13. SMILE

4.5K 509 62
                                    

"..Shadakallaah..hul..adzim.."

Samudra menutup buku Yasin nya setelah selesai membacanya di depan makam Reyhan. Lantas memasukkannya ke dalam kantong jaketnya.

Sudah hampir lima jam Samudra berada di dekat makam Reyhan, namun dia belum punya keinginan sedikit pun untuk beranjak dari sana. Dia bahkan sudah tak bisa menghitung berapa kali dia sudah mengkhatamkan suratan yasin itu di depan makam Reyhan. Mungkin sudah 10 kali atau mungkin lebih. Samudra baru menghentikannya saat merasa tenggorokannya terasa serak dan kering.

Samudra menyibak beberapa bunga dan dedaunan kamboja yang gugur berjatuhan di atas nisan Reyhan. Kini terlihat nama Papinya tercetak jelas di atas pusara itu.

REYHAN RAHARDIAN
bin
Latief Muhaemin
1972-2007

Samudra tidak peduli jika hari sudah sore dan sebentar lagi turun hujan. Dia hanya ingin menenangkan diri barang sebentar saja. Berkeluh kesah pada batu nisan yang di dalamnya terbaring jasad Reyhan yang mungkin sudah jadi tanah.

Samudra mencabuti rumput-rumput kecil di sekitar makam Reyhan dengan sendu. Masih ingat saja Samudra bagaimana mendiang Papinya dulu mengajarinya bersepeda dan selalu mengantarkannya ke sekolah. Samudra juga masih ingat bagaimana Papinya selalu menemaninya bermain PS dan mengajaknya berlibur bersama Alya. Rasanya semua rasa sedih tercekat di tenggorokannya. Samudra juga masih ingat bagaimana Papinya dulu selalu mengabulkan keinginannya, termasuk memiliki adik lagi. Ah.. Samudra jadi ingat si kembar.

" Papi, Apa kabar?" sapa Samudra tak kuasa menahan sedih. Biarlah dia dianggap gila jika ada orang yang melihatnya. Jelas dia seperti orang gila karena berbicara sendiri.

" Maaf.. Sam jarang nengokin Papi," tambahnya lagi.

Samudra terdiam sebentar. Dia menatap pusara Reyhan seakan menatap Reyhan sedang tertidur pulas. Airmata deras berjatuhan hingga terpaksa dia mendongak. Dia sebenarnya tidak ingin menangis di makam Reyhan, tapi entah mengapa airmatanya tidak bisa diajak bekerja sama. Dia lantas memandang ke atas hingga terpaksa menatap pohon kamboja dengan bunga yang bermekaran dan tumbuh di dekat makam Reyhan.

Pohon yang setia menemani peristirahatan terakhir Reyhan itu menampakkan bunga indah yang tak seindah hidup Samudra. Samudra menunduk kembali karena dia rasa percuma. Airmatanya tetap lolos saja jika dia mendongak. Dia tetap menangis.

" Sam... Kangen sama Papi.. hiks.."

Runtuh sudah pertahanan Samudra. Dia menangis sejadi-jadinya. Tangisan yang selalu ditahannya di depan adik-adiknya agar dia terlihat tegar. Tangisan yang ditahannya agar tidak tumpah di samping makam Reyhan. Akhirnya tak kuasa dia tahan juga.

Samudra ingin melepaskan segalanya. Meluapkan segala beban dan rasa sakit yang dia pendam karena cobaan yang seolah selalu menemaninya bak sahabat setia.

Samudra menenggelamkan kepalanya di lipatan tangannya. Tubuhnya bergetar saat tangisnya semakin terisak-isak. Dadanya terasa penuh dan sesak. Dia ingin melakukan apa saja yang dia tahan, termasuk menangis di depan makam Reyhan sepuas-puasnya.

***

Samudra membuka pintu dan sudah menemukan Mika dan Miko duduk berdua di ruang tamu. Samudra sempat berfikir dimana Miki, karena adik manisnya itu tidak terlihat bersama mereka.

Samudra memilih diam karena dia masih merasa Mika marah padanya. Samudra hanya merasa mungkin Mika berfikir lagi bahwa Samudra pergi meninggalkan mereka, padahal Samudra hanya pergi ke makam Reyhan sebentar. Ya, walau memakan waktu berjam-jam.

ANGEL'S TRIPLET [END]Where stories live. Discover now