.

"Makan dulu! Tadi Miki yang buat."

Miko menurut. Dengan masih berderai airmata dia membuka mulutnya. Satu suapan berhasil dikunyahnya dengan pelan.

"Jangan pernah berfikir Kak Sam repot. Dulu Kak Sam yang menginginkan kalian ada untuk Kak Sam. Apa pun keadaan kalian, sudah sepantasnya Kak Sam bertanggung jawab dan melindungi kalian."

Miko berhambur memeluk Samudra. Dia menangis tersedu-sedu hingga membuat baju Samudra terasa basah karena airmatanya.

Samudra memeluk protektif Miko memberikan kenyamanan. Dia rasanya ingin menangis, tapi susah payah ia tahan. Dia harus kuat. Adik-adiknya bergantung padanya. Airmata Miko bahkan tak mau berhenti seiring hujan yang terus turun membasahi bumi. Dia tidak mau Miko tambah menangis jika dia ikut menangis.

[]

----TBC---

ANGEL'S TRIPLET [END]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt